Sesil bergegas keluar dari dalam lift yang baru saja terbuka.
"Stevani mana?" Sesil bertanya pada salah satu rekannya ketika tidak melihat Stevani duduk di balik meja kerjanya.
"Gue di sini," sahut Stevani yang baru saja datang.
Sesil menolehkan kepalanya ke belakang, lalu berlari mendekati Stevani.
Stevani menatap bingung Sesil. "Lo kenap sih?"
Raut wajah Sesil yang terlihat sekali sangat panik membuat Stevani jadi bertanya-tanya, apa yang baru saja terjadi?
"Gue punya informasi penting," bisik Sesil tepat di telinga kanan Stevani.
"Informasi penting tentang apa?" Stevani semakin penasaran.
Sesil tidak langsung menjawab pertanyaan Stevani. Sesil malah menuntun Stevani ke tempat yang sepi. Sesil tidak mau jika ucapannya didengar oleh rekan-rekan kerjanya yang lain.
"Lo punya informasi penting tentang apa sih?" tanya Stevani tidak sabaran.
"Ini tentang CEO kita?"
"Maksud lo Pak Crisstian?"
"Iya, lah, siapa lagi? CEO kita kan memang Pak Crisstian."
"Pak Crisstian kenapa?" Kedua mata Stevani tampak berbinar ketika menyebut nama Crisstian.
"Lo tahu kan kalau sekretaris Pak Crisstian itu baru?"
"Ya tahu lah." Stevani luar biasa bahagia ketika tahu kalau Bella mengundurkan diri dari posisinya sebagai sekretaris Crisstian, dan lebih bahagia lagi begitu tahu apa alasan Bella mengundurkan diri.
Stevani sempat berpikir kalau Crisstian dan Bella menjalin hubungan asmara, jadi begitu tahu kalau ternyata Bella akan menikah, Stevani luar biasa bahagia, karena apa yang ia takutkan sama sekali tidak terjadi.
Stevani sempat berharap kalau Crisstian akan memperkerjakan seorang pria untuk menjadi sekretaris barunya, tapi sayangnya, harapan Stevani tidak terkabul. Perasaan Stevani kembali tak karuan saat tahu kalau sekretaris baru Crisstian adalah seorang wanita.
"Lo udah pernah ketemu belum sama sekretarisnya yang baru?"
Stevani menggeleng. "Belum pernah, emangnya kenapa sih?"
"Gue baru aja makan di luar, dan tadi gue ketemu sama mereka di tempat parkir."
"Maksud lo apa sih? Mereka? Mereka siapa?" Ucapan Sesil yang sejak tadi berbelit-belit malah membuat bingung Stevani.
"Tadi gue ketemu sama Pak Crisstian dan sekretarisnya, gue yakin banget kalau mereka berdua baru aja pergi makan siang bareng."
"Apa lo yakin?" Stevani langsung memelototkan kedua matanya, dan tanpa sadar bertanya dengan nada tinggi.
Teriakan Stevani barusan mengejutkan orang-orang yang di sekitarnya, termasuk Sesil.
"Maaf gengs," ucap Stevani pada rekan-rekan kerjanya yang pasti merasa terganggu begitu mendengar teriakannya.
Atensi Stevani kembali tertuju pada Sesil. "Sel, apa lo yakin kalau Pak Crisstian baru aja makan siang sama sekretarisnya?" tanyanya pelan.
"Gue 100% yakin, Vani." Sesil menjawab dengan tak kalah pelan pertanyaan Stevani.
"Kok bisa sih?" gumam Stevani.
"Apa mungkin sekretarisnya Pak Crisstian yang baru adalah saudaranya?" Sesil mulai berpikir kalau Olivia adalah saudara Crisstian.
"Saudara kembarnya Pak Crisstian kan, Crisstina." Stevani menyahut ketus. Stevani tiba-tiba merasa kesal setelah mendengar cerita Sesil tentang Crisstian yang pergi makan siang bersama sekretarisnya.
"Maksud gue, Olivia itu saudara dari anggota keluarganya yang lain."
"Nama sekretarisnya Olivia?"
"Iya, namanya Olivia."
"Gue yakin kalau Olivia bukan saudaranya Pak Crisstian."
"Kenapa lo bisa seyakin itu?" Sesil menatap Stevani dengan kening berkerut.
"Feeling aja sih." Stevani juga tidak tahu, kenapa ia bisa memiliki keyakinan kuat seperti itu.
Stevani dan Sesil sama-sama menoleh ke arah belakang begitu mendengar suara pintu yang baru saja terbuka. Keduanya lantas kembali ke meja kerja masing-masing ketika sang atasan datang.
