"Hallo.. Boleh minta tolong, nggak?" Queen membuka sedikit pintu kamar mandi. Mengeluarkan kepalanya. Sembari tersenyum tipis Menatap Varo yang ternyata duduk di ranjang menatap ke arah pintu kamar mandi.
"Napa kamu senyum-senyum? Gak waras." Varo memalingkan wajahnya acuh.
"Aku minta tolong, nggak ada niat sama sekali mau goda kamu." geram Queen. Memutar matanya malas.
Varo memincingkan salah satu matanya. Menarik sudut bibirnya tipis. Senyum picik muncul di bibirnya.
"Haha.. Alasan basi. Kamu pikir kamu melakukan hal itu. Untuk menggoda ku. Terus aku tergoda, gitu. Tidak!" tegas Varo. Di pikiran Varo. Queen memang sengaja belum berpakaian agar dua bisa mengambilnya. Terus melihatnya. Entah sejak kapan pikiran kotor itu melintas di otaknya. Queen menghela napasnya keluar dari sela-sela bibirnya. Dia menyipitkan kedua matanya. Menatap lekat-lekat mata Varo kesal. Dia harus ekstra sabar jika berhadapan dengannya.
"Aku hanya minta tolong ambilkan. Karena aku juga tidka mungkin ganti baju fi depan kamu." geram Queen, Sembari berdengus kesal. Varo hanya diam, mengacuhkan Queen. Dia sudah capek trus berhadapan dengan wanita yang entah dari mana datangnya.
"Oke.. Jika memang kamu tidak mau ambilkan. Setidaknya lemparkan handuk padaku." ucap Queen. Varo masih saja dia. Tanpa penculikan apa yang di katakan Queen.
"Varo...."
"Varo... "
"Kalau kamu tidka mau ambilkan. Aku akan sirna. kamu dari sini pakai air. Atau, ku buat rumah kecil ini banjir." ancam Queen. Dia sudut bibirnya mengembang sempurna. Penuh dengan senyum liciknya.
"Oke.. Oke.. Kau ambilkan handuk. Dan, kamu bisa ambil baju kamu sendiri. Tuh, masih ada baju di lemari. Pakaianku, jika baju yang baru kamu beli tadi sekalian di cuci dulu." ucap Varo. Dia terpaksa bangkit dari duduknya. Berjalan malas mengambil handuk di jemarinya. Lalu, berjalan mendekati Queen. Dia melemparkan tanduknya tepat di tangan Queen yang mengarah ke depan pintu.
Segera Queen memakai handuk menutupi atas dadànya sampai tepat di atas lututnya. Handuk yang tak begitu panjang itu membaut Queen Merasa risih. Tubuhnya tak bis tertutup sempurna.
Queen segera membuka pintu kamar mandi. Berlari cepat mengambil baju Varo di lemari. Setidaknya dia bisa memilih baju yang pas untuknya. Belum sempat memegang lemari berwarna coklat, dan seidk8t tua itu. Queen terpeleset, ke dua kakinya mengenai Vari yang berdiri tak jauh darinya. Seketika laki-laki terjatuh tepat di atas tubuh Queen. Tanpa sengaja tangannya menyentuh buah miliknya. Kedua mata mereka saling bertemu dalam diam. Mereka menelan ludahnya bersamaan. Kedua jantung mulai berdetak gak karuan.
Varo yang merasa aneh di tangannya. Dia segera menyadarkan dirinya dari jaminannya. Menunduk sekilas, bersamaan dnegan Queen. Kedua mata mereka membulat sempurna melihat tangan yang bergerak di dua buah milik Queen.
"Aaaaaa.." teriak Queen. Seketika kedua tangannya mendorong dadà bidang Varo menyingkir darinya.
"Dasar otak mesùm. Kamu hilang tidka tertarik denganku. Tapi, kamu tertarik dengan tubuhku?" tanya Queen. Memelotot tajam. Kedua mata mereka bertemu lagi. Memancarkan api kekesalan dari aliran tatapan yang menjalar antara dua pasang mata.
"Eh.. Kamu pikir aku mau menyentuhku. Dadà kamu tidka terlalu besar. Jadi rasanya hambar." ledek Varo. Seketika Queen dengan penuh emosi yang meledak. Dia menampar pipi kanan Varo sangat keras. Meninggalkan bekas merah di pipinya.
