Episode 8
#Hujan, ajarkan aku lupa
Devan yang kaya raya
"Cek yang kuberikan padamu adalah cek atas nama, seharusnya kau menungguku bangun sebelum buru-buru pergi."
Nadine mendelik. "Kau tidur seperti kerbau, aku tidak punya waktu untuk menunggumu."
"Lalu apa yang kau rencanakan dengan uang itu?" tanya Devan mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja melunasi hutang papa dan merenovasi hotel." Nadine menjawab ogah-ogahan.
Melihat sikap Nadine, Devan tak lagi bicara. Pun setelah sampai di Bank, Devan dan Nadine terlihat seperti orang asing. Setelah uang berada di tangan Nadine, wanita itu membuat dua rekening atas namanya. Sebagian uang akan disimpannya sendiri dan sebagian lagi akan Nadine serahkan pada ayahnya.
Tak ada percakapan istimewa antara Nadine dan Devan. Seolah-olah tidak ada yang terjadi tadi malam. Sepanjang perjalanan menuju hotel ayah Nadine, Devan terus diam. Laki-laki dingin itu, lebih asyik memainkan ponsel dari pada mengajak Nadine mengobrol. Karena Devan terus diam, Nadine akhirnya buka suara.
"Kau tidak akan bangkrut setelah memberiku uang segini banyak kan?" tanya Nadine ragu-ragu.
"Cih, sepertinya kau benar-benar tidak mengenalku. Setelah ini sebaiknya kau buka google dan cari tau siapa Devan Abraham Mahesa. Bisa jadi setelah tau, kau akan menyesal tidak mengibaskan ekor dan bertahan lebih lama." ucap Devan sombong.
Nadine menghela napas berat. "Orang sepertimu tidak akan mengerti apa artinya terpaksa. Jika bukan karena terdesak, aku tidak mungkin melakukannya. Jadi jangan harap aku akan mengibaskan ekor seperti yang kau katakan. Kau tau kenapa wanita umur 28 tahun seperti aku masih perawan?"
Devan memasukkan ponsel ke saku jas sambil menggeleng dan menatap Nadine serius. Sepertinya laki-laki itu tertarik mendengar penjelasan Nadine.
"Ah sudahlah kau tidak akan mengerti. Ngomong-ngomong, aku benar-benar tidak akan hamil kan?"
Devan berdecak kesal. "Kalau kau hamil, kau akan jadi ratu di istanaku. Jadi tenang saja kau tidak mungkin hamil. Kalaupun kau hamil, itu keberuntungan untuk kita."
"Keberuntungan untukmu tapi kesialan untukku, Devan." desis Nadine.
Hal yang paling gadis itu takutkan adalah hamil di luar nikah seperti ibunya. Berkat kesalahan ayah dan ibunya, Nadine harus dicerca dan dihina sepanjang hari. Nadine tidak ingin mengalami hal serupa. Terlebih, Nadine tidak ingin anaknya mengalami nasib sama sepertinya.
Setibanya di hotel milik sang ayah, Nadine meminta Devan menghentikan mobil.
"Terima kasih untuk bantuannya, Devan." ucap Nadine.
"Tidak ada kata terima kasih diantara kita, Nadine. Aku mendapatkan apa yang ku mau, kau pun demikian." balas Devan acuh.
Nadine mendengus sambil menutup pintu mobil dengan kasar. Devan tersenyum sinis dan bergumam tidak jelas. Sebenarnya Devan cukup tertarik dengan perangai Nadine yang keras tapi menjunjung tinggi harga diri. Hanya saja, Devan tidak mau memperlihatkan ketertarikan pada siapapun. Laki-laki itu tidak ingin terikat dalam hubungan emosional yang melelahkan.
***
"Papa tidak perlu khawatir. Bisa membantu papa saja aku sudah sangat senang. Jadi jangan pikirkan uang itu berasal dari mana. Yang penting, sekarang kita bisa melunasi hutang." ujar Nadine menghapus keraguan Heru.