Setelah makan siang bersama, Crisstian dan Olivia kembali sibuk bekutat dengan pekerjaan mereka.
Olivia terlalu fokus pada pekerjaannya jadi tidak menyadari kehadiran Steve.
"Olivia." Steve tidak mau membuat Olivia terkejut, karena itulah Steve menegur Olivia dengan pelan-pelan.
Olivia mendongak sambil berdiri. "Iya, ada apa, Pak?"
"Apa pekerjaan kamu bisa ditinggal?"
"Bisa, Pak."
"Kalau begitu, kamu ikut saya."
"Baik, Pak."
Olivia mengikuti Steve yang ternyata melangkah menuju ruang kerja Crisstian.
Sebelum memasuki ruangan sang atasan, Steve terlebih dahulu mengetuk pintu, setelah mendapatkan izin dari Crisstian, barulah Steve dan Olivia masuk.
"Ada apa, Steve?" Crisstian bertanya tanpa menoleh ke arah Steve, tapi begitu mendengar suara heals, barulah Crisstian menolehkan kepalanya untuk melihat, siapa wanita yang datang bersama Steve.
Awalnya Crisstian memasang raut wajah datar, tapi begitu melihat Olivia, perlahan tapi pasti, Crisstian merubah mimik wajahnya menjadi jauh lebih bersahabat.
"Duduklah," ucap Crisstian sambil menunjuk sofa yang ada di hadapan meja kerjanya.
Steve dan Olivia duduk di sofa sesaat setelah dengan kompak mengucap terima kasih.
"Saya mau membahas tentang pertemuan Anda dengan Tuan Felix, Tuan."
"Ah, jadi kamu sudah membuat jadwalnya?" Crisstian beranjak dari duduknya, lalu duduk di sofa.
"Sudah, Tuan."
Crisstian, Steve, dan Olivia sedang fokus berdiskusi ketika dikejutkan oleh suara pintu yang tiba-tiba terbuka.
"Crisstian!" Crisstina tiba-tiba mengatupkan mulutnya begitu melihat kalau saat ini, sang saudara kembar tidak sendiri, tapi bersama Steve, dan seorang wanita yang baru pertama kali ini ia lihat.
Crisstina tersenyum canggung, dan terlihat sekali salah tingkah. Crisstina malu karena baru saja bersikap sangat konyol.
"Hai," sapa Crisstina sambil melambaikan telapak tangannya.
Senyum di wajah Crisstina semakin lebar ketika melihat raut wajah sang saudara kembar yang terlihat sekali sangat menyeramkan.
Crisstina tahu kalau Crisstian pasti akan memarahinya, jadi Crisstina segera menutup pintu kemudian berlari menuju ruang tunggu.
Crisstian mendengus, sedangkan Steve sekuat tenaga menahan tawanya yang ingin lolos, lain halnya dengan Olivia yang hanya bisa diam, terlalu terkejut dengan sikap Crisstina.
"Jadi ... tadi sudah sampai mana?" Kedatangan Crisstina barusan sukses membuat Crisstian lupa, sudah sejauh mana diskusi antara dirinya dengan Steve dan Olivia.
"Itu pasti saudaranya Crisstian." Olivia yakin jika wanita yang baru saja datang adalah saudara kembar Crisstian karena wajah keduanya sangat mirip.
Tanpa sadar, Olivia langsung menoleh ke arah Crisstian yang saat ini sedang fokus berdiskusi dengan Steve.
"Ternyata dia memang sangat tampan." Tanpa sadar, Olivia memuji Crisstian, dan terus memperhatikan Crisstian.
Crisstian yang sadar kalau Olivia terus menatapnya balik menatap Olivia, sambil menaikan salah satu alisnya seolah bertanya, ada apa?
Olivia segera memalingkan wajahnya ke arah lain, malu tertangkap basah tengah memperhatikan Crisstian, bahkan tadi sempat memuji Crisstian.
"Sial! Kenapa juga tadi gue harus muji pria b******k itu!" Umpat Olivia dalam hati, seketika menyesal karena tadi sempat memuji Crisstian.
Crisstian tersenyum tipis, dan kembali berdiskusi dengan Steve.
Diskusi antara Crisstian, Steve, dan Olivia berlangsung cukup lama, kurang lebih sekitar 1 jam.
Keluarnya Steve dan Olivia dari ruang kerja Crisstian di sadari oleh Crisstina yang saat ini ada di ruang tunggu.
Crisstina bergegas keluar dari ruang tunggu, dan berpapasan dengan keduanya.
