Markas Moriz
Pagi hari yang tidak begitu cerah tapi tidak mendung, anginnya yang sepoi-sepoi memberikan kesejukan. Segerombolan anak laki-laki dengan seragam yang sama mereka sedang berkumpul di rumah kosong samping sekolah SMA Cendekiawan Kasih. Rumah saudaranya Raegan yang biasa dinamakan markas Moriz.
Moriz di pimpin langsung oleh Edsel Daylon, siswa pentolan sekolah. Nama yang sangat populer di kalangan remaja bukan hanya di sekolahnya saja bahkan sampai ke luar sekolah. Dikenal sebagai siswa yang paling nakal dan arrogant.
Mereka semua sedang menongkrong sebelum memasuki gedung sekolah tersebut. Berbagi banyak cerita yang mereka alami, dari hal yang paling konyol sampai kebaperan. Suka duka yang selalu terjadi dan kebersamaan yang selalu terjalin.
Untuk masuk ke dalam geng tersebut cukuplah mudah hanya menandatangani surat perjanjian yang sudah di tentukan oleh sang Pimpinan.
Semua angkatan kelas 1 sampai 3 boleh bergabung.
Isi dari surat perjanjian tersebut ialah kesepakatan yang sudah di buat bersama.
1. Tidak boleh mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
2. Tidak boleh baku hantam dengan teman cuman gara-gara memperebutkan seorang cewek.
3. Selalu mengutamakan solidaritas.
4. Tidak boleh meninggikan kasta dan jabatan.
5. Bicarakan baik-baik jika ada masalah karena anggota lain akan siap membantu.
Perjanjian sederhana itu di tulis dalam sebuah kertas yang bermaterai dan harus di tanda tangani oleh anggota yang baru. Bagi yang melanggar akan di beri sanksi atau bahkan di keluarkan.
“Woyy jo, biasanya lo kan bawa sarapan,” ucap Kenzo pada Joshua.
“Ckck... Nyokap nggak bawain bang soalnya gue tadi udah sarapan di rumah.”
“Ya bilang aja, lo mau bawa buat bagi-bagi ke temen pasti di bikinin tuh, nyokap lo kan paling baik.”
“Hahhaaa, iya deh bang nanti gue bilangin ke mak gue, buat bikinin nasi kotak buat kalian, tapi jangan lupa pada bayar. Hehehe,”
Mungkin orang tua akan marah ketika anaknya masuk dalam sebuah geng di sekolahnya. Bagi mereka sebuah geng hanya akan membuat anaknya menjadi pembangkang, dan tidak terdidik tapi berbeda dengan Ibunya Joshua, nyokapnya sangat mendukung karena dengan masuknya Joshua dapat membuat perubahan banyak dalam diri Joshua.
Contohnya seperti yang sebelumnya. Joshua hanya seorang diri dan tidak pandai bersosialisasi. Selalu merasa takut, berubah menjadi pemberani serta cakap dalam bersosialisasi.
Di samping itu juga Nyokapnya Joshua percaya pada sosok Edsel yang telah membantunya dari preman pasar dan menolongnya pada saat kecopetan.
Jam menunjukkan pukul 06:55 mereka segera memakai perlengkapan atributnya agar ketika masuk tidak dikenakan hukuman. Tapi masih tetap ada sebagian siswa yang tidak memperdulikan hal semacam itu.
“Sel mana dasi lo? Ko lo nggak makai,” tanya Kenzo.
“Ketinggalan,” balasnya seadanya.
“Astagaa, sehari nurut bisa nggak sih lo,” ujar Kenzo.
“Lo mau disini nyeramahin gue apa ikut masuk! Dua menit lagi njir,”
“Eh Zo kalau nanti si Edsel kena hukum itu urusannya dia kali,” celetuk Zelond.
“Tapi gue sebagai sahabatnya peduli. Nggak kaya lo yang bodo amat,”
“Ya udah kalau lo peduli dan nggak mau di hukum. Serahin dasi lo ke Edsel coba,” saran Raegan.
“Nah iya bener gue setuju,” lanjut Zelond.
“Ogah, ntar gue yang di hukum lagi,”
“Katanya sahabat dan harus peduli mana coba?” ejek Zelond.
“Kenapa nggak dasi lo aja bambang...” balas Kenzo.
“Bang.... Bambang... woyy... di panggil Kenzo nih,” teriak Zelond.
“Eh kambing lu, bukan Bambang sumarno. nying,”
“Disini yang namanya bambang cuman dia goblog,”
“Ya ampun.. Pengen nusuk orang rasanya,” ujar Kenzo.
“Awww.. Pengen dong di tusuk, punya lo tajam nggak sih?” ledek Zelond.
“Uhhh.. tajam banget doongg, kemarin gue liat,” Edsel menimpali.
“Gila lo pada,” Raegan berujar.
“Lebih baik kita cabut yuk Gan, dari pada lo ikut gila kaya mereka,” sahut Kenzo.
