"Baiklah, kita akan pergi. Tapi tunggu kita datang lagi." ucap gerombolan orang asing itu. Suara sedikit berat sang mengancam. Membuat Queen dan Garvin saling menatap. Seakan dirinya ingin tertawa. Tapi, ya, sudahlah. Dia sudah pergi lebih dulu. Sebelum kata pisah terucap.
"Tapi, jangan pikir kita bisa lolos dengan murah." ucap Varo. Berjalan menghampiri Queen.
"Oke.. Baiklah. Tapi setidaknya kita bisa lepas dari mereka sekarang." ucap Queen.
Queen mengerutkan dahinya. Dia teringat sesuatu sekarang. "Kamu pulangkan. Aku akan kembali nanti. Tolong ambilkan uang untukku. Setidaknya aku punya uang untuk bertahan hidup.
Garvin mengerutkan dahinya. Memincingkan salah satu matanya. "Baiklah, tapi. Aku hanya bisa sampai beberapa hari saja. Biar adikku yang antar uangnya ke anda non.
"Oke.." jawab Queen. Lama berbincang berdua dengan pengawalnya. Sementara Varo jalan lebih dulu ke depan. Tanpa penculikan Queen yang masih di belakangnya.
"Apa non, tidak ingin pulang?" tanya Garvin.
"Tidak, aku akan tetap disini. Sampai papa angkat membatalkan pertunangan itu."
"Padahal kamu akan menikah dengan orang yang kamu kenal." gumam Garin heran. Menggelengkan kepalanya. Belaian napas kecilnya keluar dari sela-sela bibirnya.
"Udah, pokoknya kamu kembali. Jangan bilang jika kamu bertemu denganku." ucap Queen.
"Tapi."
Queen hanya tersenyum. Dia segera berlari mendekati Varo lagi. Berjalan di sampingnya. Sesekali kedua matanya melirik ke arahnya.
"Hai..."
"Apa?" jutek Varo.
"Boleh, ikut lagi ya."
Varo menggerakkan kepalanya. Menoleh tajam pada Queen. Dia melirik ke belakang. Tidak melihat laki-laki yang bersama Queen tadi. Dia begitu cepat menghilang.
***
Satu jam kemudian. Queen yang masih berjalan menelusuri jalanan seolah dirinya tanpa merasakan capek. Terik matahari menyengat menyentuh kulit putihnya. Wajah yang terlihat begitu garang saat marah. Kini dia terlihat sangat polos.
Queen hanya diam, seolah ada pikiran yang sekarang mengganggunya. Varo yang merasa aneh padanya. Sesekali laki-laki itu menatap ke arahnya.
"Ada apa denganmu?" tanya Varo.
Queen menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apapun! Aku hanya menunggu seseorang."
"Boss Queen.." teriak seseorang. Belum sempat menoleh, sebuah tangan tepat memegang pundaknya. Queen yang memang terlatih terampil dan selalu waspada. Dia akan melempar semua yang mengejutkannya. Karena ayahnya pernah bilang. Musuh bisa menyamar jadi siapa saja. Datang kapan saja. Tanpa tahu kamu sibuk atau tidak. Jika ada kesempatan. Musuh akan menyerangnya.
Queen spontan memegang pergelangan tangan. Menariknya, dengan badan sedikit tertunduk. Dia melemparkan tubuhnya ke depan.
"Boss.. Sakit.." runtuh laki-laki di depannya. Seorang laki-laki yang terlihat sangat familiar. Queen hidup dalam pengawasan dua puluh 4 jam. Siang para laki-laki mengawasinya. Jika malam para wanita yang mengawasi dirinya. Hidup dalam kekangan disana merasa tidak bebas. Apalagi tiba-tiba dijodohkan. Makin tertekan baginya. Dia memilih kabur. dan, sahabatnya lah yang membantu dirinya untuk kabur.
