Pagi ini, ketika terbangun dari tidurnya, Olivia tidak melihat Felix, padahal biasanya, ketika ia bangun tidur, sang suami masih tertidur pulas di sampingnya.
Kejadian tersebut selalu Olivia manfaatkan sebaik mungkin. Olivia tidak pernah bisa secara bebas menatap Felix, jadi ketika Felix masih tertidur pulas, Olivia selalu menyempatkan waktunya untuk memandang Felix.
Olivia baru saja akan beranjak menuruni tempat tidur ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka.
"Tumben banget jam segini udah mandi?" Olivia membatin, merasa sedikit bingung, karena memang biasanya, Felix akan bangun setelah dirinya bangun.
Olivia bergegas pergi menuju walk in closet untuk menyiapkan semua kebutuhan Felix, setelah itu barulah pergi mandi.
Saat Olivia selesai mandi, Felix sudah tidak ada di kamar.
"Apa dia sudah berangkat kerja?" Olivia seketika berpikir kalau Felix sudah pergi ke kantor.
Olivia segera bersiap-siap, setelah itu barulah pergi menuju ruang makan.
Begitu keluar dari lift, Olivia melihat Felix sedang duduk santai di sofa ruang keluarga.
Olivia yang awalnya berpikir kalau Felix sudah pergi ke kantor tentu saja merasa sangat senang begitu tahu jika sang suami belum pergi ke kantor.
Di saat yang sama, Ariana datang.
Olivia lantas mengajak Felix dan Ariana untuk sarapan bersama.
Saat ini, Felix, Olivia, dan Ariana sudah berada di ruang makan.
"Olivia bagaimana rasanya kembali bekerja?"
"Rasanya menyenangkan, Kak," jawab Olivia sambil tersenyum lebar.
"Baguslah kalau kamu menikmati kegiatan baru kamu," balas Ariana yang juga kini ikut tersenyum lebar.
Felix terlebih dahulu pergi ke kantor, selang beberapa menit kemudian, barulah Olivia pergi ke kantor.
***
Hari ini, Stevani berangkat ke kantor lebih pagi dari biasanya. Alasannya tentu saja karena Steveni ingin melihat Olivia.
Ketika sedang menunggu Olivia di loby kantor, Stevani bertemu Sesil yang baru saja datang.
"Lo ngapain ada di sini?" Sesil menatap bingung Stevani.
Stevani meminta Sesil mendekat.
Sesil yang tahu kalau Stevani ingin berbisik langsung mendekatkan telinganya pada Stevani.
"Gue lagi nungguin Olivia."
Jawaban Stevani mengejutkan Sesil.
"Lo ngapain nungguin dia?" Sesil balas berbisik.
Suasana loby kantor pagi ini sangat ramai, Stevani dan Sesil yang sama-sama tidak mau jika ucapan mereka akan didengar oleh rekan kerja mereka yang lain terpaksa harus berbisik-bisik.
"Ya gue cuma mau lihat dia dari jarak dekat aja sih."
"Itu bukannya mobil yang kemarin sore kita lihat ya?" Tanpa sadar, Sesil menunjuk ke arah mobil sedan yang baru saja melewati loby kantor.
Stevani langsung menolehkan kepalanya ke belakang. "Iya ya, itu kan mobil yang kemarin kita lihat."
"Sepertinya Olivia lebih suka turun di basement dari pada di loby."
"Sepertinya memang begitu," sahut lirih Stevani.
"Sial! Gue jadi enggak bisa ketemu langsung sama Olivia." Dalam hati, Stevani mengumpat, kesal karena rencananya gagal total.
Sesil langsung mengajak Stevani ke lantai di mana ruang kerja mereka berada.
Olivia baru saja keluar dari mobil ketika mobil milik Crisstian datang.
Olivia yang awalnya akan memasuki lift langsung mengurungkan niatnya, dan memilih untuk menunggu Crisstian.
