Mobil Felix baru saja berhenti di suatu tempat. Di perjalanan, dia masih saja berseteru dengan kekasihnya. Dia hanya bisa diam dan sembari melirik sedikit berharap diperhatikan olehnya. Tetapi, semuanya percuma. Sementara Felix, dia sembari melihat di sekitarnya. Nerjatap jika bertemu dengan Kakaknya Tapi tetap juga belum bertemu dengannya.
"Sayang, maaf soal tadi. Sebenarnya aku mau bawa kamu pulang. Tapi, sayangnya. Aku tidak bisa. Ya, mungkin lain kali saja." ucap Felix Memeluk dari belakang pinggang wanita itu. Mereka berjalan menuju ke sebuah bar.
"Sayang, kenapa kamu diam?" Felix menyentuh dagunya. Menghentikan langkahnya. Sembari menatap kedua mata wanita itu dari samping.
"Aku hanya temani kamu saja. Setelah itu kita pergi." Via. Wanita yang kini bersama dengan Felix. Dia segera masuk ke dalam bar. Via mengerutkan keningnya. Saat suasana jadi di kendali. Dirinya merasa tak di hiraukan olehnya.
"Via.. Tunggu!" teriak Felix. Felix yang semula berjalan menghampiri Via. Langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang batu saja kel7ar dari bar. Seorang yang tak asing baginya.
"Bukanya itu?" pandangan mata Felix bergerak mengikuti kemana orang itu pergi Tapi, disisi lain. Via kekasihnya masih di dalam. Felix dibuat gundah sekarang antara mengejarnya atau kekasihnya.
"Ah.. Terserah.. Lupakan kekasih. Sekarang kakakku lebih penting." Felix segera berlari keluar bar mengejar seorang yang sudah lebih jauh darinya.
"Tunggu, Gavin." teriak Felix.
gavin menghentikan langkahnya. Di menoleh cepat. Sembari menikmati satu batang rokok yang masih dia hisap. Lalu, membuangnya. Menginjaknya dengan ujung sepatu hitam yang terpakai di kaki kanannya. Gavin Mengerutkan wajahnya saat melihat Felix berdiri di balik remang-remang lampu. Dia mencoba mengamati lekat-lekat siapa yang memanggilnya. Seketika kedua matanya terbuka lebar saat melihat Felix semakin berjalan mendekat ke arahnya.
"Tuan, muda." ucap Gavin. Dia tertunduk seketika. Memberikan hormat pada anak bossnya.
Felix menepuk pundak Gavin. "Mana Queen?" tanya Felix.
Garin mengangkat kepalanya. Dia melebarkan matanya saat dia bertanya tentang Queen. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin berbohong padanya. Tapi, dirinya tidak bisa berbohong sempurna. "Maaf, nona Queen... Emm."
"Katakan padaku dimana dia. Tenang saja jangan takut. Lagian, kamu tahu sendiri. Aku sama sekali tidak peduli jika dia keluar dari rumah. Cuma aku ingin tahu kemana dia pergi." ucap Felix.
Gavin menghela napasnya. Rasanya sangat berat untuk berbicara jujur dengan Felix. "Baiklah, aku akan antar tuan muda pergi ke rumah dim mama Queen tinggal. Dia bersama dengan laki-laki." jawab Gavin. Pandangan matanya tertuju di ujung kakinya. Merasa tidak bisa menatap kedua mata Felix.
Felix memicingkan matanya. Tak percaya dengan apa yang dikatakan Garin. "Kakak sama laki-laki?" tanya Felix memastikan.
"Iya.."
"Siapa dia? Dan, apa dia anak mafia? Terus, kenapa kakak bisa kenal dengannya. Sementara, kak Queen tidak pernah keluar dari rumah. Apalagi pergi ke kota ini? Apa mereka menikah?" Felix menghujani Gavin dengan pertanyaan beruntun. Sementara Gavin hanya bisa diam tanpa menatap ke arahnya.
"Apa laki-laki itu baik?" lanjut Felix.
"Iya.. Dia terlihat baik. Dia juga membantu Queen. Dan, membolehkan dia tinggal di sana" ucap Gavin.
"Baiklah, sekarang cepat antar aku ke sana. Aku tidak mau tahu lagi. Jangan banyak alasan." ucap Felix. Menepuk pundak Gavin dua kali. Wajahnya terlihat begitu cemas. "Kamu naik mobilku. Kamu tunggu disini. Jangan pergi kemana-mana." kata Felix. Dia segera berlari mengambil mobilnya. Saat Felix baru saja membuka mobilnya. Via tiba-tiba datang menutup kembali mobilnya. Dengan pandangan mata tajam mengarah ke matanya. Seolah siap untuk menginterogasi dirinya. Felix menatap sekilas wajah Via. Sembari menghela napasnya. Mencoba menahan emosi yang melekat di hatinya.