Queen mengernyitkan matanya melihat detail wajah laki-laki di depannya itu. Queen memelototin kedua matanya. Saat dia mulai sadar jika laki-laki yang tersungkur ke aspal itu adalah teman sekaligus pengawal pribadinya.
Sepertinya dia yang disuruh Garin tadi. Tapi, kenapa mereka sangat cepat. Apa sebenarnya mereka sekarang ada disini. Dan, tidak pulang ke pulau?
Queen menghela napasnya. Melirik sekilas ke arah Varo. "Siapa lagi dia?" Dan benar pertanyaan itu muncul di bibirnya.
"Lihatlah, wajahnya saja sama. Jadi, kamu pasti tahu siapa dia." ucap Queen.
Queen beranjak duduk memastikan jika dia benar adalah pengawalnya. "00123" bisik Queen.
Varo yang mendengar itu Terlihat bingung. Tetapi dirinya tidak peduli sama sekali urusan mereka.
"Kode brankas." ucap laki-laki itu. Seketika Queen menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya.
"Jangan bicara keras." bisik Queen. Menoleh melihat Varo. Dia sudah jalan lebih dulu di depan.
"Sepertinya dia tidak dengar." ucapnya. Queen beranjak berdiri mengulurkan tangannya tepat di depan laki-laki di depannya.
Dia berusaha untuk menolong laki-laki di depannya.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Queen heran. ia memelankan nada suaranya. Dengan tangan menarik baju pengawalnya agar mendekat ke arahnya.
"Maaf, nona! Saya memang sengaja ingin mencari nona. Di rumah tidak ada teman seperti nona." ucap laki-laki itu. Suara kerasnya membuat Varo yang berdiri di sampingnya itu menatap tajam ke arah Queen. Dia mulai curiga siapa wanita di depannya itu.
Queen mengangkat kepalanya menatap ke arah Varo. "Kenapa kamu selalu melihatku seperti itu. Awas kalau kamu suka denganku. Kau tidak akan bertanggung jawab." ledek Queen.
Varo menarik kedua alisnya. Memincingkan salah satu matanya. Dan, hanya tersenyum sinis. Sembari mencibir pelan. "Memangnya aku hamil, tanggung jawab, dasar aneh."
"Eh… Kalau aku bisa kamu hamil juga aku akan tanggung jawab." goda Queen terkekeh kecil. Dibalas dengan pelototan tajam oleh Varo.
"Dasar wanita gila!" gerutunya pelan.
"Aku gila gak masalah! Asalkan aku tetap cantik." ucap penuh percaya diri Queen. Dengan kedua telunjuk tangannya menusuk kedua pipinya. ia mengeluarkan senyum manisnya di hadapan Varo. Pengawal di depannya hanya bisa diam menatap mereka yang terus bertengkar. Queen belum pernah seperti ini sebelumnya. Dekat dengan laki-laki yang terlihat asing baginya.
Varo sempat tertegun sesaat. Saat melihat wajah imut Queen. Dengan segera dia juga menyadarkannya dari pikiran itu. Ia tak mau mau tahu lagi. Siapa dia. Gak penting baginya. Dirinya hanya akan melakukan apa yang akan dilakukannya sekarang.
Queen menunjukkan wajahnya. Mengerutkan bibirnya sedikit kesal dengan Varo.
Laki-laki dingin itu membuatku merasa ingin sekali menamparnya. Biar dia sadar mana wanita cantik. Gumamnya pelan.
Pengawalnya hanya diam menatap Queen dan laki-laki tak di kenalnya itu saling bertengkar manja. Mereka sedikit lucu. Tapi dalam hati dirinya merasa sangat kesal jika harus berhadapan dengan orang yang dekat dengan Queen.
Queen kembali menatap ke arah pengawalnya.
"Apa ayah yang memerintah kamu." tanya Queen lirih. Sesekali dia melirik ke arah Varo yang terlihat cuek mengalihkan wajahnya. Dengan kedua tangan di lipat diatas dadanya.