"Selamat pagi, Pak."
"Pagi," balas singkat Crisstian.
Crisstian dan Olivia lantas memasuki lift.
Lift baru saja tertutup ketika ponsel milik Crisstian berdering.
Crisstian meraih ponselnya, menghela nafas panjang ketika melihat nama yang kini tertera di layar ponselnya.
Crisstian malas mengangkat panggilan dari Crisstina, tapi tahu kalau Crisstina tidak akan berhenti menghubunginya sebelum ia mengangkat panggilannya.
Dengan perasaan malas, Crisstian mengangkat panggilan Crisstina.
"Ada apa?"
"Kakak di mana?"
"Kantorlah, di mana lagi?" Crisstian menjawab ketus pertanyaan Crisstina.
Crisstian dan Crisstina terus mengobrol sampai akhirnya lift terbuka.
Olivia terlebih dahulu keluar dari lift, di susul Crisstian.
Olivia pergi menuju meja kerjanya, begitu juga Crisstian yang langsung memasuki ruangannya.
Hari ini Olivia tidak bisa fokus bekerja. Olivia terus memikirkan tentang kejadian tadi malam, ketika Felix keluar dari kamar.
Olivia sudah mencoba berpikir positif. Meyakinkan dirinya sendiri kalau Felix dan Ariana tidak bertemu.
Olivia sedang melamun ketika telepon yang ada di atas meja kerjanya berbunyi.
Olivia terkejut, tapi dengan cepat segera meraih gagang telepon.
"Ke ruangan saya, sekarang!" Dengan tegas, Crisstian memberi perintah.
Olivia baru saja akan menanggapi ucapan Crisstian ketika secara sepihak, Crisstian mengakhiri sambungan telepon.
Olivia hanya bisa menghela nafas, seketika merasa sangat penasaran karena Crisstian terdengar sekali sangat marah.
Olivia terlebih dahulu merapikan penampilannya, setelah itu barulah pergi memasuki ruang kerja Crisstian.
Olivia melangkah mendekati meja kerja Crisstian dengan perasaan luar biasa gugup.
Crisstian mendongak, menatap tajam Olivia yang kini sudah berdiri di hadapannya. "Apa kamu tidak bisa bekerja?" tanyanya tegas.
"Ma-maksud, Bapak?"
Crisstian tidak menjawab pertanyaan Olivia, tapi malah melemparkan dokumen yang baru saja ia periksa. "Saya meminta kamu untuk memeriksa dokumen ini secara teliti, Olivia!"
Crisstian berbicara dengan nada tinggi, dan itu membuat Olivia terkejut. Ini adalah kali pertama Crisstian membentak Olivia selama Olivia bekerja sebagai sekretaris Crisstian.
"Tapi setelah saya periksa ulang, masih ada banyak kesalahan," lanjut Crisstian dengan nada yang masih tinggi.
"Ma-maafkan saya, Pak," ucap Olivia terbata.
Olivia lantas menundukkan wajahnya, tidak berani menatap Crisstian yang terlihat sekali sangat marah.
Olivia tidak akan membela diri, karena Olivia sadar kalau dirinya memang bersalah.
Crisstian menghela nafas panjang, kemudian mengendorkan ikatan dasi di lehernya yang terasa sangat mencekik.
Crisstian melangkah mendekati Olivia.
Sekarang Crisstian sudah berdiri tepat di hadapan Olivia.
"Ada apa?" Crisstian yakin kalau pasti ada alasan kuat kenapa hari ini Olivia tidak bisa fokus pada pekerjaannya, mungkin Olivia ada masalah dengan Felix.
Pertanyaan bernada lemah lembut Crisstian membuat perasaan Olivia semakin sedih.
Olivia tidak mampu menjawab pertanyaan Crisstian, karena jika ia menjawab pertanyaan Crisstian, maka isak tangisnya pasti akan terdengar.
