Alex berdiam diri di kamarnya. Ia berdiri di atas balkon. Sembari menikmati kopi hangat yang baru saja dia buat sendiri. Sambil menatap pemandangan indah di luar rumah megahnya. Ditemani sinar rembulan dan bintang yang seakan tersenyum melihat kebahagiaan hatinnya.
Sebenarnya dia siap? Dia yang mulai masuk ke dalam kamarku lebih dulu. Tapi ternyata dia orang yang tak mudah di taklukkan. Apa motifnya? Apa dia hanya menggodaku? Tapi tidak mungkin. Dia saja terlihat cuek.
"Permisi tuan. Tuan Varo mencari anda." ucap asisten pribadinya.
"Suruh saj dia masuk."
"Baik, tuan."
Asistennya segera pergi. Dan Alex masih diam sesekali dia menyeduh kopi hangatnya.
"Ada apa juga dia datang ke sini." ucap Alex. Beranjak duduk.
"Alex... Apa kamu sedang memikirkan gadis itu?" tanya Varo.
"Tidak!" jawab Alex tanpa menatap ke arahnya.
"Bukanya dia itu unik. Jarang-jarang ada wanita yang ternyata menolakmu." bisik Varo. membuat ke dua pupil mata Alex melebar seketika.
Benar katanya? Baru kali ini ada wanita yang tidak suka dekat denganku? Tapi dia gak tahu aja. Kalau sebenarnya Angel pernah tidur denganku.
"Kamu suka tidak dengannya?" tanya Varo.
"Memangnya kenapa?" tanya Alex, menatap ke arah Varo.
"Kalau memang kamu tidak suka dengannya. Boleh buatku?" tanya Varo.
"Enggak!" tegas Alex
"Kenapa? Apa kamu tertarik dengannya. Bukanya kamu sendiri tidak suka dengan wanita."
"Iya.. Tetapi bukan berarti aku gay. Dan tidak tertarik dengan wanita." gumam Alex.
Varo tersenyum tipis. "Aku kira kamu memang gay." gumam Varo.
"Bukanya kamu yang tidak pernah sama sekali jatuh cinta?"
"Aku pernah jatuh cinta. Tapi di sakiti." ucap Varo. Duduk di depan Alex.
"Bukanya tahu sendiri. Aku tidak mudah jatuh cinta. Dan bukan berarti aku gay sama seperti kamu."
"Aku bukan gay!" tegas Alex.
"Kalau begitu apa? Bukanya aku belum pernah sama sekali melihatmu suka dengan wanita." ucap Varo. Meraih kopi Alex. Lalu menyeduhnya tanpa perduli itu sisa Alex.
"Kamu gak perlu tahu." jawab Alex. "Dan satu lagi. Jangan suka minum yang bukan milik kamu." sindir Alex.
Mereka berdua terus berbincang sampai tengah malam. Dna sudah jadi kebiasaan mereka yang smaa-sma memiliki wajah keras. Dan tidak mudah bergaul dengan orang lain.
------
Keesokan harinya.
"Vi...Bangun.. Kamu kerja gak?" tanya Angel. Mencoba membangunkan Vivi yang masih tertidur di atas. Karena memang ranjang mereka bertingkat. Vivi di atas dan Angel tidur di bawah.
"Apa, sih, Ngel. Aku masih ngantuk. Sepertinya aku tidak kerja lagi." gumam Vivi.
"Vivi... Cepatan bangun! Kamu mau bekerja dapat uang atau hanya santai-santai di kos. Jika kamu kehilangan pekerjaan kamu." ucap Angel sok bijak.
Vivi membuka matanya. Dia tersenyum menarik tubuhnya menatap ke arah Angel. "Angel, sayang. Kamu tahu gak, kalau memang aku itu suka kalau dapat uang. Tapi masalahnya, rasa malas aku entah kenapa jauh lebih besar." ucap Vivi kembali membaringkan tubuhnya lagi. Tubuhnya seakan enggak untuk bangun lebih dulu.
"Kalau kamu malas, ya, sudah. Aku bilang pada boss kamu. Kalau kamu suka malas-malasan saat bekerja." ucap Angel.
"Eh... Jangan-jangan. Kalau aku kehilangan pekerjaan. Gimana aku bisa makan nanti." Vivi beranjak duduk. Menatap ke arah Angel. Dia menciba untuk membuka matanya lebar. Meski ke dua matanya masih terasa sangat ngantuk.
