Beberapa hari kemudian.
Crisstian meraba mejanya, mencari ponselnya yang baru saja berdering. Setelah berhasil meraih ponselnya, barulah Crisstian melirik ponselnya untuk melihat siapa orang yang baru saja menghubunginya.
Crisstian kemudian menggeser ikon hijau pada layar ponselnya begitu melihat nama Mommylah yang tertera di layar ponselnya.
"Halo, Mom."
"Apa kamu sudah makan siang?" Setelah membalas sapaan Crisstian, Sein langsung mengajukan pertanyaan.
"Belum, Mom."
"Bagaimana kalau kita makan siang bersama?"
"Makan siang bersama?" Ulang Crisstian memperjelas sambil melirik jam yang kini menghiasi pergelangan tangannya.
"Iya, makan siang bersama. Bagaimana? Apa kamu mau?"
"Mau, Mom. Ayo kita makan siang bersama." Crisstian tidak akan menolak ajakan Sein untuk makan siang bersama.
"Crisstian." Dengan ragu-ragu, Sein memanggil Crisstian.
"Ada apa, Mom?"
Sein diam.
"Mom!" Crisstian akhirnya menegur Sein.
"Apa boleh kalau Mommy mengajak Olivia untuk ikut makan siang bersama kita?"
Permintaan Sein mengejutkan Crisstian. "Mommy mau mengajak Olivia?"
"Iya, apa boleh?"
"Tentu saja boleh, Mom." Crisstian tidak akan melarang Sein mengajak Olivia karena ia tidak mau melewatkan kesempatan untuk makan siang bersama Olivia juga Sein.
Jawaban Crisstian membuat Sein bahagia. "Ok, terima kasih, Sayang."
"Sama-sama, Mom." Crisstian meletakkan ponselnya di meja, kembali fokus pada pekerjaannya.
Tak lama kemudian, ada pesan masuk dari Sein. Sein memberi tahu Crisstian, di mana mereka akan makan siang.
Sein sengaja memilih restoran yang dekat dengan kantor Crisstian, supaya tidak banyak waktu yang Crisstian habiskan di jalanan.
Setelah menyelesaikan pekerjaan, Crisstian bergegas keluar dari ruangannya, menghampiri meja kerja Olivia.
Olivia terlalu fokus pada pekerjaannya, jadi tidak sadar kalau saat ini, sang atasan sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Olivia!"
Teguran Crisstian mengejutkan Olivia sampai akhirnya tanpa sadar Olivia mengumpat.
Umpatan Olivia mengejutkan Crisstian, sedangkan Olivia terkejut begitu tahu kalau dirinya baru saja mengumpati Crisstian.
"Kamu mengumpat, Olivia."
Olivia segera berdiri, lalu menundukkan kepalanya sambil meminta maaf. "Maaf, Pak."
"Maaf kamu saya terima."
"Ada apa, Pak?" Entah sadar atau tidak, tapi Olivia bertanya dengan nada yang sangat ketus, bahkan kini raut wajahnya berubah menjadi sangat tidak bersahabat.
"Aku mau mengajak kamu makan siang bersama."
"Ak–"
"Kita tidak hanya berdua, tapi juga makan siang bersama dengan Mommy aku, Olivia." Crisstian menyela ucapan Olivia yang belum selesai.
"Mommy mengajak kamu untuk makan siang, lebih tepatnya, dia mau makan siang bersama kamu." Crisstian tahu kalau Olivia akan menolak ajakannya, karena itulah Crisstian segera memberitahu Olivia kalau Seinlah yang mengajak Olivia makan siang.
Olivia malah berdecih.
"Kamu tidak percaya?" Crisstian meraih ponselnya, lalu menghubungi Sein, dan sebelum Sein mengangkat panggilannya, Crisstian sudah terlebih dahulu meloudspeaker panggilan tersebut, jadi Olivia bisa mendengarnya.
"Bagaimana Crisstian? Apa Olivia mau makan siang bersama kita?"
Olivia terkejut.
"Olivia setuju untuk makan siang bersama kita, Mom."
Olivia melototkan kedua matanya, semakin terkejut begitu mendengar ucapan Crisstian, sedangkan Crisstian malah tersenyum lebar.
"Benarkah?" Sein terdengar sekali sangat bersemangat.
"Iya, Mom. Kita akan segera berangkat."
"Ok, Mommy tunggu."
"Bye, Mom."
"Bye, Crisstian."
"Crisstian aku enggak bilang kalau aku setuju ya," ucap ketus Olivia sesaat setelah panggilan antara Sein dan Crisstian berakhir.