Olivia menggelengkan kepalanya sambil menyeka air mata yang kini mulai jatuh membasahi wajahnya.
Crisstian langsung memeluk Olivia. "Jangan menangis," bisiknya lemah lembut.
Olivia terkejut, tapi tidak menolak pelukan Crisstian karena memang yang saat ini Olivia butuhkan adalah sebuah pelukan.
Pelukan hangat dari Crisstian malah membuat tangis Olivia malah semakin menjadi.
Crisstian tidak lagi bertanya, dan memilih untuk terus memeluk Olivia.
Crisstian lantas menuntun Olivia untuk duduk si sofa tanpa melepaskan pelukannya.
"Menangislah," bisik Crisstian sesaat setelah mengecup pelipis Olivia.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Crisstian membatin, benar-benar merasa sangat penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada wanita dalam pelukannya saat ini.
Olivia meremas kuat kemeja yang Crisstian gunakan menggunakan kedua tangannya.
Semakin lama, tangisan Olivia semakin tak terdengar.
"Udah puas nangisnya?" Crisstian akhirnya bersuara ketika tak lagi mendengar suara tangisan Olivia.
Olivia menjawab pertanyaan Crisstian hanya dengan anggukan kepala.
Crisstian melerai pelukannya.
Meskipun enggan, mau tak mau, Olivia menjauhkan wajahnya dari bahu Crisstian, tapi tetap menundukkan kepalanya.
Crisstian merangkum wajah Olivia menggunakan kedua tangannya, lalu menyeka air mata yang membasahi wajah Olivia dengan ibu jarinya.
"Kepala kamu pasti pusing, jadi sebaiknya kamu istirahat aja." Crisstian tidak mau Olivia kembali bekerja.
"Ak–" Olivia tidak bisa melanjutkan ucapannya karena jari telunjuk Crisstian kini sudah menempel di bibirnya.
"Jangan menolak, Olivia," ucap tegas Crisstian. "Sebaiknya hari ini kamu tidak perlu bekerja, karena saya takut kalau pekerjaan kamu nanti malah akan semakin berantakan."
"Baiklah." Setelah mendengar ucapan Crisstian yang memang benar adanya, Olivia akhirnya setuju untuk istirahat.
Olivia tidak mau malah menambah beban pekerjaan Crisstian yang sudah sangat banyak.
Crisstian berdiri, kemudian mengulurkan tangan kanannya pada Olivia.
Olivia tidak langsung menerima uluran tangan Crisstian.
"Seandainya saja ini tangan kamu, Felix." Olivia membatin, malah berharap kalau Felixlah yang saat ini mengulurkan tangannya.
Membayangkan itu semua membuat hati Olivia terasa semakin sakit.
"Olivia!" Crisstian akhirnya menegur Olivia.
Olivia tersadar dari lamunannya. "Maaf karena aku malah melamun," ucapnya dengan perasaan tak enak.
"Tidak apa-apa, ayo."
Olivia menerima uluran tangan Crisstian.
Crisstian membawa Olivia ke ruangan tempat di mana biasanya ia istirahat.
Olivia terkejut, tapi tak menolak ketika Crisstian membawanya menuju ruangan yang keberadaannya baru saja Olivia ketahui.
"Tidurlah."
"Di sini?"
Crisstian mengangguk. "Iya, di sini."
Olivia langsung menggeleng, menolak untuk tidur di kamar Crisstian.
"Kenapa?"
"Aku enggak mau tidur di kamar kamu."
"Terus kamu mau tidur di mana?"
Olivia diam, tak bisa menjawab pertanyaan Crisstian.
Crisstian berbalik menghadap Olivia. "Aku tidak mau kamu tidur di sofa ruang kerja aku, karena aku takut kalau nanti ada yang datang ke ruangan aku. Kamu akan jauh lebih aman kalau tidur di sini Olivia."
"Baiklah." Lagi-lagi Olivia setuju dengan saran yang baru saja Crisstian berikan.