"Jangan kurang ajar bicara seperti itu pada wanita." geram Queen. Dia menguntupkan bibirnya. Tanpa ekspresi di wajahnya Queen bangkit, berdiri kembali.
Varo hanya diam. Dia ikut berdiri. Membelakangi Queen. "Cepat pakai baju mu. Setelah itu ikut aku. Jika kamu mau. Jika tidak, aku juga tidak masalah." ucap Varo. Dia kembali berjalan menuju ke ranjang nya. Tangan kanan meraih buku di meja kecil samping ranjang nya. Dengan punggung mengantar. Kedua kaki terlentang di atas ranjang. Varo mulai membuka setiap lembar buku itu.
Queen segera kembali berjalan menuju ke kamar mandi. Hanya beberapa menit saja. Wanita itu sudah keluar kembali.
"Hai... Kamu mau gak belikan aku sesuatu." ucap Queen ragu. Berjalan mendekati Queen. Dia duduk sembari melihat pelan kedua kaki Varo.
"Kamu pikir aku papamu. Seenaknya meminta uang padaku. Kamu buka siapa-siapaku. Jadi tidak usah sok manis. Atau, terlalu percaya diri meminta uang padaku." jawab Varo tanpa melirik ke arah Queen.
"Hmm.. Baiklah.. Oke.. Oke.. Aku minta maaf soal tadi. Tapi, aku pinjam uang kamu. Sedikit saja. Nanti jika pengawal aku kembali aku akan ganti uang kamu beberapa kali lipat." ucap Queen. Dia mencoba menggoda Varo. Meletakkan kepalanya di atas buku Varo. Mengedipkan matanya berklai- kali.
Varo berdnrgus kesal. Mendorong tubuh Queen menjauh darinya.
Queen menguntupkan bibirnya kesal. Menarik sudut bibirnya. Menciba untuk berpikir sejenak. "Aku yakin jika kamu punya uang. Tapi, karena aku orang lain kamu tidma.mau memvantuku." Queen mengeluarkan wajah sedihnya.
"Aku.. Punya uang.. " Varo erk3keh kecil. "Aku Nggak, punya uang," geram Varo menutup kembali buku yang baru saja dia baca.
"Ya, sudah aku akan bilang pada teman wanita kamu kemarin jika kamu tidak mau belikan aku baju. Dan suami aku ini galak padaku," rengek Queen mengancam. "Semua ornag disini tahu jika aku punya suami. Pasti mereka akan marah pada kamu. Karena kamu tidka mau tanggung jawab pada istrimu."
"Plaakk..." Varo memukul dahi Queen dengan bukunya.
"Bangun! Jangan mimpi terlalu jauh untuk jadi istriku." geram Varo.
Queen mengerjakan matanya. "Memang benar, sekarang aku istrimu. Jika kamu tidak mau belikan aku. Maka aku akan keluar. Lalu berteriak sama semua ornag jika aku fi nodai paksa olehmu."
"Perempuan tidka waras." geram Varo.
"Memangnya kamu mau beli apa. Bukanya baju sudah barusan."
Queen melangkah lebih dekat. Dia tersenyum manis menunjukkan gigi putihnya. Sembari berbisik pelan. "Belikan dalaman."
Kedua mata Varo hampir saja keluar dari kerangkanya.
"Eh.. Jangan-jangan... Oke. Aku akan turuti apa katamu," ucap Varo. "Tapi, kamu harus pergi dari sini."
"Enggak!"
"Kalau gak mau, aku tinggal bilang sama semua orang disini." ancam Queen.
Varo menghela napasnya kesal. "Oke baiklah." ucapnya terpaksa.
Queen tersenyum lebar, mengacup pipi kanan Varo, seketika membuat laki-laki itu berdiri kaku, mengerjapkan ke dua matanya terkejut.
"Apa yang barusan kamu lakukan?" Varo mendo4ong tubuh Queen menjauh darinya.
"Tanda terima kasih," Queen mencubit manja ke dua pipinya. Senyum lebar terlihat jelas, menunjukan gigi putihnya. Melihat senyum manis Queen Varo terdiam., terpukau melihat kecantikannya.