"Apa kamu sudah mandi?" tanya Vivi memastikan. "Kenapa kamu sudah terlihat sangat rapi." lanjutnya. Vivi menatap sekujur tubuh Angel.
"Aku sudah mandi dan pastinya sudah siap berangkat kerja lagi. Memangnya kamu. Yang selalu sama malas." gerutu Angel. Dia segera duduk di ranjangnya. Sembari menatap jam tangan yang sudah melingkar di pergelangan tangannya. Masih kurang satu jam lagi. Dan itu masih sangat lama.
"Kamu berangkat jam berapa?" tanya Angel. Dan Vivi masih turun dari ranjangnya. Dan segera meraih handuk di belakang gantungan. Tempat cucian baju, di Balkon kamarnya.
"Ya, setengah 7 aku sudah berangkat. Tahu sendiri kalau aku jalan kaki. Kalau kamu?" tanya Vivi.
"Sebentar lagi aku berangkat. Ia menatap layar ponselnya sayang berada di dalam pengamanannya. Ingin sekali rasanya dia menghubungi Delon. Tetapi laki-laki itu belum menjelaskan padanya. Soal kejadian itu. Dan dirinya masih membuatnya sangat kecewa. Hari ini mulai bekerja. Pasti dia tidak akan mau berbicara padaku.
"Angel... Kenapa kamu melamun?" tanya Vivi.
"Oh, ya. Kemarin kamu pulang jam berapa? Dan boss aku itu dia ajak kamu kemana? Apa kalian uwu bareng. Atau jangan-jangan kalian...." Angel menutup mulut Vivi.
Angel menoleh ke arah Vivi. Dia mendorong tubuhnya hingga beranjak berdiri.
"Udah, jangan banyak tanya lagi. Cepat pergi. Aku gak mau jika kamu selalu berbicara aneh-aneh. Angel mendorong tubuh Vivi masuk ke dalam kamar mandi. Dan Angel yang sudah siap. Dia segera berangkat lebih dulu. Dan dirinya ini lebih suka jika naik taksi. Lagian kendaraan lain selain, taksi nanti. Dan bisa sampai di kantornya cepat waktu.
Jarak kantor dan kos-nya juga lumayan jauh. Masih setengah jam perjalanan.
"Vi... Aku berangkat dulu." teriak Angel.
"Eh.. Kamu gak tunggu aku?" tanya Vivi dari balik kamar mandi.
"Kerjaan kita memangnya satu arah?" tanya Angel yang gak tahu Vivi bekerja di mana.
"Enggak, sih. Udah sana pergi." ucap Vivi.
Angel segera pergi menuju ke sebarang jalan menunggu taksi. Bukanya taksi yang di dapatkannya. Sebuah mobil sport tiba-tiba berhenti tepat di depannya. Menghalangi langkahnya yang hampir saja sudah mendapatkan taksi.
Angel menghela napasnya kesal. Dia menggeser tubuhnya dan mencoba memanggil taksi lagi. Tetapi mobil itu terus menunggunya. Bahkan dia melakukan hal yang sama sampai berkali kali..
"Sialan... Apa yang di lakukan mobil ini. Apa dia memang sengaja menghalangi jalanku. Atau kemang dia ingin membuat aku mengeluarkan tanduk nantinya." umpat kesal Angel. Mengehentakkan kakinya berkali-kali.
Dia berjalan mengetuk pintu kaca mobil sangat keras berkali-kali.
"Woo.... Apa kamu gak punya jalan lain selain ganggu aku. Sekarang aku pasti terakhir kerja juga gara-gara kamu." ucap Angel.
Seorang laki-laki tampan turun dari mobilnya. Dia menoleh menatap ke arah Angel dengan tangan di atas mobilnya. Ke dua mata Angel melebar seketika saat mendapati jika Alex gang berdiri di depannya. Semula rasa kagumnya membuat di segera menariknya kembali.
"Ada apa?" tanya Alex gak mau kalah kesal.
"Singkirkan mobil kamu. Kau mau dari taksi."
"Kalau aku gak mau bagaimana," tanya Alex. Menarik bersamaan ke dua alisnya.
Angel menghela jadinya. Dia berjalan mendekati Alex. "Mau kamu apa sebenarnya? Kenapa kamu selalu menganggu hidup aku?" ucap Angel kesal.