"Bukan, nona!" jawab pengawal itu tegas. "Tadi aku tidak sengaja bertemu dengan kakakku. Saat aku mau mencari nona."
"Kamu yakin?"
"Nona, bisa menghukum saya jika berbohong," jawab pengawalnya. "Kakak memang ditugaskan untuk memata-matai musuh. Lagian, apa gunanya jika aku berbohong."
"Baiklah, cepat bangun. Ikut aku!" Queen segera membantu berdiri pengawal pribadinya.
"Eh.. Bentar, kamu mau bawa dia kemana?" tanya Varo mendorong bahu Queen menghadap ke arahnya.
"Bawa pergi cari tempat berbicara." Queen mengeluarkan wajah manisnya, sembari mengedip-ngedipkan matanya menggoda Varo yang hanya diam menatapnya bingung.
"Apa kamu cemburu?" tanya Queen.
"Tidak sama sekali. Pergilah." geram Varo. Menghela napasnya kesal. Dia mencoba untuk sabar berhadapan dengan wanita aneh. Tapi, saat dia ingin meninggalkannya pergi. Dirinya merasa aneh pada wanita itu. Ada hal yang ingin diketahui darinya.
***
"Kebetulan, karena kamu disini. Kamu bawa uang gak?" tanya Queen mengulurkan tangannya. "Gavin... Kembaran Garvin yang imut. Boleh pinjam uang, kan?" ucap Queen memohon.
"Aku mohon, nanti aku ganti di sana. Dia pasti bawa uang," ucap Queen memohon, memegang tangan Gavin, menggoyang-goyangkan perlahan.
Melihat wajah polos Queen yang terus memohon hatinya terasa runtuh di buatnya. Tak bisa berkutik.
"Baiklah," ucapnya terpaksa.
***
Queen kembali berlari mendekati Varo. Kali ini dia memohon padanya. "Varo... Dia boleh kan tinggi dengan kita? Beberapa hari saja. Lagian, aku juga butuh pengawal. Gimana kalau aku kenapa-napa."
"Aku tidak peduli." ucap Varo jutek.
Queen mengeluarkan wjaha memelasnya. Dia memegang lengan tangan Varo. Mengangkat kepalanya sembari mengecilkan matanya berkali-kali. Mencoba memohon padanya.
Varo yang tak bisa melihat wanita memohon padanya. Dia menghela napasnya. Menarik tangannya dari pegangan Queen.
"Iya.. Satu hari." ucap Varo.
"Wah... Makasih," ucap Queen meloncat gembiranya.
Queen seketika mengecup pipi Varo. Sebagai tanda terima kasih adanya. Kecupan itu mengejutkan Varo. Laki-laki itu terdiam kaku. jantungnya seketika berhenti sesaat saat merasakan sebuah kecupan pertama dari seorang wanita kecuali ibunya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Varo terkejut.
"Sedikit," ucapnya, lalu berlari lebih dulu menarik pengawalnya pergi.
"Eh… kamu mau kemana?" tanya Varo kesal, ia mengangkat tangannya. Mencoba meriah Queen. Tapi, wanita itu sudah berlari cepat jauh dari pandangan matanya.
"Pulang, nanti aku ganti semua uang kamu." teriak Queen. Dia berlari dengan pengawal pribadinya. seorang laki-laki tampan, yang sangat dekat dengannya. Bahkan sudah dari kecil dekat dengannya. Seperti saudaranya sendiri.
Dan meski tak begitu tampan seperti calon tunangannya. Sahabat Queen. Dari orok. Bahkan keluarganya juga bersahabat. Tapi sayangnya, dia sama sekali tidak mencintai sahabatnya itu. Dan kedatangan pengawalnya kali ini. Berharap akan mendapatkan kabar baik untuknya. Atau mungkin perjodohannya dibatalkan.
