Hari yang Crisstian tunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari ini Olivia akan mulai bekerja sebagai sekretaris Crisstian.
"Hari ini kamu terlihat sekali sangat bersemangat dan bahagia, Crisstian." Sejak tadi, Sein sudah memperhatikan gerak-gerik Crisstian, dan Sein bisa melihat betapa bersemangatnya Crisstian hari ini. Crisstian bukan hanya terlihat bersemangat, tapi juga terlihat sekali sangat bahagia. Binar bahagia tampak jelas di kedua mata Crisstian.
Crisstian hanya terkekeh.
"Jadi ... apa alasan kamu terlihat sangat bersemangat dan bahagia, Crisstian?" Sein menatap lekat sang putra, berharap kalau Crisstian akan memberi tahunya supaya ia tidak merasa penasaran.
"Tidak ada apa-apa, Mom." Crisstian tidak akan memberi tahu Sein apa alasan ia terlihat sangat bahagia hari ini. "Oh iya Mom, kapan Daddy dan Crisstina akan pulang?" Crisstian sengaja mengalihkan pembicaraan supaya Sein tidak lagi membahas tentang dirinya.
"Mereka berdua akan pulang besok lusa." Saat ini, Anton dan Sein sedang berada di Indonesia, keduanya sedang liburan, lebih tepatnya, Anton sedang mengantar Crisstina berlibur.
"Baguslah kalau Daddy dan Crisstina akan segera pulang, Crisstian sudah sangat merindukan mereka berdua."
Sein tak kuasa untuk menahan tawanya.
Seusai menikmati sarapan bersama Sein, Crisstian pergi ke kantor. Waktu yang Crisstian butuhkan untuk sampai di kantor hanya sekitar 10 menit.
Senyum di wajah Crisstian luntur ketika melihat meja yang seharusnya Olivia tempati masih dalam keadaan kosong.
"Olivia belum datang?"
"Mejanya masih kosong, itu artinya Olivia belum datang, Tuan." Steve menjawab santai pertanyaan Crisstian.
Crisstian mengangkat tangan kirinya, menghela nafas panjang ketika sadar kalau dirinya datang terlalu cepat. Crisstian pergi menuju ruang kerjanya, begitu juga Steve.
Crisstian tampak antusias, berbeda dengan Olivia yang sama sekali tidak merasa antusias.
Jika hari ini adalah hari yang paling Crisstian nanti-nanti, maka tidak dengan Olivia. Olivia malah berharap kalau hari ini tidak akan pernah datang.
"Selamat pagi." Olivia terlebih dahulu menyapa Felix sebelum akhirnya duduk di kursi samping kanan sang suami.
Felix yang sedang menikmati sarapannya tidak membalas sapaan Olivia.
Ini bukan kali pertama atau kedua Felix tidak membalas sapaannya, tapi tetap saja, Olivia merasa sedih. Sesaat sebelum menyapa Felix, Olivia selalu berdoa, semoga saja, sapaannya kali ini akan Felix bahas. Namun ternyata, hasilnya selalu sama seperti sebelumnya, Felix tidak pernah mau membalas sapaannya.
Olivia mulai menikmati sarapannya.
Selama sarapan, Felix dan Olivia sama-sama diam, tidak ada yang berbicara.
Felix memang tidak berniat untuk memulai obrolan, lain halnya dengan Olivia yang sebenarnya ingin sekali mengajak sang suami untuk mengobrol, hanya saja takut kalau Felix akan mengabaikannya lagi, seperti hari-hari sebelumnya.
Felix terlebih dahulu menghabiskan sarapannya, lalu di saat yang bersamaan, ponsel Felix yang ada di atas meja berdering.
Felix segera mengangkat panggilan dari sang asisten pribadinya yang bernama Ramos. Felix pergi dari ruang makan, meninggalkan Olivia sendiri.
Olivia menatap sendu kepergian Felix. Olivia segera menghabiskan sarapannya, dan ketika baru saja akan pergi meninggalkan ruang makan, Olivia mendengar suara mobil Felix pergi meninggalkan mansion.
"Ternyata dia udah pergi," ucap lirih Olivia sambil tersenyum sendu.
Dengan langkah gontai, Olivia keluar dari ruang makan.
Langkah kedua kaki Olivia terhenti ketika melihat seorang pria mengenakan pakaian jas lengkap berwarna hitam berdiri dengan posisi membelakanginya.
Olivia melanjutkan langkahnya.