"Aku tahu," balas singkat Crisstian. "Ayo kita berangkat."
Olivia mendengus, tapi segera meraih tasnya, kemudian keluar dari balik meja kerjanya.
"Kita berangkat bersama, Olivia."
Olivia menggeleng, menolak ajakan Crisstian. "Enggak usah, aku bisa berangkat sendiri."
"Kamu bawa mobil?"
Olivia menggeleng.
"Lalu kamu akan pergi ke restoran naik apa?" Crisstian menatap bingung Olivia.
"Taksi."
"Kamu mau membuat aku dan Mommy menunggu?"
Olivia diam.
Apa yang Crisstian katakan ada benarnya. Kalau ia tidak pergi bersama Crisstian, Crisstian dan Sein pasti akan menunggu kedatangannya, karena sekarang saja, ia belum memesan taksi.
"Ya sudah, kita berangkat bersama."
"Pilihan yang sangat bijak."
Crisstian dan Olivia segera memasuki lift yang baru saja terbuka.
***
Crisstian dan Olivia akhirnya sampai di restoran. Keduanya langsung menuju ruang VVIP, tempat di mana Sein berada.
"Mom." Crisstian terlebih dahulu menyapa Sein.
Sein membalas sapaan Crisstian, dan setelah itu, bergegas menghampiri Olivia.
Sama seperti Crisstian, Olivia juga menyapa Sein.
"Bagaimana kabar kamu, Olivia?"
"Seperti yang Tante lihat, Olivia baik-baik aja." Setelah menjawab pertanyaan Sein, Olivia juga bertanya tentang kabar Sein.
Sein lantas menuntun Olivia untuk duduk di sofa.
"Sebenarnya yang anaknya Mommy itu siapa sih? Gue atau Olivia?" Crisstian menggerutu ketika melihat perlakuan Sein pada Olivia, tapi tak lama kemudian, senyum lebar menghiasi wajah Crisstian.
Crisstian bahagia karena Sein bisa dengan begitu mudahnya menyukai Olivia.
Tak lama kemudian, makanan yang sebelumnya sudah Sein pesan tiba, jadi mereka pun bisa langsung makan siang.
"Crisstian."
"Iya, Mom." Crisstian menyahut dengan fokus yang masih tertuju pada makanannya.
"Jangan-jangan kamu gay." Sein baru ingat kalau selama hampir 30 tahun Crisstian hidup, Crisstian hanya pernah berkencan selama 1 kali, dan setelah itu, Crisstian tidak pernah lagi berpacaran, atau dekat dengan wanita.
Ucapan Sein mengejutkan Crisstian dan Olivia, Olivia bahkan sampai tersedak.
Tersedaknya Olivia membuat Sein dan Crisstian sama-sama panik.
Secara refleks, Sein dan Crisstian mendekati Olivia. Sein langsung mengusap-usap punggung Olivia, sedangkan Crisstian langsung memberi Olivia segelas air mineral.
Wajah Olivia sampai memerah.
"Sudah merasa jauh lebih baik?"
"Sudah, Tante," jawab lirih Olivia.
"Kalau minum itu, pelan-pelan, Olivia."
"Olivia tersedak karena, Tante!" Teriak Olivia dalam hati.
Crisstian berpikir sama dengan Olivia. Crisstian tahu kalau alasan Olivia tersedak karena terkejut begitu mendengar ucapan Sein tentang dirinya.
"Atau, jangan-jangan kamu tersedak karena terkejut ya begitu mendengar ucapan Tante tentang Crisstian yang gay!"
Olivia hanya bisa tersenyum canggung.
"Mom, Crisstian bukan gay!" Dengan sangat tegas, Crisstian langsung memberi bantahan.
"Benarkah?" Sein menatap sinis Crisstian.
"Tentu saja benar. Crisstian masih normal, Mom." Crisstian menyahut ketus.
"Lalu kenapa sampai saat ini kamu tidak memiliki kekasih, hah?"
"Crisstian sudah memiliki kekasih, Mom, dan dia adalah wanita yang saat ini duduk di samping Mommy," sahut Crisstian dalam hati.
Pertanyaan Sein mengejutkan Olivia.
Olivia melirik Crisstian, dan di saat yang sama, Crisstian juga melirik Olivia.
"Dia enggak akan bilang sama Tante Sein tentang hubungan kita berdua, kan?" Olivia berharap kalau Crisstian tidak akan memberi tahu Sein tentang hubungan mereka. Bisa gawat kalau sampai Sein tahu tentang hubungan mereka.