"Bagus," balas Crisstian sambil tersenyum lebar.
Olivia pamit pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
Setelah memastikan kalau Olivia memasuki kamar mandi, Crisstian keluar dari kamar.
Crisstian keluar dari kamar bertepatan dengan Steve yang baru saja memasuki ruang kerja Crisstian.
"Maaf Tuan, apa Anda tahu ke mana Olivia pergi?"
"Olivia sedang tidak enak badan, jadi saya memintanya untuk istirahat."
"Ah begitu," sahut pelan Steve.
"Tidak masalah kan kalau Olivia tidak ikut meeting bersama kita?"
"Sama sekali tidak masalah, Tuan."
"Ok, kalau begitu ayo kita pergi."
Crisstian dan Steve pun pergi menuju ruang meeting.
Semua orang menoleh ke arah pintu yang baru saja terbuka.
"Loh, kok Olivia enggak ada?" Stevani tentu saja bingung ketika tak melihat Olivia datang bersama Crisstian dan Steve, karena setahunya, seharusnya Olivia ikut meeting kali ini.
"Apa semua orang sudah berkumpul?" Steve bertanya pada manager konstruksi.
"Sudah, Pak," jawab Cia, sang manager konstruksi.
"Kalau begitu, mari kita mulai meetingnya."
Meeting pun di mulai, dan berjalan selama hampir 2 jam.
Saat ini, Crisstian dan Steve sudah berada dalam lift. Keduanya sedang mengobrol, membahas hasil meeting yang baru saja selesai.
Obrolan antara Crisstian dan Steve langsung terhenti begitu lift sudah terbuka.
Crisstian terlebih dahulu keluar dari lift, di susul oleh Steve yang berjalan tepat di belakang Crisstian.
Meja kerja Olivia masih kosong, membuat Crisstian yakin kalau sampai saat ini, Olivia masih tidur.
Steve kembali ke ruangannya, begitu juga Crisstian.
Crisstian langsung pergi menuju kamar setelah mengunci pintu ruang kerjanya.
Begitu membuka pintu kamar, Crisstian mendapati Olivia yang baru saja terbangun dari tidurnya.
"Hai," sapa Crisstian sambil tersenyum lebar.
"Hai," balas Olivia dengan suara serak khas bangun tidur.
Tanpa menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, Olivia merubah posisinya menjadi duduk bersandar di kepala ranjang.
"Bagaimana perasaan kamu, Olivia?" tanya Crisstian yang kini sudah duduk di pinggir tempat tidur.
"Jauh lebih baik," jawab Olivia sambil tersenyum tipis.
Ya, Olivia merasa jauh lebih baik setelah tertidur.
"Syukurlah." Selama meeting, Crisstian terus memikirkan Olivia. Crisstian takut kalau Olivia kembali menangis begitu ia tinggalkan.
Crisstian memberi Olivia segelas air.
Olivia meminum air tersebut sampai habis.
"Sial! Bibirnya sangat menggoda!" Dalam hati Crisstian mengumpat sambil terus menatap ke arah bibir ranum Olivia.
"Ada apa?" Olivia sadar kalau Crisstian sedang memperhatikannya, dan itu membuatnya gugup.
"Tidak ada," jawab cepat Crisstian sambil memalingkan wajahnya ke arah lain, tapi selang beberapa detik kemudian, Crisstian kembali menatap ke arah Olivia.
"Ka–" Olivia tidak bisa melanjutkan ucapannya karena kini bibir Crisstian sudah menempel di bibirnya.
Awalnya bibir Crisstian hanya menemepel di bibir ranum Olivia, tapi ketika merasa tak ada penolakan dari Olivia, barulah Crisstian berani melumat bibir Olivia.
"Damt! Bibirnya manis dan lembut." Umpat Crisstian dalam hati.