Olivia menggunakan heals jadi langkah kedua kakinya terdengar sekali sangat nyaring.
Pria tersebut berbalik menghadap Olivia.
"Selamat pagi Nyonya Olivia," sapa si pria sambil membungkukkan sedikit kepalanya sebagai tanda hormat.
"Pagi," balas Olivia ditengah rasa bingungnya.
"Saya Vero, yang mulai hari ini akan menjadi supir pribadi Anda, Nyonya."
"Supir pribadi saya?" Olivia menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, Nyonya. Mulai hari ini saya bekerja sebagai supir pribadi Anda. Saya yang akan mengantar dan menjemput Anda dari tempat kerja, Nyonya."
Olivia tersenyum lebar, seketika berpikir kalau Vero ditugaskan oleh Felix untuk menjadi supir pribadinya.
"Ternyata dia mulai berubah!" Teriak Olivia dalam hati.
"Silakan masuk, Nyonya." Vero membuka pintu mobil, mempersilakan Olivia memasuki mobil.
"Terima kasih," ucap Olivia sesaat sebelum memasuki mobil.
"Sama-sama, Nyonya."
Setelah memastikan Olivia duduk dengan nyaman dan aman, Vero berlari memasuki mobil, lalu duduk dibalik kursi kemudi. Mobil baru saja melaju pergi meninggalkan mansion ketika ponsel milik Olivia berdering.
Olivia meraih ponselnya yang ada di dalam tas.
"Selamat pagi, Sayang." Emily terlebih dahulu menyapa Olivia.
"Selamat pagi, Mom," balas Olivia yang terdengar sekali sangat bersemangat.
"Kamu terdengar sekali sangat bersemangat, Olivia." Ketika mendengar betapa bersemangatnya Olivia, Emily tentu saja merasa bahagia.
"Tentu saja Olivia harus bersemangat, Mom. Hari ini kan hari pertama Olivia bekerja." Awalnya Olivia merasa tidak bersemangat karena tahu jika hari ini dirinya akan bertemu Crisstian, tapi setelah kedatangan Vero, Olivia menjadi sangat bersemangat.
"Kamu di mana, Sayang? Masih di mansion?"
"Olivia dalam perjalanan menuju kantor, Mom."
"Bersama Vero?"
"Loh, kok Mommy tahu tentang Vero? Apa Felix sudah memberi tahu Daddy dan Mommy tentang Vero?" Olivia membatin.
"Iya, Mom, Olivia bersama Vero. Mommy sudah mengenal Vero?" Olivia tidak mau terus menerus merasa sangat penasaran.
"Tentu saja Mommy mengenal Vero, Sayang. Dia kan anaknya supir pribadi Daddy."
Senyum lebar yang sejak tadi menghiasi wajah Olivia secara perlahan mulai luntur. "Jadi ... Mommy yang mengirim Vero? Maksud Olivia memperkerjakan Vero sebagai supir pribadi Olivia?"
"Iya, Sayang. Mommy yang mengirim Vero. Mommy sudah mendiskusikan tentang hal ini dengan Daddy dan Felix, mereka berdua sama sekali tidak keberatan kalau kamu memiliki supir pribadi yang akan mengantar jemput kamu, Sayang." Emily berbicara dengan sangat antusias, tanpa Emily tahu kalau ucapannya barusan sudah membuat perasaan Olivia berubah menjadi sangat sedih.
"Oh begitu," gumam Olivia sambil tersenyum sendu.
Olivia yang awalnya berpikir kalau Felix yang memperkerjakan Vero jelas kecewa begitu tahu kalau ternyata Emilylah yang memperkerjakan Vero sebagai supir pribadinya. Beberapa menit yang lalu Olivia berpikir kalau Felix mulai berubah, karena mulai peduli padanya, tapi ternyata semua pemikirannya itu sama sekali tidak benar.
Pembicaraan antara Emily dan Olivia tidak berlangsung lama. Setelah panggilan berakhir, Olivia mulai melamun, memikirkan tentang rumah tangganya dengan Felix yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun, tapi sama sekali tidak mengalami kemajuan, bahkan mungkin bisa dikatakan kalau rumah tangganya dengan sang suami Felix malah mengalami kemunduran. Dari hari ke hari, sikap Felix padanya semakin berubah menjadi dingin.
"Sampai kapan akan seperti ini?" Itulah pertanyaan yang sering muncul dalam benak Olivia.
Setiap hari Olivia selalu berdoa, semoga rumah tangganya dan Felix akan mengalami perubahan. Perubahan yang tentu saja baik, tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi dalam kurun waktu dekat ini.