"Siapa juga yang ganggu kamu. Lagian memangnya salah jika aku parkir mobil di sini tanya Alex. Dia meraih tangan Angel menarik hingga tepental tepat di depannya. Alex memegang pinggang kambing Angel.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Angel memastikan.
"Apa kamu lupa , kalau aku itu sedang ingin sesuatu darimu."
"Kamu lepaskan aku atau aku akan tampar?" pekik Angel.
"Silahkan!" Alex memberikan pipinya. dia semakin menarik dalam pinggang Angel masuk dalam rekamannya, dan. Plaakk.
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Alex. Dan untuk ke sekian kalinya Alex tiba-tiba tidak marah padanya. Dia bukan hanya tersenyum menyentuh pipinya. Santai menarik sudut bibirnya tipis.
"Apa cuma segitu tamparan kamu?" tanya Alex.
"Mau lagi?" tanya Angel menatap tajam Alex.
"Silahkan jika kamu berani menampar ku lagi." ucap Alex tanpa rasa takut. Angel segera mengangkat tangannya. Dan belum sampai menampar pipinya. Tangan Alex mencengkeram erat pergelangan tangan Angel. Mencegahnya untuk menaparnya kesekian kalinya.
Alex menarik semakin erat pinggang Angel. "Lepaskan aku, b*****h! " bentak Angel.
"Dasar m***m!" umpat kesal Angel.
Alex tertawa kecil. "Haha. Apa yang kamu katakan? Memangnya kamu tidak bisa melepaskan diri kamu sendiri." gumam Alex.
Angel terus memberontak. Dan masih saja tetap sama. Tubuhnya seakan terkunci tak bisa bergerak sama sekali.
"Lepaskan!" geram Angel.
"Ikut aku!" Alex menarik tangan Angel.
"Lepaskan aku! Aku sekarang mau berangkat kerja. Jadi jangan ganggu aku."
"Aku akan antarkan kamu." Alex terus menarik tangan Angel. Dia tak perduli jika wanita itu terus memberontak. Mencoba untuk melepaskan dirinya. Bahkan dia mencoba menendang Alex. Dan berkali-kali Alex bisa menghindarinya.
"Aku gak mau!" teriak Angel.
"Kamu menolak ajakan aku?" geram Alex.
"Lepaskan, aku! Atau aku akan teriak sekarang." ancam Angel.
"Teriak saja." ucap Alex tanpa rasa takut di wajahnya.
"Baiklah, kalau itu maumu." gumam Angel.
"Tolong.. Tolong... Tolong... teriak Angel menggema ke seluruh penjuru jalan. Membuat semua orang menatap ke arahnya. Lalu berlari mencoba menolongnya.
Angel berusaha untuk memberontak lagi. Namun dirinya hanya bisa diam. Sembari menunggu orang-orang menolongnya.
"Ada apa? Ada apa?" tanya beberapa orang yang mendekatinya.
"Ini, pak. Dia mau menculik. Dan kayanya dia mau jual aku." rengek Angel. Mengeluarkan wajah sedihnya. Dan bukanya takut, laki-laki di depannya itu tertawa terbahak-bahak. Ya, Alex terus tertawa tanpa takut sama sekali.
Angel mengerutkan keningnya. "Kenapa dia ketawa? Apa dia sudah gila?" gumam Angel dalam hatinya.
"Eh... Kalian percaya pada orang gila ini?" tanya Alex. Tak hentinya dia terus tertawa.
Angel hanya diam, baru kali ini semenjak bertemu dengan wajah dinginnya kemarin. Sekarang dia bisa melihat sisi lain yang berbeda darinya.
"Kalian tahu, jika dia adalan istriku. Dia memang tidak waras."
"Jadi benar dia suami kamu?" tanya salah satu orang di depannya.
"Bukan! Bukan! Sejak kapan aku punya suami."
"Bukanya kita baru menikah? Kamu sudah lupa." Alex melepaskan tangan Angel. Merangkul pundaknya.
"Kita itu suami, istri. Jadi memang ter-kadang dia sedikit lupa. Maklum, dia masih belum sepenuhnya pulih. Soalnya sedikit tidak waras Baru beberapa hari dia kehilangan orang tuanya."