“Bahkan lo yang paling gila disini Zo,” serga Raegan.
Raegan melepas kembali dasinya dan menyerahkan pada Edsel.
“Eh.. Nggak perlu Gan, lo pake aja,”
“Black list lo udah banyak, lama-lama lo bisa di keluarin.”
“Iya bener, kalau lo nggak mau pake punya Raegan. Pake punya gue juga nggak apa-apa. Nih,” Zelond hendak melepaskan dasinya kembali.
“Udah nggak perlu,”
“Haduhh kebanyakan drama lo pada. Udah siniin semua dasinya,” celoteh Kenzo.
“Lo mau apain tuh dasi?” Zelond penasaran.
Kenzo juga melepaskan dasinya dan menyatukan dasi mereka, berjalan ke sebuah laci lalu menyimpan dasi mereka di dalam laci tersebut.
“Bereskan, dari pada nanti yang di hukum hanya salah satu dari kita. Lebih baik kita di hukum semua,” ujar Kenzo.
Edsel melihat jam tangannya “b**o kita udah telah dua menit njir,”
“Kebanyakan berunding sih kita,”
“Ini semua gara-gara lo sih Zo,”
“Terus aja babang Kenzo yang di salahin,” Kenzo merajuk.
“Kalian pakai dasi kalian, atau kalian akan mendapatkan dua hukuman,” ujar Edsel.
“Satu di hukum yang lain juga ikutan, bukankah itu sahabat!”
“Mana ada sahabat yang rela melihat sahabatnya sendiri menderita karenanya,”
“Udah kelamaan berunding, waktu telat akan bertambah,” Raegan mengalah dan berjalan mendahului mereka.
“Cepat ambil dan pakai dasi kalian!”
Kenzo dan Zelond tidak menghiraukan ucapan dari Edsel. Mereka berjalan mengikuti Raegan dari belakang. Satu, dua, tiga akhirnya merekapun lari untuk menyempit waktunya. Dari tempat, Edsel ikut mengejar mereka, berlari di belakangnya.
Hari ini adalah hari senin dan seperti biasa maka akan di adakan upacara. Dan bagi siswa yang telat maka akan di pisahkan dari yang lain begitupun dengan siswa yang tidak memakai atribut lengkap.
“Woyy.. Bentar-bentar berhenti dulu, huft huft,” Zelond memburu nafasnya yang sudah tidak teratur.
“Ini kita udah telat! Kenapa lo nyuruh kita buat berhenti? Dengan lo kaya gini bisa nambah waktu untuk kita terlambat,” ujar Kenzo.
“Kenapa kita nggak lewat tembok belakang aja sih?” saran Zelond.
“Lo mau mau dapat hukuman berlapis? Kalau kita lewat pintu belakang, bisa di pastikan kita bakalan dapat hukuman berlapis,” tegur Raegan.
“Kalau begitu bagaimana kalau kita tunggu upacara selesai terus baru kita masuk lewat pintu belakang,” Edsel bersuara.
“Black list lo udah banyak Sel. Lo mau terus-terusan nyusahin nyokap lo?”
“Nggak sih, yaudah kita lewat gerbang aja,”
Edsel tipikal orang yang lemah jika sudah berurusan dengan orang tuanya. Di sangat menghormati dan menyanyangi. Ia selalu berusaha untuk menuruti semua keinginan orang tuanya.
Untuk masalah hukuman ia berusaha semaksimal mungkin agar sang guru tidak memberikan surat peringatan yang harus di sampaikan kepada orang tuanya. Ia siap melaksanakan hukuman apapun asal tidak mendapatkan surat peringatan itu.
Mereka berjalan memasuki area gerbang SMA Cendekiawan Kasih. Terlihat disana tidak ada satpam ataupun yang lain. Pintu gerbang tidak terkunci dan terbuka sedikit.
Edsel berjalan mendahului memasuki gerbang itu dan menuju ke lapangan upacara.
Di area luar lapangan sudah ada banyak siswa yang berkumpul dengan tidak memakai atribut sekolah seperti dirinya.
“Heyy kalian, kenapa santai sekali jalannya,” ujar seorang siswa dengan pangkat OSIS di bahunya.
“Berani sekali dia menyuruh kita. Dia lupa kita ini siapa?” bisik Kenzo.
“Dia sudah berurusan dengan orang yang salah,”
Edsel, Kenzo, Zelond dan Raegan memasuki kerumunan siswa yang tidak berpakaian atribut lengkap.
Disana juga sudah ada sebagian anak..... Yang sudah berkumpul siap untuk menerima hukuman.
“Jo, ko lo disini juga sih? Bukannya udah dari tadi cabut dari tempat?” tanya Kenzo.
“Iya bang tadi gue kencing dulu soalnya. Jadi telat deh,” jawab Joshua.
