Queen menepuk kedua tangannya. "Hah.. dasar merepotkan saja." gerutu Queen. Menghela napasnya lega. Sementara Varo hanya diam menatapnya dengan mulut menganga tak percaya melihat wanita di depannya.
Varo segera memalingkan wajahnya. Tak mau menatap terlalu lama wajah Queen. Dia pasti akan merasa terlalu percaya diri setelah aku melihatnya. Apalagi jika dia mengira jika dirinya jatuh cinta. Itu hal yang tidak paling dia sukai menatap ke arah laki-laki yang terjatuh di depannya.
Terlihat laki-laki itu meringis menahan rasa sakit di siku dan punggungnya. Apatis ada terlempar di depan, seperti tubuhnya harus aja dibanting ke aspal.
"Maaf, non." ucap laki-akinitu. Varo mendengar kata itu terasa aneh. Dia menyulitkan matanya. Menggerakkan kepalanya pelan, menoleh ke kiri melihat wajah Queen. penuh dengan pertanyaan yang terlintas di kepalanya.
"Non?"
Varo menatap Queen dan laki-laki di depannya bergantian. "Kenapa kamu bisa panggil dia non?" tanya Varo.
Sementara Queen, mengangkat kepalanya. Dia terasa familiar dengan suara yang memanggilnya. Queen Melihat laki-laki di depannya. Dia mencoba untuk beranjak berdiri sendiri. Menahan rasa sakit, tulangnya terasa remuk dibuatnya. Rasa nyeri di punggungnya menjalar ke sekujur tubuhnya.
Laki-laki di depannya itu menepuk sekujur tubuhnya. Membersihkan bajunya yang memang sedikit kotor. Queen menautkan kedua alisnya. Dia melangkahi lebih dekat. Menatap laki-laki di depannya.
"Sepertinya aku pernah mengenalmu?" tanya Queen. Dia mengangkat tangannya, menepuk kedua pundak laki-laki itu.
"Kamu..." seketika Queen menarik napasnya menahan rasa senangnya. "Garvin?" ucap Queen. Seketika memeluk erat tubuh Garvin. Merayakan rasa senang dalam hatinya.
"Aku.. Kanapa kamu bisa ada disini?" tanya Queen. Dia menoleh, melihat Varo yang sepertinya mulai curiga padanya. Dengan penuh kekesalan Vari berjalan mendekati mereka.
"Siapa kamu?" tanya Varo.
"Garvin."
"Apa hubungan kamu dengannya?"
"Aku..." Garin menunjuk dirinya sendiri.
"Aku pengawalnya sekaligus sahabat dia." ucap Garin santainya. Queen melebarkan matanya menatap Garin. Dia menginjak kaki kanannya.
"Sssttt.." Garvin meringis menahan rasa sakitnya. Rasa nyeri yang mulai menjalar di kakinya.
"Diam!" bisik Queen.
Varo sudah mendengar apa yang Garin katakan. Dia melotot tajam wajah Queen. Melipat kedua tangannya diatas dadanya.
"Jadi benar apa yang dikatakan laki-laki tadi." ucap Varo. Dia melangkah mendekat. Queen menelan lidahnya susah payah. Dia memalingkan wajahnya. Menghindari tatapan mata Varo yang menakutkan saat marah.
"Apa kamu anak dari ketua mafia Barat?" tanya Varo menyurutkan.
"Iya.. Memang benar" jawab spontan Garvin. Queen yang mendengar itu. Dia melotot tajam. Menginjak kaki Garin semakin keras.
"Aw--" Dia mengibarkan kakinya yang masih terasa sakit.
"Bisa diam tidak, tau aku patahkan kakimu." tajam Queen. Varo semakin bingung. Baru kali ini dia melihat wanita yang terlihat manja itu. Kini tampak sangat garang. Penuh aura kebencian. Dia merasa tidak suka ada orang yang menindas Queen. Dari kecil dirinyalah pelindung Queen.
"Anak dari ketua mafia?" Varo sedikit menundukkan nadanya. Tangan kanan mengusap dagunya. Ia menarik sudut bibirnya tipis. Mendekatkan wajahnya. Mencoba mencari jawaban darinya.
"Apa benar itu?" tanya Varo.
"Tidak, itu tidak benar." ucap Queen. Menggelengkan kepalanya.
"Kamu yakin?" tanya Varo. seketika dirinya ingin sekali menertawakan hidupnya. Benar-benar dunia sangat sempit baginya. Dia bisa bertemu anak mafia. Setelah kabar dari kelompok mafia. Sepertinya memang dia tidak akan lepas dari sialnya kehidupan selanjutnya. Jika banyak orang tua. Semakin banyak orang yang akan datang mencarinya. Atau, bahkan mengancamnya.
"Plaakk..."
Sebuah tangan mendarat tepat di pundak Queen. Vari memegang tangan itu, melayangkan tatapan tajamnya. Emebsri mencengkeramnya smekaian kuat.
"Maaf.. maaf!" ucap laki-laki di belakang Queen. Dia berlari terbirit-b***t meninggalkan Queen.
"Anak ketua mafia?" suara laki-laki yang baru saja datang mengejutkannya. Vari memegang lengan Queen. Dia menariknya masuk dalam dekapannya. "Siapa maksud kamu?" tanya Varo.
"Serahkan dia padaku." ucap laki-laki itu.