"Oo.. Ya, sudah jaga istrinya." ucap orang itu dan beranjak pergi.
Alex tersenyum paksa menatap Angel. "Gimana? Apa mau kamu sekarang? Kamu mau teriak lagi?' tanya Alex. Angel menggeram kesal. Ia mengepalkan tangannya sangat erat.
"Emang kamu pikir aku tidak waras. Harusnya kamu yang tidak waras." gumam Angel. Menginjak kaki Alex sangat keras. Angel berlari pergi. Dia nenghentikan taksi yang kebetulan melintas di depannya. .
"Shittt.... Wanita sialan? Memangnya kamu pikir aku apa? Kamu gak akan bisa kabur dariku." tajam Alex.
------
Sampai di perusahaan. Angel berjalan terburu-baru masuk ke dalam. Sesekali dia melirik jam tangan yang melingkar di tangannya. Jarum jam menunjukan pukul 07.
Ini semua gara-gara laki-laki itu. Dia selalu saja menganggu hidupku. Apa gak bisa cari wanita alin. Lagian aku juga bodohnya. Kenapa bisa sampai tidur dengannya. Apa ini semua karena aku tak sadar. Semua juga gara-gara Elis. Kalau saja dia tidak ajak aku minum. Gak mungkin seperti ini. Gerutu Angel berjalan semakin cepat.
Dia segera duduk di meja ruang kerjanya. Ke dua matanya membulat saat melihat sebuah surat di atas meja. "Apa ini?" gumam Angel.
"Eh... Kamu masih masuk kerja?" tanya Elis tiba-tiba datang, dan sudah berdiri di sampingnya. Dengan ke dua tangan di lipat di dadanya.
"Memangnya kenapa? Lagian tidak ada yang melarangku kerja." jawab jutek Angel. Dia segera memulai kerjanya tanpa memperdulikan Elis yang masih berdiri.
Braakkk...
Elis menggebrak meja sangat keras. membuat Angel terkejut. Angel.menatap ke arah Elis. Dia beranjak beridiri. Mendorong tubuh Elis menjauh darinya.
"Apa sebenarnya maumu?" tanya Angel kesal.
"Kamu belum.sadar juga?" tanya Elis. Menarik ke dua alisnya. Tatapan tajamnya menusuk sampai mata Angel. Dan dia tak takut sama sekali.
"Kamu di panggil, ke ruangan, Delon sekarang." ucap Elis. Mending bahu Angel. Dan beranjak pergi dengan senyum sumringah di wajahnya. Sepertinya dia terlihat sangat senang. Dan entah kenapa Angel merasa sangat takut, dan gugup sekarang saat Delon memanggilnya.
Angel membuka tulisan kertas itu di atas meja. "Datanglah ke ruanganku jika kamu sudah datang. Delon."
"Oo jadi benar dia memanggilku. Tapi ada apa? Tidak seperti biasanya dia memanggil. Apa ada masalah? Atau dia tahu semuanya?" gumam Angel. Ia mencengkeram jemari tangannya yang terasa sangat dingin.
"Aku harus temui dia. Siapa tahu dia minta maaf soal kemarin." ucap Angel. Mencoba untuk tersenyum. Ia menarik napasnya dalam-dalam. Dan mencoba untuk tetap tenang. Merasa sudah tenang. Angel melangkahkan kakinya segera pergi menuju ke ruangan Delon. Sampai di depan pintu. Dia terlihat semakin gugup. Ke dua tangannya gemetar seketika.
Apa aku harus masuk ke dalam. Tapi kenapa, aku merasa sangat gugup. Kenapa aku merasa sangat takut sekarang. Gumam Angel.
Elis yang melintas di belakangnya. Ia mendorong tubuh Angel. Hingga dia masuk ke dalam ruangan Delon. Angel menoleh menatap tajam ke arah Elis. Dan wanita itu hanya tersenyum licik. Melambaikan tangan ke arahnya.
"Apa sebenarnya rencana dia? Kenapa dia selalu mengganggu. Apa dia masih belum bis terima. Kenapa? Aku juga sudah pergi dari rumahnya." gerutu Angel.
"Angel.. Sini." panggil Delon.
Angel mencengkeram erat tangannya. Ia menundukkan kepalanya. Berjalan dengan langkah ringan. Angel menghilangkan rasa gugupnya. Berdiri tepat di depan Delon.