Heru terdiam. Sejak awal tidak ada yang peduli dengan masalah yang mereka hadapi. Hanya Nadine, ya hanya gadis itu yang memberinya dukungan dan bantuan. Heru tau, Nadine bersikap seperti itu untuk mempertahankan kenangan Heru dan Harumi, ibu Nadine. Hanya saja, Heru merasa bersalah sudah membuat Nadine mengorbankan banyak hal untuknya. Heru merasa menjadi ayah yang tidak berguna bagi Nadine.
"Bersama-sama, kita bisa membayar uang yang sudah ku pinjam. Aku akan bekerja lebih giat, bila perlu aku juga akan menjual apartemen yang papa beri. Jadi jangan khawatirkan apapun, Pa. Papa bekerja saja seperti biasa." tambah Nadine.
"Kau tidak meminjam uang ini dari Jordy kan?" tanya Heru khawatir.
Nadine menggeleng sambil tersenyum kecil. "Jordy tidak ada hubungannya dengan uang itu Pa. Aku harus pergi kerja. Ingat jangan pikirkan apapun dan pikirkan yang terbaik untuk renovasi hotel."
Nadine mencium pipi Heru sebelum meninggalkan ruang kerjanya. Setelah sampai di luar, Nadine menghirup napas dalam-dalam.
"Maaf pa, aku harus berbohong." gumam Nadine pelan.
Dengan langkah gontai, Nadine berjalan menuju lift. Saat pintu lift terbuka, tak sengaja gadis itu berpapasan dengan Gionino. Nadine mencoba tidak peduli dan mengabaikan keberadaan Gio.
"Apa yang kau lakukan di kantor papa?" tanya Gio penuh selidik.
"Bukan urusanmu." jawab Nadine acuh.
"Apa kau tidak bisa menunjukkan sedikit rasa hormat padaku? Bagaimanapun, kita satu ayah." tegas Gionino.
"Jika sejak awal kalian menerimaku sebagai saudara, tentu saja aku akan bersikap hormat." balas Nadine.
"Anak w************n sepertimu tentu saja tidak punya rasa hormat, aku tidak heran." ujar Gio sinis.
Nadine mengepalkan tangan menahan emosi. "Tapi hanya anak w************n ini yang peduli pada papa dan ekonomi keluarga. Laki-laki tak berguna sepertimu, bahkan tidak pantas disebut anak papa."
Saat Gionino ingin menyerang balik, pintu lift terbuka. Nadine bergegas meninggalkan Gio.
"Malam ini akan ada makan malam keluarga, sebaiknya kau datang dan persiapkan diri. Ku dengar, mama mengundang calon suamimu." teriak Gio.
Nadine tak menggubris ucapan laki-laki itu. Jika ada acara makan malam keluarga, artinya ada hal besar yang akan terjadi.
"Kali ini apa lagi? Mama mengundang Marcel? Sial! Apa mama benar-benar ingin membuatku segera menikah?" maki Nadine.
***
"Jo, mama sudah mengatur kencan istimewa untukmu. Dia anak menteri, gadis itu juga seorang dokter. Namanya Bela. Kau harus datang." perintah Laura.
Jordy mengangguk singkat sebelum masuk ke kamarnya. Di luar kamar, Laura meneriakkan waktu dan tempat dimana Jordy harus menemui Bela. Laki-laki itu mengiyakan perintah ibunya dengan malas.
Sejak kejadian di apartemen Nadine, Jordy tidak memiliki kebebasan seperti sebelumnya. Laura menempatkan bodyguard untuk mengawasi pergerakan Jordy selama 24 jam. Jordy juga tidak ingin mempersulit keadaan Nadine. Dengan mengikuti kemauan ibunya, Jordy berharap Laura tidak akan mengganggu kenyamanan gadis itu.
"Aku merindukanmu, Nadine. Apa kau baik-baik saja?"