Queen menghentikan langkahnya. Ia menatap ke arah Gavin Ardick. Dia begitu baik, ramah, dan sekaligus sebagai teman curhat Queen selama di rumah ayahnya. Dan dia salah satu dari tiga sahabatnya.
Dan Queen juga masih punya adik yang bandelnya minta ampun. Ingin rasanya buang tuh adek. Tapi pasti para wanita akan protes padanya. Gimana tidak adiknya jauh lebih tampan dari para laki-laki temannya sekarang. Dia idaman wanita seumurannya. Dan bahkan lebih tua darinya juga banyak yang menyukainya.
"Kamu tadi bertemu dengan siapa? Dan kenapa mereka mengejar kamu?" tanya Gavin berjalan selaras dengan langkah kaki Queen di sampingnya. .
"Aku juga gak kenal, bukanya kamu tahu sendiri. Aku sosok singa polos yang baru saja keluar dari kandangnya. Bahkan di dunia baru, aku seperti bukan apa-apa."
"Tapi kamu tetap wanita yang tercantik yang pernah aku lihat." puji Gavin, tersenyum menatap ke arah Queen. Kata birunya membuat semua orang menatapnya kagum, wajah cantik, putih, dengan kulit bercahaya seputih salju, kulitnya begitu lembut seperti kulit bayi baru lahir. Benar-benar ukiran wajah dan tubuhnya, yang sangat sempurna bagi wanita seumurannya.
Bibirnya yang tipis, dengan hidung lentik membayar para laki-laki yang melihatnya seketika bertekuk lutut. Ya, termasuk laki-laki di sampingnya itu.
Gavin sudah lama memendam rasa dengan Queen. Dia sadar diri, karena dirinya hanya sebagai pengawal dan gak selevel dengan keluarganya. Yang terkenal kaya raya di pusat kita. Bahkan keluarganya terkenal sedunia. Berpengaruh dalam dunia politik.
"Kita mau pergi kemana?" tanya Gavin.
"Ke rumah temanku, lagian kamu belum tahu, siapa dia tadi. Orang tampan yang baru aku kenal. Tapi lucu juga." ucap Queen, tersenyum tipis, kedua tangannya memegang bawah dagunya. Sembari membayangkan wajah tampan Varo yang selalu membuat otaknya dipenuhi fotonya, dan berbagai pose dirinya saat tidur.
"Eh.. Queen.. Kamu gak apa-apa, kan?" Gavin mengibaskan tangannya di depan wajah Queen. Mencubit hidung mungilnya sedikit kesal.
"Jangan melamun, kalau kemang kamu buka dengan dia, dekati saja dia. Pegang terus? Jangan sampai lepas. Tunjukan pada orang tua kamu, jika kamu sudah punya pasangan. Jadi gak perlu di jodohkan lagi." Queen mengerutkan keningnya. Pandangan matanya menyipit.
"Maaf!" Gavin yang tahu kalau Queen terlihat tak suka. Dia tersenyum tipis, mencoba merayunya minta maaf.
"Jangan bicara sembarangan. Ingat, kamu ajudanku. Jadi diam saja, atau aku akan tutup mulutmu pakai perban nantinya." ancam Queen, dia berjalan menuju ke kos milik Varo.
"Non, kita kenapa pergi ke sini?" tanya Gavin bingung.
"Ini tempat tinggalku sekarang." Ucap Queen penuh percaya diri. Ia membuka pintu yang tak terkunci. Dan Varo memang selalu kebiasaan tidak pernah sama sekali mengunci pintu kos miliknya.
"Kenapa kamarmya gak di kunci?" tanya Gavin penasaran.
"Dia gak punya apa-apa, lagian apa yang mau di curi." Queen menoleh ke arah Gavin, menarik kedua alisnya bersamaan ke atas.
"Adanya celana dalam" bisiknya.