Episode 9

1272 Words
Episode 9 #Hujan, ajarkan aku lupa Pertemuan yang tidak disengaja Jordy baru saja tiba di hotel Grand Mahesa saat matanya menangkap sosok yang sangat familiar. Nadine, gadis itu tampak berjalan tergesa dan menghilang di salah satu ruangan. Hanya saja Jordy menganggap dirinya sedang berhalusinasi karena begitu merindukan Nadine. Jordy akhirnya memutuskan tidak mengejar Nadine dan memilih menemui Bela seperti perintah ibunya. Saat Jordy tiba, Bela belum datang. Laki-laki itu baru saja akan menghubungi Bela saat dengan langkah angkuh, seorang gadis duduk di seberang meja. "Kau Bela?" tanya Jordy basa-basi. Bela mengangguk singkat. Kentara sekali kalau gadis itu juga malas mengikuti kencan yang sudah diatur orang tua mereka. "Aku tidak suka basa-basi, bagaimana kalau kita langsung bicara saja?" tawar Bela. Jordy mengangkat bahu sambil melipat tangan di d**a. "Sepertinya kita sama-sama terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan." "Kau benar. Sorry, aku sudah punya pacar, hanya saja orang tuaku belum mengetahui itu. Aku juga belum punya niat mengenalkannya pada mereka." jelas Bela. "Kalau begitu kita bernasib sama. Kenalkan, aku Jordy. Karena kita sudah bertemu, tidak ada salahnya kalau kita bersahabat. Lagipula kita tidak bisa langsung pergi dan membuat mereka curiga." Jordy mengulurkan tangan ke arah Bela. Bela menyambut uluran tangan Jordy dengan ramah. "Syukurlah. Ku pikir kau laki-laki yang tidak bisa diajak kerja sama. Aku bahkan sudah mengatur drama operasi dadakan agar bisa segera pergi." ujar Bela. Jordy terkekeh. "Ngomong-ngomong, kau mau pesan makanan?" tanya Jordy. "Boleh juga. Kebetulan aku belum makan." jawab Bela. Jordy dan Bela akhirnya menikmati santap malam dengan berbagi pengalaman. Ternyata pacar Bela juga seorang dokter. Hanya saja, gadis itu belum siap mengenalkan sang pacar pada keluarga. Alasannya sederhana, pacar Bela berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Jordy paham sekali situasi gadis itu. Sebab, Jordy juga mengalami hal serupa. Selesai makan, Bela memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. Kali ini, dokter anak tersebut benar-benar punya pasien. Jordy bahkan tidak sempat mengantarkan ke parkiran karena Bela sangat terburu-buru. Saat Jordy keluar dari restoran, saat itulah dia melihat Nadine. Kali ini Jordy yakin kalau dia tidak sedang berhalusinasi. Dengan langkah cepat, Jordy mengejar gadis itu. Saat Nadine sudah berada dalam jangkauannya, Jordy membawa Nadine dalam pelukan. "Aku merindukanmu." bisik Jordy. Nadine yang semula kaget dan bersiap melepaskan diri, balas memeluk saat tau kalau itu Jordy. "Aku juga merindukanmu. Tapi apa yang kau lakukan disini?" tanya Nadine. "Kencan buta." jawab Jordy tanpa melepaskan pelukan. "Kencan buta?" Nadine mengurai pelukan dan menatap Jordy penuh tanda tanya. "Iya, kencan buta. Mami memaksaku makan malam dengan gadis pilihannya." jelas Jordy. Nadine manggut-manggut mengerti. "Lalu dimana gadis itu?" Jordy melepaskan pelukan dan tersenyum senang. "Dia sudah pulang. Kali ini aku beruntung, gadis pilihan mami ternyata sudah punya pacar. Kami sepakat untuk tetap pura-pura sampai gadis itu berani mengenalkan pacarnya. Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan disini?" Nadine menghela napas sebal. "Pertemuan keluarga. Sepertinya mereka akan segera menentukan tanggal pernikahan. Menurutmu, apa yang harus kulakukan untuk menggagalkannya?" Jordy menarik tangan Nadine dan mengajaknya menuju resepsionis. Tak lama laki-laki itu memesan kamar dan menyerahkan kartu kunci pada Nadine. "Sebaiknya kau kembali ke dalam. Mereka pasti curiga jika kau tidak segera datang. Aku juga harus mengelabuhi bodyguard suruhan mami. Setelah itu kita akan membahas langkah yang tepat untuk menggagalkan hari pernikahanmu. Tunggu aku di kamar. Laki-laki b******k itu tidak boleh menempel terus-menerus seperti parasit pada keluarga kalian." ucap Jordy. "Kau benar. Mereka pasti khawatir kalau aku tidak segera kembali. Kalau begitu aku pergi dulu. Semoga berhasil, Jordy." Nadine melambaikan tangan dan bergegas kembali ke ruang pertemuan. Kali ini, wanita itu akan memainkan peran dengan lebih baik. *** Setelah pertemuan keluarga selesai, Nadine beralasan akan menemui klien dan membiarkan orang tuanya pulang. Gadis itu menolak dengan keras saat Marcel menawarkan diri untuk menemani. Bukan apa-apa, menemui klien hanyalah alasan. Nadine sudah berjanji akan membahas masalah yang sedang dihadapinya bersama Jordy. Nadine menghela napas kesal jika mengingat betapa semangatnya Fatma untuk segera menyingkirkannya. Bahkan Fatma langsung setuju ketika orang tua Marcel menentukan tanggal pernikahan mereka. Dua bulan lagi. Nadine punya cukup banyak waktu untuk menggagalkan pernikahan itu. Jordy sudah menunggu di lobby saat Nadine kembali ke dalam hotel. Begitu melihat Nadine, dengan langkah cepat, Jordy menyeret gadis itu menuju lift. "Kenapa buru-buru?" tanya Nadine penasaran. "Akan sangat mengerikan jika mami sampai tau kita masih bertemu." bisik Jordy. Saat pintu lift terbuka, Jordy bergegas mendorong Nadine. Dari arah luar, Devan dan Evelyn yang baru sampai, ikut masuk ke dalam lift. Sesaat pandangan Nadine dan Devan bertemu. Nadine buru-buru menoleh ke arah lain. "Kebetulan macam apa ini?" gerutu Nadine. "Kau bilang apa?" tanya Jordy. "Bukan apa-apa." Nadine tak lagi bicara. Matanya terlalu sibuk mengawasi pasangan mesra dihadapannya. Sepertinya Evelyn tidak mengingat kalau dia pernah belanja di butik Nadine. "Terima kasih untuk kejutannya, sayang." ujar Evelyn manja. Devan tak menjawab. Seperti biasa, laki-laki itu bersikap dingin dan masa bodoh. "Kau benar-benar tidak bisa menemaniku malam ini?" tanya Evelyn. "Kita tidak sedang berdua Eve. Kalau kau terus bertindak gegabah dan asal bicara, karirmu tidak akan bertahan lama." ujar Devan. Evelyn menatap sekilas ke arah Nadine dan Jordy. "Kenapa? Bukankah semua orang sudah tau kalau kita pacaran?" Saat Devan ingin menjawab, pintu lift terbuka. Devan memanfaatkan kesempatan itu untuk melepaskan diri dari Evelyn dan memberi jarak diantara mereka. "Nad, kita sudah sampai." ujar Jordy. Nadine mengangguk dan meminta Jordy berjalan lebih dulu. Saat melewati pasangan Devan dan Evelyn, Nadine bergumam pelan. "Pasangan serasi." sindir Nadine. Walaupun cuma gumaman