Crisstian tidak mau membuat Sein curiga, jadi Crisstian segera mengalihkan pandangannya pada Sein. "Kan Mommy tahu kalau saat ini Crisstian sedang fokus pada karir Crisstian dulu."
Olivia menghela nafas lega setelah mendengar jawaban Crisstian.
"Karir terus yang kamu pikirkan." Sein menyahut ketus. "Tapi alasan kamu sampai saat ini belum lagi memiliki kekasih benar-benar karena karir, kan? Bukan karena kamu seorang gay, kan?" Sein benar-benar takut kalau Crisstian memiliki hasrat sexs yang menyimpang.
Rasanya Crisstian ingin sekali memberi tahu Sein kalau Olivia sudah merasakan betapa perkasa dirinya.
"Tapi kalau gue kasih tahu Mommy, Mommy pasti marah," ucap Crisstian dalam hati. "Mommy bukan akan marah lagi, Crisstian, tapi ngamuk, bahkan mungkin lo akan langsung dibunuh," lanjutnya penuh ketakutan.
Sama seperti Crisstian, Olivia juga memikirkan hal yang sama. Olivia ingin sekali memberi tahu Sein kalau Crisstian bukanlah gay, karena Crisstian sangatlah gagah perkasa ketika menggaulinya.
Tanpa sadar, Olivia kembali mengingat kejadian ketika dirinya dan Crisstian melakukan hubungan yang tidak seharusnya mereka lakukan.
"Seandainya...." Olivia membatin, mulai kembali berangan-angan, seandainya saja kejadian itu tidak terjadi, pasti saat ini hidupnya sangat tenang.
"Sudah, sekarang sebaiknya kita makan lagi." Raut wajah sedih Olivia mengusik Crisstian.
Crisstian seketika bertanya-tanya, kenapa Olivia terlihat sedih?
Setelah menikmati makan siang bersama Crisstian dan Olivia, Sein pamit pulang, sedangkan Crisstian dan Olivia akan kembali ke kantor.
Sein masih ingin menghabiskan waktunya bersama Crisstian dan Olivia, tapi Sein tahu kalau keduanya harus segera kembali ke kantor.
Setelah melihat mobil yang Sein tumpangi keluar dari area restoran, Olivia pergi meninggalkan Crisstian.
Crisstian menyadari kepergian Olivia. "Olivia."
Olivia mengabaikan panggilan dari Crisstian.
Crisstian berdecak, dan langsung mengejar Olivia. Crisstian berhasil meraih tangan kanan Olivia, membuat langkah kedua kaki Olivia terhenti.
Olivia menatap tajam Crisstian. "Lepasin!"
"Aku tidak akan melepaskan kamu sebelum kamu memberi tahu aku, kenapa kamu tiba-tiba marah?"
"Siapa yang marah?" Olivia balik bertanya sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Jadi kamu tidak sedang marah?"
Olivia diam.
"Kalau begitu, ayo kita kembali ke kantor."
"Saya tidak mau kembali ke kantor bersama Anda, Pak."
Raut wajah Crisstian pun berubah menjadi datar. "Itu artinya kamu marah sama aku, Olivia."
Olivia menghela nafas panjang begitu mendengar ucapan tegas Crisstian padanya.
"Saya tidak marah, dan alasan saya tidak kembali ke kantor bersama Bapak karena saya tidak mau kalau kedatangan kita di lihat oleh banyak orang, Pak," ucap lirih Olivia.
"Kita akan turun di basement, bukan di loby."
"Tidak ada jaminan kalau seandainya nanti kita turun di basement, tidak akan ada orang yang melihat kedatangan kita, kan?"
"Apa aku baru saja melakukan kesalahan?" Crisstian menatap bingung Olivia. Crisstian yakin kalau saat ini Olivia sedang marah, yang menjadi pertanyaannya adalah, apa alasan Olivia marah? Dan kesalahan apa yang sudah ia lakukan pada Olivia?
"Kenapa Bapak terus bertanya seperti itu? Apa Bapak merasa kalau Bapak baru saja melakukan kesalahan?" Olivia menatap lekat Crisstian.
Crisstian memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Olivia. "Lebih baik kita segera kembali ke kantor, ayo."
"Saya enggak mau, Pak!" Dengan tegas, Olivia memberi penolakan, dan langsung menarik tangannya yang sejak tadi Crisstian genggam.
Apa yang Olivia lakukan membuat Crisstian kesal, dan semakin kesal ketika mendengar Olivia yang terus berbicara formal padanya.
"Kita sedang berada di luar kantor, Olivia."
"Lalu?"