"Oya, aku ingin bilang sesuatu padamu," Queen menepuk pundak Varo. Mengejutkan Varo dari lamunanya. Dia mengernyitkan wajahnya merasa kesal jika dirinya di ganggu saat melamun.
"Apa?" jawab jutek Varo.
"Punya jaket, aku pinjam!!"
Varo menghela napasnya kasar, berjalan mengambil jaket di lemarinya. Melemparkan tepat di dekapan Queen.
"Makasih,"
"Buat apa?" tanya Varo.
"Nanti, jika kita keluar. Kau tiska mau terlihat seksi di depan laki-laki." jawab santai Queen. Dia segera memakai jaketnya. Menatap dirinya sendiri di balik cermin besar di depannya.
"Kita baru saja pergi ke mall. S3karang, kamu minta lagi. Setidaknya hargailah laki-laki. Emangnya aku punya uang. Aku yang punya rumah. Tiba-tiba kedatangan makhluk aneh. Yang terus membuat aku dapat masalah." sindir Varo. Dia beranjak berdiri. Memegang pergelangan tangan Queen.
"Tunggu! Kita mau kemana?: tanya Queen.
"Pasar."
Queen seketika melebarkan matanya. Lagian, dia tadi belum sempat kepikiran jika dia juga butuh dalaman untuk ganti.
------
Varo berjalan menuju ke sebuah pasar uang yang pas-pasan membuatnya pikir dua kali untuk naik taksi atau kendaraan lainya. Dengan langkah cepat, Queen berjalan cepat mengikutinya dari belakang. Sembari mengoceh gak jelas.
"Jangan tinggalkan aku," teriak Queen berlari kecil menghampiri Varo.
"Eh.. Kamu, apa gak bisa jalan di pelankan sedikit,"
"Gak bisa ini sudah mentok," pekik Varo.
--------
Langkah Queen terhenti saat melihat ada wnaita kecil yang di tindas oleh preman. Dia mengerutkan matanya, jingga dahinya ikut berkerut. Menatap detail apa yang mereka lakukan.
"Hai.. Gadis kecil, mana uang kamu.. Berikan padaku,"
"Maaf, tuan saya tidak punya uang,"
"Kamu tahu resikonya jika kamu tidak membayarnya,"
"I--iya tuan,"
Suara isakan tangis, membuat Queen menghentikan langkahnya, dia menoleh ke kiri. Melihat seorang gadis remaja di goda dengan para kelompotan orang berbaju hitam di kiri jalan.
Queen menghela napasnya kasar, tanpa banyak tanya, Queen segera berlari menyeberang jalan. Seakan jiwa wanitanya mulai meronta.
"Bawa dia, kita nikmati saja tubuhnya,"
"Jangan, tuan! Tolong lepaskan!" teriak gadis itu meronta, di saat ke dua tangannya di cengkeraman dua orang laki-laki yang terlihat sangat menakutkan.
Queen berlari secepat kilat, dan. Bruukkkk...
Wanita itu langsung melayangkan sebuah tendangan tepat mengenai bahu salah satu dari mereka hingga terpental menjauh. "Jangan sentuh wanita,"
Laki-laki di depannya mengibaskan bahunya bekas tendangan Queen. Dan semua tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Queen barusan.
"Ada wanita lagi, sok jagoan."
"Aku tidak mau melawan wanita,"
Queen menarik bibirnya sinis, tidak banyak bicara, menendang mulut orang yang berani menetawakannya, hingga tersungkur ke aspal.
"Jangan menertawakanku," wajah Queen yang semula penuh senyum kini berubah sangat menyeramkan. Banyaknya pengawal laki-laki itu menyerangnya, mencoba memukul menendang, tetapi mustahil Queen menepis serangan dengan tangan dan kakinya sangat cepat. Dia kembali sedikit mengangkat tubuhnya ke atas, mengeluarkan tendangan dengan kaki kanannya, berputar tepat mengenai kepala, membuat tubuh semua yang di samping laki-laki roboh di buatnya. Dia memetang lengan musuh, menariknya ke belakang. Menandang perut lawan, memukulnya bertubi-tubi.
"Lebih baik kita mundur," ucap para laki-laki itu menatap Queen dengan pandangan aneh dna meneliti sekujur tubuhnya.
"Ta--tapi..."
"Sudahlah, dari pada kamu mati dengan sekali tendangan denganya,"
Semua musuh terluka membaut Queen merasa bangga, menepuk-nepuk ke dua tanganya. Sembari tersenyum tipis.
Salah satu dari mereka mengeluarkan senjata tajam, hampir saja menusuk Queen dari belakang, dengan cepat dia menghindar, menendang tanganya, membuat senjata itu jatuh, ia menarik tangannya ke belakang. Dengan kaki menempel di punggungnya, dan Mendorong bahunya sedikit ke depan.
"Aw--"
"Jangan berani melukaiku, kanu tidak tahu siapa aku sebenarnya," bisik Queen, laku mendorong kasa bahu laki-laki itu hingga menyusul temannya tersungkur ke aspal penuh luka.
"Cepat pergi kalian!" bentak Queen. Membuat mereka lari terbiri-b***t.
Apa itu? Apa ini tanda pengenal mereka, sepertinya aku harus teliti. Nanti aku akan tanya pada ayah. Pasti dia tahu.
Pandangan Queen tertuju pada sebuah pin di bawah, ke dua matanya mengerut mengambil pin itu. Memasukan ke dalam kantong jaketnya.
"Heh.. Ternyata kamu di sini. Cepat pergi," Varo menarik tangan Queen, di tepis olehnya. Saat melihat seorang wanita yang semula dia tolong tadi tiba-tiba menangis.
"Bentar!" ucap Queen pada Varo. Dan berjalan mendekati wanita cantik di depannya.
"Kamu kenapa?" tanya Queen memegang ke dia lngin wanita itu.
Wanita itu mengusap air matanya dengan punggung tanganya. "Aku pasti akan di bunuh , gara-gara kamu melukai mereka."
Varo dan Queen kenatap wanita itu bersamaan. Dia melebarkan matanya dengan mulut sedikit menganga tak percaya.
"Di bunuh? Memangnya mereka siapa?"
"Ke--kelompok.... Mafia... Barat," ucap wanita itu lirih, menundukkan kepalanya dengan ke dua tangan saling mencengkeram erat.
Mafia? Barat? Sepertinya aku pernah tahu? Tapi siapa mereka? Ada hubungan apa dengan gadis ini. Kelompok mafia tidak punya aturan sama sekali. Kenapa dia ganggu wanita lemah seperti dia. Gumam Queen, melirik tajam dari ujung kepala hingga kakinya.
Sedangkan Varo, memalingkan wajahnya, menelan ludahnya kasar,, seakan dia tidak perduli dengan yang namanya krlompok mafia itu.
"Kamu tolong dia," Queen memukul bahu Viro.
"Sakit!!"
"Cowok, tapi lemah!" cibir Queen.
"Apa katamu? Lemah? Enak saja,"
"Ya, udah lindungi dia," decak kesal Queen.
Varo menarik tangan Queen menjauh dari wanita di depannya. Sembari berbisik pelan.
"Eh... Aku lindungi satu orang saja ribet. Minta ini itu, sekarang tambah lagi. Mau buat tambah hidup aku ribet lagi. Udah deh, itu bukan urusan kita. Itu masalah dia, lagian bukanya kamu tidak tahu apa masalah sebenarnya dia."
Queen menoleh menatap wanita yang dia tolong tadi, matanya berkeliling menatap sekujur tubuhnya.
"Dia anaknya lugu,"
Varo menghela napasnya. "Jangan nilai seseorang dari kuatnya. Orang lugu bisa jadi berbahaya bagimu. Dan kamu tidak tahu kehidupan dunia mafia di sini seperti apa. Sudah ikut aku pergi dati sini,"
Varo meraih tangan Queen, menariknya pergi meninggalkan wanita tadi.
"Apa sih! Aku mau tolong dia sendiri. Aku tidak tega melihatnya."
Varo terus menariknya hingga berjalan di sebuah lorong gedung-gedung tinggi, mendorong tubuhnya menyandar di tembok gendung. Dengan ke dua tangannya tepat menempel di samping kepala Queen.
"Lihatlah," ucap Varo, yang pertama di depannya, kini berdiri menempel di dinding tepat di sampingnya.
Queen menatap wanita tadi dari balik dinding. Ke dua matanya seketika melebar melihat semuanya.