"Tidak akan! Aku tidak akan membiarkan kamu merebutnya. Atau, aku akan bilang pada ketua. Agar kamu dibinasakan secara cuma-cuma." sambung Garvin.
Varo, menarik kepala belakang QUEEN mengantar di dadanya. "Lepaskan!" Queen memukul d**a bidang Varo.
"Diamlah! Aku hanya menolongmu. Jangan sampai mereka tahu wajah kamu. Agar kamu juga tidak menyusahkan aku nantinya. Setelah ini. Pasti banyak yang mencarimu nantinya." Kata Varo. Laki-laki itu terlihat sangat datar. Berbeda dengan Queen
Jantungnya berpacu lebih cepat.
"Haha.. Kalian, tidak akan bisa pergi. Jika belum sempat berkenalan dengan bos kami."
"Tidak perlu. Mafia timur sama sekali tidak menarik." kata Garvin. Dia lebih tahu banyak tentang dunia mafia luar. Garin sering berkali-kali di tugaskan untuk pergi keluar. Pergi melihat dunia luar. Semenjak Lin Yin menikah dengan Yiwen. Semuanya berubah. Dia mulai perlahan menjauh dari dunia mafia. Dan, kenapa dirinya lebih suka hidup di pulau sendiri. Lebih tepatnya mereka keluar negeri. Sementara kakaknya. Dia masih bertahan di pulau miliknya. Dengan fasilitas lengkap yang mereka punya.
Garin, berjalan mendekati laki-laki di depannya. "Raka... Jangan pernah kamu pikir. Kamu bisa menang melawan saya." Garin menyentuh ujung keras kemeja yang dikenakan laki-laki di depannya. Dia menginjak sangat keras sepatu hitam yang dikenakannya.
Berjalan lebih mendekat. "Aku bisa mematahkan tulang jika kamu macam-macam dengan Ratu. Lebih baik pergilah." ancam lirih Garin. Tatapan tajam, dan aura membunuh terlihat memancar di bola matanya. Setiap orang yang melihatnya hanya bisa membungkam. Meski terasa sakit. Dia mencoba menahannya.
"Pergi.. Atau, aku akan patahkan kakimu lebih dulu. Lalu, tanganmu. Atau, aku akan memotong lidahmu." Rahang Garvin mulai menegang. Giginya menggeretak penuh kekesalan. Laki-laki di depannya hanya bis asian seribu kata. Tanpa banyak bicara. Dirinya hanya menahan rasa sakit Dari kaki kanan Garvin yang menginjak kakinya.
"Bilang pada ketua mu. Marcel. Aku tidak takut. Atau, ketua utama kamu. Bilang padanya juga. Dapat salah dari mafia Barat." lanjutnya menarik sudut bibirnya sinis. Tatapan mata itu masih melotot tajam.
Sementara Queen masih dalam delapan tubuh Varo. Dia tak mau berlama-lama di sana. Dengan segera wanita itu mendorong tubuh Varo. "Aku bisa melindungi diriku sendiri." ucap Queen. Dia membalikkan nadanya. Tepat saat beberapa orang berpakaian jaket kulit berwarna hitam. Dan, celana jeans yang sedikit sobek-sobek. Mereka datang membawa senjata di tangannya. Berjalan dengan santainya mendekat ke arah Garvin.
"Kamu memang tahu namaku. Tetapi kamu baru tahu. Ini daerah siapa. Dan, siapa yang menguasai daerah sini adalah pemenangnya. Sementara, Mafia Barat hanya sebagai tamu disini. Tidak ada yang bisa berkutik." perkataan Garin begitu percaya diri. Semua orang mafia Barat memang di didik untuk tangguh. Tanpa ada kata kalah yang terucap. Meski harus nyawa taruhannya.
Garvin mengangkat kepalanya. Melihat beberapa orang datang. Merek semua berjalan ke arahnya. Sementara Garvin sama sekali pergi tanpa membawa senjata apapun. Dia hanya menggunakan senjata yang biasa dia pakai untuk kabur di saat di perlukan.
Queen tersenyum sumringah. Dia melangkahkan kakinya mendekati Garvin. Menepuk pundak kirinya. "Kamu punya aku, jangan takut. Terserah ini daerah siapa. Jika kamu bisa melawan kami. Maka tangkap kami." ucap Queen penuh percaya diri.
Beberapa orang di belakang. Sekitar 10 orang. Menodongkan senjata ke arahnya. Varo yang melihat mereka merasa geram. Dia berjalan menghampiri Queen. Meski dirinya kesal dengan tingkahnya. Susah payah sembunyi. Dia malah nyerahin dirinya begitu saja.
Varo berdiri di samping Queen. Semua mata tertuju pada Varo. Dia menatap lekat wajah Varo. Entah apa yang di lihat darinya. Wajah dinginnya? Atau wajah juteknya. Tapi, yang membuat Queen Merasa aneh. Semua orang di depan menyembunyikan lagi senjatanya.
"Jika kalian mau menghadapi mereka. Lakukan saja. Aku akan pagi." Varo menepuk pundak Queen. Tanpa menatap ke arahnya. Dia membalikkan nadanya melangkahkan kakinya pergi. Entah apa yang di katakan pada laki-laki di depannya. Kenapa semua melihat wajah Varo langsung menyembunyikan senjatanya.
Siapa senangnya dia?
Queen menoleh, melihat langkah kaki ringan Varo.