"Nyonya, kita sudah sampai." Ucapan Vero menyadarkan Olivia dari lamunannya.
"Benarkah?" tanya Olivia sambil menolehkan kepalanya ke samping kanan, dan ternyata benar, ia sudah sampai di tempat tujuan.
"Iya, Nyonya." Vero keluar dari mobil, lalu bergegas membuka pintu mobil bagian Olivia.
Olivia menatap gedung pencakar langit di hadapannya dengan tatapan takjub.
Vero pamit undur diri.
Olivia bergegas memasuki loby kantor yang tampak ramai.
Olivia gugup, tapi mencoba untuk tetap terlihat tenang.
Kedatangan Olivia disadari oleh Steve.
Crisstian meminta Steve untuk menyambut kedatangan Olivia, karena itulah Steve menunggu kedatangan Olivia di loby kantor.
"Olivia?"
"Iya, saya Olivia."
"Perkenalkan, saya Steve, asisten pribadi Tuan Crisstian," ucap Steve sambil mengulurkan tangan kanannya pada Olivia.
Olivia membalas uluran tangan kanan Steve. "Olivia."
Kedatangan Olivia menarik perhatian dari para pegawai yang saat ini ada di loby.
Kabar tentang Bella yang mengundurkan diri sudah tersebar, jadi ketika melihat Olivia, para pegawai tersebut seketika berpikir kalau Olivia adalah sekretaris baru Crisstian.
Steve dan Olivia memasuki lift.
Saat melihat Steve menempelkan sebuah kartu pada alat pemindai, lalu menempelkan telapak tangannya, Olivia yakin kalau lift yang baru saja ia masuki adalah lift khusus yang tidak bisa dengan mudah diakses oleh semua orang.
Olivia jadi bertanya-tanya, apakah nanti ia juga akan bisa mengakses lift tersebut?
Steve berdiri tepat di depan Olivia.
Olivia memang terlihat tenang, tapi sebenarnya Olivia sangat gugup. Kedua tangannya yang saat ini saling bertaut bahkan mulai mengeluarkan keringat.
Selama lift bergerak naik, Steve dan Olivia sama-sama diam.
"Tenang Olivia, jangan gugup," ucap Olivia pada dirinya sendiri.
Steve tidak bisa mendengar ucapan Olivia, karena Olivia mengatakan kalimat tersebut dengan sangat pelan.
Olivia menarik dalam-dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Olivia terus melakukan hal itu sampai dirinya merasa tenang.
Ting! Suara denting dari lift yang terbuka mengejutkan Olivia.
Steve terlebih dahulu keluar dari lift, tak lama kemudian, Olivia juga keluar dari lift.
Olivia terus mengikuti langkah Steve. Olivia bisa merasakan jantungnya yang kini berdetak semakin cepat dari sebelumnya.
Olivia pikir, begitu ia keluar dari lift, suasana dari lantai yang ia pijak akan sangat ramai, namun ternyata suasananya sangat sunyi sepi. Suasananya memang sepi, tapi sama sekali tidak terasa horor.
"Ini meja kamu kamu, Olivia." Steve menunjuk meja kerja di hadapannya, tempat di mana Olivia akan bekerja.
"Ok," sahut Olivia.
"Lalu itu ruangan saya." Steve beralih menunjuk ke arah ruangannya yang berada tepat di samping kiri meja kerja Olivia.
Olivia mengikuti arah telunjuk Steve. "Ok," sahutnya sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
"Dan ruangan yang ada di belakang kita saat ini adalah ruangan Tuan Crisstian." Steve berbalik menghadap ruangan Crisstian, begitu juga dengan Olivia.
Pintu ruang kerja Crisstian tiba-tiba terbuka.
Tanpa sadar, Olivia menggenggam erat tasnya.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Crisstian dan Olivia kembali bertemu.
Pandangan Crisstian langsung tertuju pada Olivia.
"Damt! Dia terlihat sangat cantik!" Umpat Crisstian dalam hati.
Steve bergegas menghampiri Crisstian, sedangkan Olivia tetap diam berdiri di tempatnya. Olivia tak tahu harus melakukan apa, jadi Olivia memilih diam.
"Bawa Olivia ke ruangan saya." Setelah itu, Crisstian kembali memasuki ruang kerjanya.
Steve menoleh ke arah Olivia, lalu memberi isyarat supaya Olivia mengikuti langkahnya.