pelan, Devan masih bisa mendengar ucapan Nadine. Laki-laki itu tersenyum sinis sambil dengan sengaja menyentuh jemari Nadine ketika gadis itu melewatinya. Nadine cukup terkejut dengan keberanian Devan. Jika mengingat sepak terjang laki-laki itu, Nadine harusnya sudah menduga. "Sepertinya aku pernah melihat gadis itu. Tapi dimana ya?" ujar Evelyn mengingat-ingat. Devan tak menjawab. Pikirannya terlalu fokus untuk menebak apa yang sedang dilakukan Nadine dan Jordy di hotel miliknya. "Kau benar-benar tidak akan menginap? Ayolah Dev, aku butuh kamu." pinta Evelyn manja. "Sepertinya aku harus mengakhiri hubungan kita. Kau sudah terlalu banyak tingkah Eve." Devan melepaskan tangan Evelyn di lengannya saat Evelyn sampai di lantai yang dia tuju. Gadis itu cemberut mendengar ucapan Devan. Sebelum pintu lift tertutup, Devan kembali memperingatkan Evelyn agar berhenti melakukan hal-hal yang tidak dia suka. Setelah lift kembali berjalan, Devan menghubungi resepsionis untuk mencari tau di kamar berapa Nadine dan Jordy menginap. "Cih, semalam wanita itu bertingkah seperti wanita yang bermartabat. Apa sekarang martabatnya sudah menghilang? Apa dia sengaja? Kalau dia ingin meniduri laki-laki lain, kenapa harus di hotel ini? Sepertinya wanita itu ingin memperlihatkannya padaku. Kali ini, berapa uang yang dia butuhkan?" Devan menggerutu sembari menuju ruang kerja sekaligus kamar tidur yang selalu dia pakai. Seharian ini, Devan terpaksa mengikuti jadwal Evelyn karena gadis itu sedang berulang tahun. Bahkan Evelyn merekayasa kejutan yang dia buat sebagai hadiah dari Devan. Sepertinya Evelyn sedang mengikat Devan dengan memanfaatkan media. *** "Kau punya rencana?" tanya Jordy. Nadine menggeleng. Pikiran gadis itu tiba-tiba kacau gara-gara bertemu Devan. Hal yang paling membuat Nadine frustasi adalah, sentuhan sengaja yang Devan lakukan sebelum Nadine keluar dari lift. Meski cuma sentuhan ringan, sentuhan Devan malah mengingatkan Nadine pada kejadian tadi malam. "Sejak tadi kau melamun, memangnya apa isi kepalamu ini?" Jordy mengacak-acak rambut Nadine dan mengembalikan kesadaran gadis itu. Nadine terkekeh dan balas mengacak rambut Jordy. "Kau pikir apa yang ada di kepalaku selain mencari cara untuk menyingkirkan parasit itu? Apa kau punya ide?" Nadine balas bertanya. "Sebaiknya kau minta seseorang untuk mengikuti gerak-gerik Marcel. Dengan begitu, kita bisa membuktikan kalau Marcel punya wanita lain di belakangmu." usul Jordy. "Kau benar sekali. Kita bisa menyewa wartawan atau siapapun yang ahli dalam bidang itu. Selama 2 bulan ini, Marcel tidak mungkin tidak menemui pacarnya. Kenapa aku baru kepikiran ya?" ujar Nadine polos. Nadine tersenyum senang dan mulai mengingat-ingat siapa orang yang bisa membantunya membuntuti Marcel. "Tapi itu bukan tindakan ilegal kan?" tanya Nadine gusar. "Marcel bahkan melakukan hal yang lebih ilegal demi harta, jadi apa yang mesti kau takutkan." ujar Jordy menenangkan. Nadine menghela napas lega. Besok, gadis itu akan mencari seseorang yang cocok untuk memata-matai Marcel. Bagaimanapun caranya, Nadine akan menggagalkan pernikahan mereka. To be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD