Hari ini Crisstian jauh lebih bersemangat dari hari-hari sebelumnya, alasannya tentu saja karena hari ini adalah hari di mana dirinya akan melangsungkan pertemuan dengan Felix. Tentunya Crisstian tidak akan sendiri, tapi ditemani oleh Olivia yang berstatus sebagai sekretarisnya.
Crisstian dan Olivia datang secara bersamaan. Keduanya langsung berdiskusi, membahas materi yang nanti akan mereka bicarakan dengan Felix.
"Bagaimana perasaan kamu, Olivia?" Saat ini Crisstian dan Olivia dalam perjalanan menuju restoran.
Crisstian dan Felix sepakat untuk melakukan meeting di luar kantor, dan Crisstian mempercayakan masalah tempatnya pada Felix.
Felix akhirnya memilih sebuah restoran khas Italia.
"Biasa aja." Olivia sebenarnya sangat gugup, tapi Olivia mencoba untuk menyembunyikannya sekaligus mencoba untuk tetap terihat santai.
"Baguslah kalau begitu, saya pikir kamu gugup." Crisstian sebenarnya tahu kalau saat ini Olivia gugup.
Crisstian dan Olivia kembali berdiskusi.
Kali ini, Crisstian memutuskan untuk membawa supir. Masih ada banyak hal yang harus Crisstian dan Olivia bahas sebelum bertemu Felix.
2 jam sudah berlalu sejak Crisstian, Felix, dan Olivia melangsungkan pertemuan.
Pertemuan pertama Crisstian dan Felix sebagai rekan bisnis berlangsung lancar.
"Boleh saya bertanya?"
"Tentu saja, silakan." Crisstian ingin tahu, pertanyaan apa yang akan Felix ajukan padanya.
"Tapi ini bukan tentang masalah pekerjaan."
"Ok, sama sekali tidak masalah." Crisstian menanggapi santai ucapan Felix, lain halnya dengan Olivia yang terlihat sekali sangat tegang.
Sama seperti Crisstian, Olivia juga merasa sangat penasaran.
"Saya mendengar gosip kalau sampai saat ini, Anda belum memiliki kekasih, apa itu benar?"
Crisstian sama sekali tidak terkejut setelah mendengar pertanyaan Felix, tapi justru Olivialah yang terkejut.
"Sebenarnya saya sudah memiliki kekasih, tapi saya memutuskan untuk merahasiakan hubungan saya dengan kekasih saya." Crisstian menjawab pertanyaan Felix tanpa melirik Olivia.
Crisstian tidak mau melakukan kontak mata dengan Olivia karena takut kalau hal itu akan disadari oleh Felix.
Felix terkejut. "Ah, ternyata Anda sudah memiliki kekasih, saya pikir Anda belum memiliki kekasih."
Crisstian hanya tersenyum tipis.
"Tadinya saya berniat untuk memperkenalkan beberapa teman wanita saya pada Anda. Siapa tahu, salah satu teman saya berhasil memikat Anda."
"Saya tidak tertarik!" Dengan tegas Crisstian memberi penolakan.
Entah kenapa, Olivia merasa sangat lega setelah mendengar jawaban Crisstian.
Awalnya Olivia berpikir kalau Crisstian tidak akan menolak tawaran yang Felix berikan.
"Kenapa Anda merahasiakan hubungan Anda dengan kekasih Anda? Bukankah akan jauh lebih baik kalau Anda mempublikasikan hubungan Anda?"
"Alasan saya tidak mau mempublikasikan hubungan saya dengan kekasih saya karena itu adalah kesepakatan kita berdua. Saya rasa, untuk saat ini, lebih baik seperti ini." Crisstian menjawab santai pertanyaan Felix. "Anda sendiri, kapan akan memberi tahu orang-orang kalau seandainya Anda sudah menikah dengan wanita yang saat ini menjadi sekretaris saya?" Crisstian balik bertanya.
Sebelumnya Olivia terkejut dengan pertanyaan Felix pada Crisstian, lalu sekarang, Olivia terkejut karena pertanyaan Crisstian pada Felix.
Bukan hanya Olivia yang terkejut, tapi Felix juga terkejut.
"Pak, kita harus segera kembali ke kantor." Olivia langsung bersuara sesaat setelah Crisstian selesai berbicara. Olivia tidak mau mendengar jawaban Felix, karena Olivia takut kalau itu hanya akan melukai perasaannya.
"Kalau bisa, selamanya," jawab tegas Felix.
Jawaban Felix barusan berhasil melukai perasaan Olivia. Hatinya terasa sakit, lalu di saat yang bersamaan, dadanya juga terasa sangat sesak. Olivia benar-benar tak menyangka jika Felix akan berkata seperti itu.