"Berhenti berbicara formal!" Crisstian menatap tajam Olivia. "Jangan panggil aku dengan sebutan, Pak," sahut ketus Crisstian. Crisstian merasa sangat tua jika mendengar Olivia memanggilnya dengan sebutan Pak, dan Crisstian tidak menyukai sikap formal Olivia padanya.
"Terus maunya dipanggil apa? Sayang?" Gerutu Olivia dalam hati.
"Panggil dengan sebutan nama saja." Crisstian seolah bisa membaca pikiran Olivia.
Olivia terkejut, tapi dengan cepat, kembali menormalkan mimik wajahnya.
"Sa–" Olivia menghentikan ucapannya, kemudian menarik dalam nafasnya. "Aku belum terbiasa, Crisstian."
"Kalau begitu, mulailah membiasakannya. Kita hanya akan berbicara secara formal ketika di kantor."
"Ok," sahut lirih Olivia.
"Ayo kita kembali ke kantor."
Olivia memberi penolakan, tapi kali ini hanya dengan menggelengkan kepalanya.
"Jangan terus menolak ajakan aku, Olivia. Apa kamu lupa kalau status kita saat ini adalah sepasang kekasih?"
"Aku tidak mungkin lupa." Olivia menjawab sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. "Tapi seharusnya kamu tahu kalau aku terpaksa melakukannya."
"Aku tahu kalau kamu memang terpaksa menjadi kekasih aku," jawab Crisstian sambil tersenyum tipis.
"Baguslah kalau kamu menyadarinya." Olivia pikir Crisstian tidak sadar kalau dirinya terpaksa mau menjadi kekasih Crisstian.
"Tapi aku sama sekali tidak peduli, Olivia."
Olivia tersenyum masam. Olivia tahu kalau Crisstian tidak peduli pada perasaannya, karena jika Crisstian peduli, Crisstian pasti tidak akan memaksanya.
"Sebentar lagi jam makan siang akan segera habis, jadi kita harus segerankembali ke kantor." Dengan lemah lembut, Crisstian menuntun Olivia menuju mobilnya.
Kali ini, Olivia tidak menolak.
Meskipun baru mengenal Crisstian dalam hitungan hari, tapi Olivia tahu kalau Crisstian itu sangatlah keras kepala. Kalau ia terus memberi penolakan, maka Crisstian pasti akan terus memaksanya.
Sepanjang perjalan kembali ke kantor, Olivia memilih diam, dan Crisstian pun tak ambil pusing dengan sikap Olivia. Crisstian jelas memakluminya.
Mobil yang Crisstian dan Olivia tumpangi sudah berada di basement.
Begitu mobil sudah terparkir secara sempurna, Olivia tidak langsung ke luar dari dalam mobil.
Olivia terlebih dahulu memperhatikan suasana di luar, setelah yakin kalau tidak ada orang, barulah Olivia keluar dari dalam mobil.
Crisstian tersenyum tipis ketika Olivia keluar dari mobilnya tanpa mengatakan apapun.
Tak berselang lama kemudian, Crisstian juga ke luar dari dalam mobil.
Olivia menghentikan langkahnya, lalu menolehkan kepalanya ke arah Crisstian, menatap sang atasan dengan tatapan sinis.
"Tidak ada siapa-siapa, Olivia." Crisstian tahu apa yang Olivia takutkan.
Olivia mendengus, kemudian melanjutkan langkahnya yang tadi sempat tertunda. "Dasar pria menyebalkan!" Gerutu Olivia yang hanya didengar oleh dirinya sendiri.
Olivia tidak mau satu lift bersama Crisstian, karena itulah, Olivia mempercepat langkah kedua kakinya.
Tanpa Crisstian dan Olivia sadari, ada orang yang melihat keduanya keluar dari mobil yang sama.
Orang tersebut adalah Sesil, salah satu pegawai di kantor Crisstian.
Sebelum mobil yang Crisstian dan Olivia tumpangi memasuki basement, mobil yang sudah terlebih dahulu datang. Hanya saja, Sesil tidak langsung keluar dari mobil, karena Sesil sedang merapikan riasan di wajahnya.
Sesil luar biasa terkejut begitu melihat Olivia keluar dari mobil Crisstian.
"Pasti mereka baru aja makan siang bersama." Sesil seketika merasa sangat penasaran, kira-kira apa hubungan Crisstian dan Olivia? Kenapa keduanya pergi makan siang bersama?
"Gue harus segera kasih tahu Stevani nih," ucap Sesil yang baru saja keluar dari dalam mobil.
Stevani adalah teman Sesil, dan alasan Sesil ingin memberitahu Stevani tentang apa yang baru saja ia lihat karena Stevani sudah lama menyukai Crisstian.