"Selamat siang, Nona Crisstina." Steve terlebih dahulu menyapa Crisstina sambil membungkukkan badannya, dan Olivia melakukan hal yang sama, membungkukan badannya, tanpa memberi sapaan.
"Sudah selesai?"
"Sudah, Nona."
Crisstina menatap Olivia.
Steve yang sadar kalau Crisstian pasti merasa penasaran akhirnya memperkenalkan Olivia. "Ini Olivia, sekretaris baru Tuan Crisstian, Nona."
"Sekretaris baru Crisstian?" Tanpa sadar, Crisstina berteriak.
Teriakan Crisstina mengejutkan Steve dan Olivia.
"Iya, Nona."
"Kenapa Bella mengundurkan diri?"
"Bella mengundurkan diri karena akan menikah, Nona."
"Oh, karena mau menikah," gumam Crisstina sambil menghela nafas panjang.
Crisstina pikir, alasan Bella mengundurkan diri karena terlibat skandal dengan Crisstian, atau Crisstian sudah melakukan sesuatu yang buruk pada Bella.
Suara pintu yang terbuka menarik perhatian Steve, Olivia, dan Crisstina.
Teriakan Crisstina beberapa detik yang lalu didengar oleh Crisstian.
"Masuk!" Titah tegas Crisstian pada sang saudara kembar, Crisstina.
"Aish, kenapa dia sangat menyeramkan?" gerutu Crisstina yang hanya bisa didegar olah Steve, dan Olivia.
Olivia terkejut tak menyangka jika Crisstian akan bersikap blak-blakan seperti barusan.
Setelah pamit pada Steve dan Olivia, Crisstina bergegas mendekati Crisstian.
Steve kembali ke ruangannya, begitu juga Olivia.
Crisstina menolehkan kepalanya ke arah Olivia yang baru saja duduk di balik meja kerjanya.
"Dia tipe idealnya Kak Crisstian," ucap Crisstina dalam hati.
Senyum di wajah Crisstina luntur ketika kembali berhadapan dengan Crisstian.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya ketus Crisstian sambil menatap Crisstina dengan mata memicing.
"Sejak kapan ada aturan di larang senyum?" Crisstina balik bertanya dengan nada yang sama ketusnya.
Sebelum pintu tertutup, Crisstian sempat menatap Olivia yang juga menatap ke arahnya.
Crisstian mengedipkan mata kanannya, dan tak lupa juga untuk tersenyum.
Olivia memutar jengah bola matanya, dan reaksi yang Olivia berikan malah membuat senyum Crisstian semakin lebar.
"Kamu ngapain ke sini?"
"Loh, emangnya kenapa? Enggak boleh kalau Crisstina main ke sini?"
Crisstian tidak menjawab pertanyaan Crisstina. Crisstian kembali duduk di balik meja kerjanya, melanjutkan pekerjaannya yang masih banyak.
Sedangkan Crisstina memilih membaringkan tubuhnya di sofa sambil memainkan ponselnya.
"Kak."
"Hm."
"Olivia." Entah kenapa, Crisstina merasa sangat penasaran akan sosok Olivia.
"Kenapa dengan Olivia?" Crisstian masih fokus pada pekerjaannya.
"Dia cantik."
"Iya, dia memang cantik, dan dia jauh lebih cantik dari kamu."
"Dih," sahut ketus Crisstina sambil memutar jengah bola matanya.
Crisstina merubah posisinya menjadi duduk, kemudian berbalik menghadap ke arah Crisstian. "Bukankah Olivia adalah tipe wanita idaman Kakak?" tanyanya dengan penuh semangat.
Crisstian menjawab pertanyaan Crisstina dengan anggukan kepala.
"Kalau begitu, kenapa Kakak enggak pacaran aja sama Olivia?"
"Kalau tujuan kamu datang ke kantor Kakak hanya untuk menganggu, sebaiknya kamu pulang."
Raut wajah Crisstina berubah masam, bahkan kini bibirnya yang terpoles lipstik merah merona cemberut.
"Kalian berdua cocok loh, sama-sama ganteng dan juga cantik," ucap Crisstina sambil tersenyum lebar.
"Crisstina!" Peringat tegas Crisstian sambil mengangkat wajahnya, menatap sang saudara kembar dengan tatapan tajam.
"Iya, iya, maaf," ucap ketus Crisstina sambil kembali membaringkan tubuhnya.
Crisstian menghela nafas panjang, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.
"Kakak dan Olivia memang berpacaran, Crisstina," gumam Crisstian sambil tersenyum tipis.