“Wah parah OSIS kagak bener nih. Ya kali orang mau kencing di tahan. Bisa jadi penyakit. Urusannya berabeh,” Kenzo di sulut emosi.
“Nggak bang, itu juga salah gue. Gue kencingnya di jalan pas saat mau jalan kesini,”
“Yaudah deh terserah lo,”
“Yang di belakang kenapa berisik sekali? Sudah datang terlambat, tidak pakai atribut, terus mengobrol lagi. Sangat tidak menghargai orang di depan,”
“Emang yang di depan harganya berapa sih? Sebutin, biar Raegan yang bayar. Iya nggak Gan,” Kenzo menyikut Raegan yang di samping kirinya.
Raegan tidak merespon sama sekali ucapan Kenzo. Ia hanya memandang lurus ke arah OSIS dengan tatapan yang menikam.
“Dasar anak berandal nggak tau aturan. Bertingkat seenaknya, seolah-olah sekolah milik nenek moyangnya . Ini sekolah punya aturan dan etika. Kenapa juga sekolah belum keluarin macam kalian anak-anak berandal,” ucap OSIS panjang lebar.
Bught
Edsel berlari ke depan dan menghajar OSIS tersebut. Ia tidak suka sahabatnya di hina bahkan di remehkan seperti itu.
“Wahai OSIS yang terhormat dan berpendidikan, Apa kamu tidak di ajarkan bicara sopan dalam berkomunikasi? Yang berpangkat akan berpikiran bijaksana dan bertingkah tidak seperti anjing yang menggonggong.
“Apa lo bilang,” OSIS dengan name tag Raihan itu mengangkat kerah seragam Edsel.
“Kenapa, lo tersinggung?”
“Lo pikir gue takut apa sama lo? Selama ini gue selalu diam ya, atas semua perlakuan lo dan teman-teman lo itu,”
“Sekolah ini selalu di pandang sebelah oleh masyarakat akibat ulah kalian yang tidak tau aturan,” ujar Raihan.
“Coba lo sebutin kerugian apa yang telah gue dan teman-teman gue lakuin!”
Satu, dua, tiga, empat menit tidak ada balasan dari sang OSIS.
“Kenapa lo diam. Nggak bisa jawab kan? Kalau nggak tau apa-apa gak usah ngebacot deh,”
Bught
Raihan memukul rahang Edsel.
“Berani lo mukul gue,” Edsel hendak membalas namun ada sosok cowok yang menghalanginya. Dia adalah Cio teman dari Gavin.
“Berhenti! Lo bisa nggak sekali aja nggak berantem,” ujar Cio.
“Gue nggak bakal kaya gini, kalau dia nggak mulai duluan,”
“Eh lo duluan ya yang mukul gue,” sahut Raihan.
“Tapi lo mulai duluan ngehina temen-temen gue,”
“Kalau Edsel nggak bisa mukul tuh bocah karena di halangin anak buahnya maka gue yang mewakili,” Kenzo berlari dan menghajar Raihan.
“Kenzooo..... Udah, udah,” Raegan menarik tubuh Kenzo yang siap melayangkan kembali tangannya.
“Dia tuh harus dikasih pelajaran! Jangan mentang-mentang OSIS jadi berkuasa, Cuihh nggak sudi gue di pimpin OSIS macam dia,” Kenzo sudah kesal.
“Apa-apan ini?” teriak seorang guru dari arah belakang mereka.
“Raihan apa yang terjadi, kenapa wajah kamu babak belur?”
“Cio bisa kamu jelaskan apa yang terjadi sebenarnya kepada saya,” ujar guru BK tersebut.
“Raihan di pukul oleh Edsel dan Kenzo karena tidak terima di beritahu agar menghargai orang yang sedang berbicara di depan,” jelas Cio.
“Benar begitu Raihan?”
“Iya Pak,” jawab Raihan.
“Ceritanya nggak gitu Pak, itu nggak benar,” sahut Kenzo tidak terima.
“Percuma lo bantah kaya apa juga Zo, kita akan tetap salah di mata mereka,” ucap Zelond.
Edsel pergi dari tempat kejadian, ia sudah sangat muak dengan orang-orang yang berada disana.
“Edsell....... Kamu mau kemana hukuman kamu belum selesai!” guru itu berteriak.
Raegan mengejar Edsel meninggalkan tempat diikuti oleh Zelond dan Kenzo di belakangnya.
“Tuh liat Pak, mereka itu bertingkah seenaknya. Mereka itu tidak pernah menaati aturan sama sekali. Gimana sekolah ini akan maju kalau punya anak murid seperti itu,” Raihan berucap panjang lebar.
“Dan itu tugas kamu sebagai OSIS untuk membantu menertibkan semuanya. Paham kamu,”
“ Baik Pak,”
Sang guru pun pergi meninggalkan sekumpulan siswa yang berada disana. OSIS kembali mengerjakan tugasnya mendata setiap siswa yang terlambat dan memberikan sanksi hukuman kepada mereka.