Olivia meremas kuat tas yang saat ini ada dalam pangkuannya. Olivia tidak mau kalau Crisstian dan Felix melihat kesedihannya, jadi Olivia mencoba untuk tetap terlihat santai meskipun sebenarnya ia sangat ingin sekali menangis.
"Saya hanya mau orang-orang terdekat saya yang tahu tentang status saya yang sebenarnya sudah memiliki istri, dan saya harap, Anda tidak akan memberi tahu orang lain tentang hal tersebut." Felix mencoba mengintimidasi Crisstian melalui tatapan matanya.
Sayangnya, Crisstian sama sekali tidak merasa terintimidasi. Tatapan tajam yang Felix berikan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tatapan tajam kedua orang tuanya, terutama sang Daddy, Anton.
"Anda tenang saja, saya bukan tipe orang yang suka ikut campur urusan orang lain," jawab Crisstian sambil tersenyum tipis.
Crisstian tahu kalau Olivia ingin segera pergi, jadi Crisstian memutuskan untuk mengajak Olivia kembali ke kantor.
Saat ini, Crisstian dan Olivia sudah berada dalam mobil.
"Kenapa kamu dan Felix bisa menikah, Olivia?" Crisstian sudah tahu apa jawabannya, tapi Crisstian memutuskan tetap bertanya. Crisstian ingin tahu apa jawaban yang akan Olivia berikan.
"Kita berdua menikah karena di jodohkan, bukan karena saling mencintai." Tanpa sadar, Olivia yang sejak tadi melamun malah menjawab pertanyaan Crisstian dengan nada yang sama sekali tidak bersahabat.
Olivia memejamkan matanya, lalu mengumpat dalam hati. Olivia mengumpati dirinya sendiri yang barua saja menjawab pertanyaan Crisstian.
Crisstian yang tahu kalau saat ini suasana hati Olivia sedang tidak baik memilih untuk diam.
Olivia langsung membuka matanya saat yakin kalau mereka sudah memasuki area parkir basement. Seperti biasa, Crisstian memarkirkan mobilnya di dekat lift.
Crisstian lantas meminta sang supir untuk turun, jadi sekarang, di dalam mobil hanya ada Crisstian dan Olivia.
Crisstian juga memberi tanda pada petugas yang berjaga di depan lift untuk tidak mendekati mobilnya.
"Criss." Olivia menoleh ke arah Crisstian.
"Apa?"
"Buka pintunya." Olivia tidak bisa membuka pintu mobil yang masih dalam keadaan terkunci.
Crisstian menggeleng.
Olivia melotot. "Buka!"
Crisstian kembali menggeleng, kali ini sambil tersenyum lebar.
"Crisstian, buka!"
"Cium dulu," ucap Crisstian sambil menunjuk ke arah bibirnya.
"Enggak mau!" Tanpa pikir panjang, Olivia menolak permintaan Crisstian.
"Ya sudah," balas ketus Crisstian. Crisstian menyandarkan tubuhnya, lalu memejamkan kedua matanya.
Olivia mendengus, dan secara spontan, memukul paha Crisstian.
"Aw!" Jerit Crisstian sambil mengusap pahanya yang baru saja Olivia pukul dengan kekuatan penuh.
Crisstian menatap Olivia dengan raut wajah masam. "Kenapa di pukul sih? Sakit tahu?" tanyanya merajuk.
Olivia akan kembali memukul Crisstian, tapi Crisstian bisa menahan pergerakan tangan Olivia. "Jangan di pukul, sakit," ucap Crisstian lirih.
Olivia mendengus sambil menarik tangannya. "Buka pintunya."
Crisstian akhirnya membuka pintu mobil. Keduanya Crisstian keluar dari dalam mobil di waktu yang bersamaan.
Olivia tidak mau 1 lift bersama Crisstian jadi Olivia memilih untuk berdiri di depan lift yang berbeda.
Crisstian tahu kalau Olivia tidak mau 1 lift dengannya, tapi Crisstian memutuskan untuk pura-pura tak tahu.
Crisstian tetap berdiri di depan lift yang biasanya ia gunakan.
Kedua lift terbuka di saat yang bersamaan.
Crisstian langsung berlari memasuki lift yang sama dengan Olivia, dan langsung menekan tombol supaya lift tertutup.
Olivia tentu saja terkejut. "Crisstian!" Teriaknya tanpa sadar.
"Apa?" Balas Crisstian dengan raut wajah tengil.
Crisstian terus melangkah maju mendekati Olivia, dan secara refleks, Olivia melangkah mundur, menjauhi Crisstian.
Olivia menoleh ke belakang, mendengus karena kini dirinya tidak bisa lagi melangkah mundur.
Crisstian melingkarkan tangan kirinya di pinggang ramping Olivia, sedangkan tangan kanannya meraih tengkuk Olivia.
"Ke–" Kata-kata Olivia terpotong karena kini bibir Crisstian yang seksi sudah menempel di bibirnya.
Semuanya terjadi dengan sangat cepat, membuat Olivia tidak sempat menghindar.
Olivia melototkan kedua matanya, terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Olivia tidak bisa menghindar karena pergerakannya sangat terbatas.
Awalnya bibir Crisstian hanya menempel, tapi tak lama kemudian, Crisstian mulai menggerakan bibirnya, melumat bibir ranum Olivia.
"Sial! Bibirnya lembut banget!" Umpat Crisstian dalam hati. Sejak tadi pagi, Crisstian menahan diri untuk tidak menyentuh Olivia, dengan alasan kalau Crisstian tidak mau membuat mood Olivia berantakan.
Tangan kiri Crisstian tak tinggal diam. Crisstian membelai punggung Olivia dengan gerakan intens, sedangkan tangan kanannya kirinya mulai membelai paha Olivia yang tertutupi stoking hitam.
Setiap sentuhan yang Crisstian berikan berhasil memancing nafsu birahi Olivia.
Kedua mata Crisstian dan Olivia sama-sama terpejam.
Awalnya Olivia hanya diam, menikmati ciuman Crisstian, tapi semakin lama, Olivia mulai membalas ciuman Crisstian.
Crisstian tersenyum puas, luar biasa bahagia ketika Olivia mau membalas ciumannya.
Olivia mengalungkan kedua tangannya di leher Crisstian, melenguh ketika merasakan milik Crisstian sudah mengeras.
Olivia tiba-tiba memundurkan kepalanya yang secara otomatis membuat ciumannya dengan Crisstian terlepas.
"Kenapa hm?" tanya lirih Crisstian sambil membelai bibir bawah Olivia yang sedikit membengkak.
"Ada CCTV," jawab gugup Olivia ditengah deru nafasnya yang memburu.
Olivia seketika panik, takut kalau aksinya dan Crisstian barusan dilihat oleh petugas CCTV yang berjaga.
"CCTVnya tidak berfungsi Olivia." Crisstian tahu apa yang Olivia takutkan. Crisstian juga tidak akan berani mencium Olivia seandainya CCTV dalam keadaan berfungsi.
"Benarkah?"
"Tentu saja Olivia. Kamu pikir, saya akan membiarkan orang lain melihat kita?"
Olivia menjawab pertanyaan Crisstian dengan gelengan kepala.
"Lanjut?" Crisstian sudah tidak bisa menahannya lagi. Crisstian menginginkan Olivia.
Olivia tidak menjawab pertanyaan Crisstian. Olivia malah menyandarkan kepalanya di bahu Crisstian dengan mata terpejam.
Crisstian mengecup penuh kasih sayang ubun-ubun kepala Olivia.
"Kenapa? Kenapa aku harus mendapatkan kasih sayang dari kamu Crisstian, kenapa bukan dari Felix?" Olivia membatin, terus bertanya-tanya, kenapa harus Crisstian yang memberinya kasih sayang? Kenapa bulan Felix?
"Apa suatu saat nanti, Felix bisa memberinya kasih sayang seperti apa yang Crisstian lakukan sekarang?" Olivia berharap kalau suatu saat nanti, Felix akan memperlakukannya seperti seorang istri.
"Rapikan penampilan kamu, Olivia." Crisstian tiba-tiba melepas pelukannya.
Olivia terkejut. Olivia pikir, Crisstian akan melanjutkan apa yang sudah Crisstian mulai.
Dengan ragu, Olivia melepas pelukannya.
Crisstian segera berbalik membelakangi Olivia, dan mulai merapikan penampilannya, begitu juga Olivia.
Lift kembali begerak setelah sebelumnya laju lift sempat Crisstian hentikan.
Begitu lift terbuka, Crisstian langsung keluar dari dalam lift, di susul oleh Olivia.
Crisstian memasuki ruangannya, sedangkan Olivia menatap bingung kepergian Crisstian.
Entah kenapa, Olivia merasa jika Crisstian marah padanya, dan yang jadi pertanyaannya adalah, kenapa Crisstian marah padanya?
"Apa mungkin cuma perasaan gue aja?" gumam Olivia penuh kebingungan. "Mungkin cuma perasaan gue aja kali," lanjutnya sambil melangkah menuju meja kerjanya.
2 jam sudah berlalu sejak Olivia kembali bekerja, dan selama itu pula, Olivia tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pikiran Olivia terus tertuju pada Crisstian.
Alih-alih memikirkan ucapan Felix, Olivia malah memikirkan sikap Crisstian padanya beberapa saat yang lalu.
"Apa ya yang sedang dia lakukan sekarang?" Secara reflexs, Olivia menatap ke arah ruang kerja Crisstian. "Ya tentunya dia sedang bekerja bodoh," lanjutnya, mengumpat pada dirinya sendiri.
"Lebih baik lo fokus sama pekerjaan lo yang masih banyak." Atensi Olivia kembali tertuju pada dokumen-dokumen yang ada di hadapannya.
Jam pulang kantor akhirnya tiba.
Olivia merapikan meja kerjanya sambil sesekali melirik ke arah ruang kerja Crisstian. Tanpa sadar, Olivia berharap kalau Crisstian akan segera keluar dari ruangannya.
Oliva menatap jam yang melingkar indah di tangan kanannya, keningnya seketika berkerut ketika sadar kalau biasanya sejak 10 menit yang lalu, Crisstian sudah keluar dari ruang kerjanya.
Atensi Olivia kembali tertuju ke arah ruang kerja Crisstian. "Kenapa dia belum keluar juga?"
"Mungkin sebentar lagi." Olivia kembali melanjutkan kegiatannya, merapikan meja kerjanya.
Sayangnya, setelah Olivia selesai bebenah, Crisstian belum juga menunjukkan batang hidungnya.
Tanpa Olivia sadari, sebenarnya sejak tadi, Crisstian terus memantau Olivia melalui kamera CCTV yang terhubung ke komputernya.
Crisstian menyandarkan tubuhnya di kursi sambil memejamkan matanya.
"Kenapa kita harus bertemu sekarang, Olivia? Kenapa kita tidak bertemu dari dulu?" Seandainya saja dirinya dan Olivia bertemu 3 tahun 4 tahun yang lalu, pasti semuanya tidak akan seperti sekarang ini.
30 menit kemudian, lebih tepatnya setelah memastikan kalau Olivia pulang, barulah Crisstian keluar dari ruangannya.
Beberapa hari belakangan ini, Crisstian selalu pulang dalam keadaan ceria, jadi ketika hari ini Crisstian terlihat sangat murung, Sein selaku orang tua Crisstian tentu saja merasa sangat khawatir.
"Mom, Crisstian lelah, Crisstian ke kamar ya."
"Iya, istirahatlah, Sayang." Sebenarnya Sein ingin mengajukan banyak sekali pertanyaan pada Crisstian, tapi niat tersebut langsung Sein urungkan begitu mendengar ucapan Crisstian.
Crisstian pergi ke kamar, meninggalkan Sein sendiri di ruang keluarga.
"Duh, Crisstian kenapa ya?" Sein menatap Crisstian dengan raut wajah khawatir, dan Sein tidak akan bisa tenang sebelum tahu apa yang terjadi pada Crisstian.
Tak berselang lama kemudian, Anton datang.
"Dad, sini!"
Teriakan Sein mengejutkan Anton.
Anton bergegas menghampiri Sein. Anton menatap bingung Sein yang terlihat sekali sangat khawatir. "Ada apa, Mom?"
"Crisstian."
"Crisstian kenapa?"
"Dia terihat sekali sangat sedih, Dad."
"Crisstian sudah pulang?"
"Sudah, baru aja datang beberapa menit yang lalu, dan dia langsung pergi ke kamar."
"Daddy pikir Crisstian belum pulang."
"Tapi Dad, Crisstian sepertinya memiliki masalah, dia tampak murung, sekaligus terlihat sedih."
"Biarkan saja, Mom. Namanya juga manusia, pastilah punya masalah." Anton menanggapi santai ucapan Sein.
Jawaban yang Anton berikan tidak sesuai dengan harapan Sein. Sein menggerutu, lalu pergi meninggalkan Anton.
"Mom, mau ke mana?"
Sein mengabaikan teriakan Anton.
Anton yang tahu kalau Sein marah padanya hanya bisa
Crisstian baru saja membaringkan tubuhnya di sofa ketika ponselnya berdering. Crisstian meraih ponselnya, kembali menaruhnya di meja sesaat setelah melihat siapa orang yang baru saja menghubunginya.
Crisstian menatap atap kamarnya dengan pandangan menerawang.
Ponsel Crisstian kembali berdering. Crisstian yakin kalau orang yang menghubunginya masih sama seperti tadi, Olivia, jadi lagi-lagi Crisstian mengabaikannya.
Sebenarnya Crisstian ingin mengangkat panggilan dari Olivia. Crisstian ingin tahu, kenapa Olivia menghubunginya? Tapi sekuat tenaga, Crisstian menahan diri.
Crisstian melirik ponselnya ketika ponselnya sudah tak lagi berdering. Crisstian bernafas lega saat tahu kalau Olivia tidak lagi menghubunginya. Crisstian memutuskan mandi, dan setelah itu memilih untuk langsung istirahat.
Malam ini, Crisstian absen makan malam.
Sein tahu kalau suasana hati Crisstian sedang memburuk, jadi Sein tak memaksa Crisstian untuk ikut makan malam bersama.