Crisstian menarik Olivia, merangkum wajah Olivia menggunakan tangan kanannya, sebelum akhirnya memiringkan wajahnya supaya dirinya bisa dengan mudah menyecap bibir ranum sang kekasih.
Olivia melototkan kedua matanya, terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, bahkan kini jantung Olivia pun berdebar lebih cepat dari sebelumnya.
Dengan tangan bergetar, Olivia mendorong Crisstian.
Crisstian meraih kedua tangan Olivia, kemudian menautkan jari-jemarinya dengan jemari lentik Olivia.
Crisstian mendorong Olivia sampai akhirnya Olivia terlentang, membuat posisi Crisstian berada tepat di atas tubuh Olivia.
Sekarang tubuh Crisstian dan Olivia sudah benar-benar menempel, membuat Olivia bisa merasakan betapa kerasnya kejantanan Crisstian saat ini.
"Aahh...." Desahan seksi Olivia lolos ketika ciuman Crisstian semakin dalam.
Crisstian tidak mau Olivia menolaknya, jadi dengan cepat, Crisstian mencoba untuk membangkitkan gairah Olivia. Tangan kanannya meremas-remas kedua p******a Olivia secara bergantian, sedangkan tangan kirinya Crisstian gunakan untuk menahan bobot tubuhnya.
Sentuhan Crisstian berhasil membuat kewarasan Olivia semakin menipis.
Olivia tampak tegang, tapi perlahan namun pasti, Olivia mulai rilexs, dan menikmati setiap sentuhan yang Crisstian lakukan.
Olivia mengalungkan kedua tangannya pada leher Crisstian, meremas rambut Crisstian yang ternyata sangat halus.
Remasan yang Olivia lakukan berhasil membuat gairah Crisstian semakin melambung tinggi.
Awalnya Olivia hanya diam, tapi kini, Olivia mulai membalas ciuman Crisstian.
Gerakan Olivia yang kaku membuat Crisstian semakin yakin kalau Olivia dan Felix jarang berciuman.
Mendapat respon positif dari Olivia tentu saja membuat Crisstian semakin yakin untuk melanjutkan kegiatannya.
Suara dari bibir Crisstian dan Olivia yang saling melumat satu sama lain semakin terdengar jelas, membuat akal sehat keduanya semakin menipis, terutama Crisstian.
Olivia memukul bahu Crisstian, memberi tahu Crisstian jika dirinya mulai kesulitan dalam bernafas.
Crisstian menjauhkan wajahnya, membuat tautan bibirnya dan Olivia terlepas.
Crisstian menyeka salivanya yang tertinggal di bibir bengkak Olivia, setelah itu Crisstian menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Olivia.
Deru nafas Crisstian dan Olivia sama-sama memburu.
"Eungh...." Crisstian mengerang, merasa frustasi dengan apa yang baru saja terjadi.
"Aku tidak bisa berhenti Olivia," bisik Crisstian sambil menuntun tangan kanan Olivia ke arah kejantanannya.
Olivia yang masih mengisi pasokan udara di paru-parunya hanya diam, tapi kedua matanya melotot begitu bisa merasakan secara langsung betapa tegangnya kejantanan Crisstian.
"Lanjut atau berhenti?" Crisstian berdiri, dan tanpa menunggu jawaban dari Olivia, Crisstian melepas satu persatu kancing kemejanya, sebelum akhirnya melemparkan kemejanya ke sembarang arah.
Lagi-lagi Olivia hanya diam, bukannya menjawab pertanyaan Crisstian, Olivia malah terus memperhatikan tubuh Crisstian.
"Damt! Otot perutnya sangat sempurna!" Dalam hati, Olivia memuji tubuh atletis Crisstian, sekaligus bertanya-tanya, berapa kali dalam 1 minggu Crisstian berolahraga? Olivia yakin kalau Crisstian rajin berolahraga, karena bentuk tubuh yang saat ini Crisstian miliki hanya bisa didapatkan dengan olahraga rutin.
Crisstian memiliki 8 roti sobek, membuat Olivia ingin sekali menyentuhnya.
Crisstian tersenyum lebar, merasa bangga pada dirinya sendiri ketika melihat tatapan kagum Olivia.
"Apa kamu menyukainya, Olivia?" Crisstian bertanya dengan salah satu alis terangkat.
"Ya, aku menyukainya," jawab pelan Olivia sambil memalingkan wajahnya yang merah merona ke arah lain.
Olivia malu karena tertangkap basah sedang mengagumi tubuh atletis Crisstian.
Crisstian terkekeh, lalu kembali menaiki tempat tidur. Crisstian hanya melepas kemejanya, sedangkan tubuh bagian bawahnya masih tertutupi celana.
"Bisa kita mulai?"
Olivia diam.
Dengan gerakan sensual, Crisstian melepas rok yang Olivia gunakan.
Olivia memilih untuk memejamkan matanya, pasrah dengan apa yang selanjutnya akan terjadi.
Olivia ingin menolak, tapi tubuhnya berkata lain. Tubuhnya menginginkan sentuhan Crisstian, bahkan kini Olivia bisa merasakan betapa basah miliknya.
Crisstian tersenyum tipis, senang karena Olivia tidak menolaknya.
Olivia menggigit kuat bibirnya tat kala jari-jemari kedua tangan Crisstian membelai pahanya. Secara refleks, Olivia merapatkan kedua kakinya, tapi dengan cepat, Crisstian menahannya.
"Basah, Baby," ucap Crisstian dengan suara serak.
Wajah Olivia semakin merah merona, malu karena kini Crisstian juga tahu, dirinya sangat menginginkan Crisstian.
Crisstian mulai memposisikan dirinya di atas tubuh Olivia.
Olivia membuka matanya, menatap Crisstian dengan pandangan sayu. "Pelan-pelan, Criss," bisiknya parau.
"Tentu saja, Baby." Crisstian meminta Olivia membuka lebar kakinya, dan Olivia menuruti permintaan Crisstian.
Tanpa sadar, Olivia mencengkram kuat bahu Crisstian.
"Rilexs, Baby." Crisstian bisa merasakan betapa tegangnya Olivia saat ini.
Olivia menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan.
Saat merasa kalau Olivia jauh lebih rilexs, barulah Crisstian berani untuk melanjutkan kegiatannya.
"Aahh...." Tanpa sadar, Olivia mendesah ketika akhirnya dirinya dan Crisstian kembali menyatu, begitu juga Crisstian.
Crisstian mengecup kening Olivia. "Apa rasanya masih sakit?" bisiknya tepat di depan wajah Olivia.
"Iya, rasanya masih sakit." Olivia meringis, dan tanpa sadar, mulai menggerakkan tubuhnya, merasa tidak nyaman.
Jawaban Olivia membuat Crisstian semakin yakin kalau Olivia dan Felix tidak berhubungan intim setelah dirinya dan Olivia terakhir kali melakukannya di hotel.
"Awalnya memang sakit, tapi nanti, kamu pasti akan menyukainya, Baby."
Pinggul Crisstian mulai bergerak naik turun, dan ketika melakukan itu semua, Crisstian terus menatap Olivia, memperhatikan ekspresi wajah sang kekasih.
Awalnya Olivia meringis kesakitan, tapi semakin lama, ringisan Olivia berganti menjadi desahan. Desahan yang membuat nafsu birahi Crisstian semakin membara.
Untuk kedua kalinya, Crisstian dan Olivia melakukan hubungan intim.
Ini bukan kali pertama dirinya dan Olivia melakukan hubungan intim, tapi Crisstian merasa jika yang kali ini rasanya jauh lebih nikmat, alasannya tentu saja karena kali ini, Olivia sepenuhnya sadar, tidak dalam keadaan mabuk seperti sebelumnya.
"Terima kasih, Baby," bisik Crisstian sesaat setelah mengecup kening Olivia yang penuh keringat.
Crisstian menyingkir dari atas tubuh Olivia.
Olivia langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya.
Crisstian menuruni tempat tidur, lalu memperhatikan Olivia.
Olivia memejamkan kedua matanya, enggan melihat Crisstian yang kini telanjang bulat, dan sedang menatapnya.
"Kita harus mandi." Tanpa menunggu tanggapan dari Olivia, Crisstian menyibak selimut yang menutupi tubuh telanjang Olivia, lalu menggendong Olivia, membawa Olivia menuju kamar mandi.
Crisstian masih belum puas, tapi Crisstian tahu kalau Olivia kelelahan, jadi Crisstian dan Olivia benar-benar hanya mandi.
Sekarang Crisstian dan Olivia sudah kembali berpakaian.
"Lapar?"
Olivia yang sedang sibuk mengeringkan rambutnya hanya mengangguk.
"Kamu mau makan apa?" Crisstian mendudukkan dirinya di sofa dengan ponsel yang kini ada dalam genggaman tangan kanannya.
"Terserah kamu aja."
Crisstian tidak lagi bertanya, dan langsung memesan makanan untuknya dan juga Olivia.
Seusai menikmati makan siang bersama, Crisstian kembali bekerja, begitu juga Olivia.
Awalnya Crisstian melarang Olivia untuk kembali bekerja, tapi Olivia memaksa.
Crisstian yang tidak mau berdebat dengan Olivia akhirnya mengizinkan Olivia untuk kembali bekerja.
Hari ini Crisstian memutuskan untuk lembur karena pekerjaan di kantornya masih sangat banyak. Olivia ingin menemani Crisstian lembur, tapi Crisstian menolak dan meminta Olivia untuk pulang.
Olivia akhirnya tiba di mansion setelah menempuh perjalanan selama hampir 10 menit lamanya.
Selama perjalanan pulang, Olivia terus memikirkan tentang apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Crisstian. Olivia menyesalinya.
Langkah kedua kaki Olivia sontak terhenti begitu telinganya mendengar suara tawa Ariana.
"Kak Ariana ketawa sama siapa?" Olivia kembali melanjutkan langkah kedua kakinya, menghela nafas lega begitu tahu kalau alasan Ariana tertawa karena tayangan televisi.
Awalnya Olivia berpikir kalau Ariana sedang tertawa bersama Felix.
Olivia seketika merasa sangat bersalah karena tadi sudah berpikir yang tidak-tidak tentang Ariana.
Kedatangan Olivia disadari oleh Ariana.
Ariana tersenyum, begitu juga Olivia.
Olivia menghampiri Ariana yang kini berdiri untuk menyambut kepulangan sang adik.
"Apa Felix sudah pulang?" tanya Olivia sambil mengedarkan pandangannya segala penjuru mansion.
"Felix belum pulang, Olivia."
Olivia baru saja akan menanggapi ucapan Ariana ketika kemudian mendengar suara mobil milik Felix memasuki halaman mansion.
"Nah itu dia baru pulang," ucap Ariana sambil tersenyum lebar.
Tanpa sadar, Olivia memperhatikan ekspresi wajah Ariana. "Kenapa Kak Ariana terlihat sangat bahagia?"
Ariana yang sadar kalau sedang Olivia perhatikan menatap sang adik dengan raut wajah bingung. "Kenapa, Olivia?"
Cepat-cepat, Olivia menggelengkan kepalanya. "Enggak apa-apa kok, Kak," jawabnya sambil tersenyum tipis.
Olivia lantas pamit untuk menyambut kepulangan Felix, sedangkan Ariana memutuskan untuk kembali menonton televisi.
Ketika berhadapan langsung dengan Felix, Olivia seketika merasa sangat bersalah, sekaligus merasa sangat hina karena sudah bermain gila dengan Crisstian.