Mau tidak mau, Olivia mengikuti Steve.
Steve dan Olivia akhirnya memasuki ruang kerja Crisstian.
Tanpa sadar, Olivia mengamati ruang kerja Crisstian.
"Wow, ternyata ruangannya sangat luas sekaligus mewah," ucap Olivia dalam hati.
Hitam dan putih, dua warna itulah yang menghiasi ruang kerja Crisstian. Tidak ada warna lain selain warna hitam dan putih, membuat Olivia langsung berpikir jika kedua warna itulah yang Crisstian sukai.
"Silakan duduk." Crisstian mempersilakan Steve dan Olivia untuk duduk di sofa yang ada di hadapannya.
Steve duduk di samping kiri Crisstian, sedangkan Olivia duduk di samping kanan Crisstian.
Melalui isyarat mata, Crisstian meminta Steve untuk memberi tahu apa saja pekerjaan Olivia hari ini.
Seharusnya 2 atau 1 minggu sebelum Bella benar-benar berhenti bekerja, Bella terlebih dahulu mengajari Olivia, tapi itu semua tidak bisa dilakukan karena Bella berhenti secara mendadak.
Steve mulai memberi tahu Olivia, apa saja pekerjaan yang harus Olivia lakukan hari ini.
Secara seksama, Olivia mendengarkan penjelasan Steve.
Di saat Steve sedang memberi penjelasan pada Olivia, secara terang-terangan Crisstian malah terus memperhatikan Olivia.
Olivia sadar kalau Crisstian sedang memperhatikannya. Olivia ingin sekali menegur Crisstian, meminta pria itu untuk tidak terus menatapnya, karena itu sangat mengganggunya, tapi Olivia tidak berani melakukannya. Jadi Olivia hanya bisa berdoa, semoga saja penjelasan yang Steve berikan akan segera selesai.
Steve juga sadar kalau Crisstian terus memperhatikan Olivia. Rasanya Steve ingin sekali menegur Crisstian, meminta Crisstian untuk tidak terus menatap Olivia. Steve sadar kalau Olivia merasa tidak nyaman, terlihat sekali dari gestur tubuhnya.
Bagaimana Olivia bisa merasa nyaman ketika Crisstian menatapnya dengan intens sambil memasang raut wajah datar.
"Hm." Steve berdeham, sengaja melakukan itu untuk menarik perhatian dari Crisstian.
Steve menghela nafas panjang ketika dehemannya tidak berhasil menarik perhatian Crisstian. Crisstian terus memperhatikan Olivia.
"Tuan Crisstian!" Steve akhirnya menegur Crisstian.
Teguran Steve berhasil.
Atensi Crisstian pun beralih pada Steve. "Iya, kenapa?"
"Saya sudah selesai memberi tahu Olivia tentang tugasnya hari ini."
Crisstian mengangguk-anggukan kepalanya. "Bagus, kalian boleh pergi."
Steve dan Olivia pun pergi meninggalkan ruang kerja Crisstian.
Crisstian memejamkan matanya, tapi tak lama kemudian, kembali membukanya dibarengi senyum lebar yang kini menghiasi wajahnya.
"Ini semua nyata, kan? Olivia beneran jadi sekretaris gue, kan?" Sampai saat ini, Crisstian masih tak menyangka jika Olivia menjadi sekretarisnya. Crisstian berpikir jika saat ini dirinya sedang bermimpi.
Crisstian menampar wajahnya sendiri, dan ketika merasakan sakit, Crisstian tahu jika saat ini dirinya tidak sedang bermimpi.
Crisstian tiba-tiba berteriak, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali, mengejutkan Steve dan Olivia yang sudah berada di luar ruangan Crisstian. Keduanya menatap ke arah ruang kerja Crisstian dengan ekspresi wajah yang sama-sama terlihat terkejut.
Olivia menatap ke arah Steve, di saat yang sama, Steve juga menatap Olivia.
"Hari ini Tuan Crisstian sangat bahagia." Steve tidak tahu harus mengatakan apa, jadi kalimat tersebutlah yang akhirnya terucap.
Olivia tersenyum canggung.
Steve pergi menuju ruangannya, begitu juga dengan Olivia.
Sebelum menikah dengan Felix, Olivia bekerja sebagai sekretaris dari CEO salah satu perusahaan ternama, tapi karena sudah lama tidak bekerja, Olivia merasa sangat gugup sekaligus juga takut kalau akan melakukan kesalahan di hari pertamanya bekerja.