Jordy memperhatikan foto Nadine di ponselnya. Sesekali laki-laki itu tersenyum saat melihat vidio lucu mereka waktu merayakan ulang tahun Nadine. Jordy ingin menghubungi gadis itu. Tapi sejak kejadian di apartemen, nomor Nadine tidak bisa dihubungi. Sepertinya gadis itu menuruti perintah Laura untuk menjauh darinya.
Karena hari sudah petang, Jordy bergegas mandi dan bersiap menemui Bela sesuai perintah Laura. Selesai mandi, laki-laki itu menuju meja makan.
"Kau sangat tampan Jordy, jangan kecewakan mami." ujar Laura sambil makan.
Jordy duduk dengan malas. Laki-laki itu menatap ibunya sebelum mengambil nasi.
"Apa kali ini mami bisa memberiku privasi? Akan sangat memalukan jika Bela melihatnya." pinta Jordy.
Laura menatap penuh curiga. "Apa kau berencana menemui Nadine?"
Jordy mendesah malas. "Please Mi, kita sudah membahasnya. Aku juga sudah berjanji tidak akan menemui Nadine lagi. Jadi ku mohon, tarik bodyguard Mami."
"Kalau kau menurut dan bersikap baik pada Bela, mami akan memenuhi keinginanmu." ujar Laura santai.
Jordy tersenyum kecil. "Aku akan bersikap baik pada Bela, tapi malam ini, biarkan aku membawa mobil sendiri."
"Oke. Tapi jika kau membuat kekacauan, aku akan menarik semua kartu kredit milikmu." ancam Laura.
Jordy mengangguk patuh. Malam ini adalah kesempatan besar bagi Jordy. Jordy sudah menyusun rencana. Setelah menemui Bela, Jordy akan mampir ke apartemen Nadine. Laki-laki itu berharap Nadine ada di sana. Dengan begitu, Jordy bisa mengobati sedikit rasa rindunya.
***
"Kenapa harus di hotel ini sih." gumam Nadine.
Marcel mengatakan, mereka akan makan di hotel Grand Mahesa bersama keluarganya. Memang hotel itu terkenal dengan restoran mewah di lantai paling dasar. Nadine sendiri heran dengan konsep yang ditawarkan hotel tersebut. Selain restoran, hotel Grand Mahesa juga menyediakan tempat karaoke dan cafe mewah berstandar internasional.
Nadine sedikit terkejut saat tiba di ruangan yang sudah disiapkan Marcel. Keluarganya juga keluarga Marcel sudah berkumpul di sana. Ini kali kedua keluarga mereka bertemu setelah pertunangan. Sepertinya kali ini mereka akan membahas masalah yang lebih serius.
"Kau cantik sekali, Nak." puji Hanum, ibu Marcel.
"Terima kasih, Tan." ucap Nadine sopan.
Nadine mencium pipi orang tua Marcel dan duduk di samping laki-laki itu. Sekilas, Nadine menoleh ke arah Marcel yang tak lepas menatapnya.
"Karena pemeran utama kita sudah datang, bagaimana kalau kita makan dulu?" ucap Heru.
"Ide bagus pak Heru, setelah ini kita akan membahas banyak hal." balas Marwan sambil tertawa ringan.
Sebisa mungkin, Nadine memasang senyum demi wajah bahagia ayahnya. Setelah ini, Nadine akan menendang Marcel dan mencari bukti yang kuat untuk menyingkirkan laki-laki parasit itu.
Nadine menanggapi seadanya saat sesekali orang tua mereka mengajak bicara. Kentara sekali kalau gadis itu bosan. Di bawah meja, Marcel meletakkan tangan di atas paha Nadine. Nadine masih berusaha bersikap sopan dengan pamit ingin ke toilet. Jika tidak memandang ayahnya, Nadine pasti sudah menendang laki-laki b******n itu.
Alih-alih ke toilet, Nadine berjalan ke luar restoran untuk mencari udara segar. Saat itulah, seseorang menarik tangannya dan membawa Nadine dalam pelukan.
"Aku merindukanmu." bisik Jordy.
To be continue...