Gumaman Crisstian barusan didengar oleh Crisstina, hanya saja Crisstina tidak mendengarnya dengan jelas.
Crisstina sontak melirik Crisstian. "Kakak mengatakan sesuatu?"
"Tidak," sahut tegas Crisstian.
"Oh, ok," balas Crisstina.
***
10 menit sudah berlalu sejak Stevani dan Sesil duduk di dalam mobil milik Stevani yang saat ini terparkir di basement. Keduanya sedang menunggu kepulang dari Olivia.
Stevani ingin melihat bagaimana sosok Olivia.
"Sil, apa lo yakin kalau Olivia enggak akan pulang lewat loby kantor?"
"Gue yakin."
"Tapi ini udah hampir 10 menit berlalu sejak jam pulang kantor loh, dan dia belum muncul juga, bagaimana kalau dia udah pulang lewat loby?"
"Lo tenang aja, gue yakin kalau dia masih ada di kantor kok, dan dia enggak akan lewat loby." Sesil terus meyakinkan Stevani.
"Ya udah deh," sahut lirih Stevani. Stevani memilih untuk merapikan riasan wajahnya, sedangkan Sesil terus mengamati lift.
"Stev." Sesil menyenggol Stevani.
"Ada apa?"
"Lift terbuka."
Atensi Stevani langsung tertuju pada lift.
Tak lama kemudian, Crisstian, Crisstina dan Olivia keluar dari dalam lift.
"Stev, apa lo kenal sama wanita yang rambutnya pirang?"
"Itu Crisstina, saudara kembarnya Pak Crisstian."
"Oh, itu Crisstina," gumam Sesil sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
Sebenarnya Sesil sudah berulang kali bertemu Crisstina, hanya saja, Sesil merasa jika penampilan Crisstina kali ini berbeda dengan penampilan Crisstina sebelumnya, karena itulah tadi ia sempat tidak mengenali Crisstina.
"Apa wanita itu sekretaris barunya Pak Crisstian?" Stevani menunjuk ke arah Olivia yang berdiri tepat di samping kanan Crisstian.
"Iya, dia Olivia."
"Cantik juga." Tanpa sadar, Stevani memuji Olivia, tapi selang beberapa detik kemudian, Stevani menyesalinya. "Tapi masih cantikan gue sih," lanjutnya sambil mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai.
Crisstian dan Crisstina memasuki mobil yang sama, keduanya pun pergi meninggalkan Olivia sendiri.
Stevani membuka sabuk pengamannya.
Pergerakan Stevani menarik perhatian dari Sesil. Dengan gerakan sangat cepat, Sesil menoleh ke arah Stevani, kemudian menahan pergelangan tangan Stevani yang baru saja akan membuka pintu mobil.
"Eh, lo mau ke mana?"
"Gue mau nyamperin dia lah," jawab Stevani sambil menunjuk ke arah Olivia.
Kedua mata Sesil melotot, terkejut begitu mendengar jawaban Stevani. "Mau ngapain?"
Belum juga Stevani menjawab pertanyaan Sesil, suara dari mobil yang baru saja memasuki area basement berhasil menarik perhatian keduanya.
Perhatian Stevani dan Sesil langsung tertuju pada mobil yang berhenti tepat di depan Olivia.
"Itu mobil siapa?"
"Gue enggak tahu, ini kali pertama gue lihat mobil itu," jawab lirih Sesil.
Stevani dan Sesil saling pandang dengan raut wajah yang sama-sama bingung ketika melihat seorang pria berjas hitam keluar dari balik kemudi, kemudian memberi hormat pada Olivia dengan cara sedikit membungkukkan kepalanya, sebelum akhirnya membukakan pintu mobil untuk Olivia.
Mobil yang Olivia tumpangi pun melaju pergi meninggalkan area basement.
"Sepertinya tebakan gue benar deh, Stev."
Stevani menoleh ke arah Sesil, menatapnya dengan raut wajah bingung. "Tebakan lo yang mana?"
"Olivia itu sebenarnya saudaranya Pak Crisstian."
Stevani tidak menanggapi ucapan Sesil. Stevani mulai menyalakan mobil, kemudian melajukan mobilnya keluar dari area basement.
"Jadi ... apa yang akan lo lakukan?"
"Enggak ada."
"Enggak ada?" Ulang Sesil.
Stevani pun mengangguk. "Iya, enggak ada. Lagian, memangnya apa yang harus gue lakukan?"
Kali ini, giliran Sesil yang diam.
Untuk saat ini, Stevani tidak akan melakukan apapun, tak tahu kalau nanti.