"Sayang.. Kamu kemana saja. Kenapa kamu pergi ninggalin aku.. Apa kamu sekarang tidak peduli denganku. Kenapa kamu tiba-tiba pergi sementara aku masuk ke dalam sendiri." geram Via. Yang tiba-tiba muncul di depannya.
"Stoppp... Cukup!" Felix mengangkat tangannya ke depan. Melebarkan jemari tangannya. Seolah sengaja menghentikan ocehan wanitanya.
"Kita putus. Aku tidak mau lagi bersama denganmu." Felix membuka pintu mobilnya kembali. Belum sempat masuk, via menarik tangan Felix.
"Enggak, aku nggak mau putus."
"Terserah. Tapi, aku sudah tidak mau lagi pacaran denganmu. Udah, sekarang jalani semuanya masing-masing. Dan, jika kamu berani berbicara tentang rumahku pada orang lain. Aku akan mencarimu meski ke ujung dunia. Akan aku bunuh kamu secara langsung." geram Felix. Mendorong tubuh Via hingga terjatuh tepat taman rerumputan hijau di depannya.
Felix segera masuk ke dalam mobilnya. Mengemudi mobilnya keluar dari parkiran bar itu. "Felix..." teriak Via. Mengepalkan tangannya kesal.
"Arrggg.... Sialan! Dasar. laki-laki brengs*k." umpat kesal Via. Menghe tikam kedua kakinya di tanah. Yang sudah tertutupi rumput kecil berwarna hijau.
Sementara Felix dia menghampiri Gavin. Tanpa penculikan Via lagi. Dia menghentikan mobilnya, membuka kaca mobilnya. Sembari menatap Gavin yang masih menunggunya. "Cepat masuk." pinta Felix.
"Baiklah!" ucap Gavin segera masuk dalam mobil Felix. Habib segera masuk ke dalam mobil.
"Kamu tunjukan dimana dia tinggal." ucap Felix. Dia tidak sabar memberikan kejutan pada Queen jika sudah balik dari America.
***
#Back Queen.
"Varo.. Kamu sudah tidur?" tanya Queen. Dia berjalan mendekati Varo yang sudah berbaring memejamkan matanya di ranjang. Queen mendekatkan wajahnya. Mencoba memastikan jika Varo memang sudah benar-benar tidur.
"Varo.." ucap Queen. Mengibarkan tangannya ke wajah Varo.
"Sepertinya dia sudah tidur." ucap Queen. Mengembangkan bibirnya. Membentuk senyuman tipis di wajahnya.
"Sepertinya begitu, dia sudah tidur. Lebih baik aku keluar sebentar. Bosan di kamar. Aku aku jalan-jalan sendiri saja." ucap Queen penuh semangat. Dia segera berjalan keluar dari kamar dengan langkah sangat hati-hati. Perlahan Queen membuka pintu kamarnya. Lalu menutupinya kembali secara hati-hati. Queen segera memakai jaket yang di berikan Varo tadi. Sembari berjalan keluar dari bangunan bertingkat itu. Dengan beberapa petak kontrakan kecil.
Sementara Queen yang masih belum bisa tidur. Dia berjalan keluar dari tempat tinggal Varo. Menuju ke taman di depan kontrakan kecil milik Varo. Di sana memang bangunan bertingkat dengan berbagai orang di dalamnya. Queen Merasa rindu dengan rumahnya. Dirinya menyesal pergi. Tapi, dia tak mau jika terus di pojokan untuk perjodohan.
"Hmm.. Apa aku salah. Aku di jodohkan dengan teman kecil aku. Harusnya aku senang. Tapi, kenapa aku tidak mau. Dan, menikah dengannya." gumam Queen terus melangkahkan kakinya. Dia duduk di kursi taman. Mengangkat kepalanya menatap ke atas langit. Pemandangan yang terlihat begitu indah. Bintang bertaburan di atas. Bulan yang terlihat tidak sempurna. Berbentuk sabit namun cahayanya sangat terang.
Dinginnya malam ini perlahan masuk ke dalam pori-pori kulitnya. Hembusan angin malam yang membuat tubuhnya menggigil. Fina memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya.
"Aku akan tinggal disini dulu sementara. Jika kau tidak menemukan cinta disini. Maia aku akan kembali. Dan, menikah dengan Delano. Itu lebih baik. Lagian, dia juga baik. Bisa jaga aku. Dia tidak pernah membiarkan aku terluka sedikitpun." Queen masih membayangkan gimana dia bisa bersama dengan Delano. Saling bercanda dan tertawa berdua.