bab 7

1638 Words
"Ehem." Suara dehaman yang nyata di buat-buat itu membuat Samuel urung mencium pipi sang istri, lelaki itu lalu menatap tajam seorang wanita yang berdiri tidak jauh dari mereka. Wanita itu terkekeh karena tahu Samuel kesal padanya, Meisya juga ikut tertawa melihat ekspresi sang suami. "Bapak sama Ibuk mesra-mesraan terus, biar cepet punya adeknya Mas Abraar ya?" ledek wanita bertubuh mungil dengan kulit gelap itu, hidung peseknya tetap tidak mengurangi senyum manisnya, dia adalah Wiwin seorang janda kembang yang bekerja pada mereka untuk membantu Meisya mengerjakan pekerjaan rumah dan mengantar jemput Abraar ke sekolah jika Meisya tengah sibuk dengan pekerjaannya. "Itu tau, gimana Abraar mau punya adek kalau kamu ehem ehem terus!" jawab Samuel cepat, Wiwin malah tambah tertawa melihat Meisya melotot pada sang suami. "Ya masa' cuma di cium pipinya aja langsung bisa jadi adek, Pak," jawab Wiwin sambil tertawa dan Samuel malah tambah melotot padanya. "Iya, iya. Wiwin anter Mas Abraar ke sekolah aja deh biar enggak ganggu Bapak sama Ibu. Udah lanjut aja mesra-mesraannya," kata Wiwin yang lalu berjalan sambil agak menunduk sopan melewati Samuel dan Meisya yang tengah berdiri di dekat ruang makan, wanita itu lalu ke kamar Abraar karena tahu anak itu pasti masih di dalam kamar untuk bersiap ke sekolah. "Sibuk hari ini, Sayang?" tanya Samuel setelah mengecup pipi Meisya, hal yang sempat tertunda karena ulah Wiwin yang baru datang tadi. Wanita itu memang tidak menginap di rumah mereka ia datang pagi dan akan pulang sore, sama seperti Mbak Tri yang sebelumnya bekerja di rumah itu. "Ya, lumayan ada beberapa pasien yang udah buat janji," jawab wanita yang berprofesi sebagai dokter gigi dan membuka praktek mandiri di sebuah klinik yang di bangun tepat di depan rumah mereka. "Semangat, ya," kata Samuel sambil mengelus bahu wanita cantik itu, Meisya tersenyum lebar mendengarnya. "Pasti semangat dong Kak, menjalani pekerjaan yang sudah menjadi cita-cita sejak kecil kan sebuah hal yang luar biasa. Ini semua karena Kak Sam, Kak Sam adalah malaikat yang Tuhan kirim untuk mewujudkan semua kebahagiaan aku," kata Meisya, wanita itu lalu memeluk sang suami dengan erat. "Sama, kamu juga. Kamu juga malaikat yang Tuhan kirim untuk mewujudkan semua kebahagiaan aku. Kamu dan Abraar," jawab Samuel, lelaki itu lalu mencium pucuk kepala sang istri. Meisya melepaskan pelukannya karena sadar waktu lelaki tercintanya itu harus segera berangkat ke kantor. "Udah sana berangkat, udah siang. Jangan kasih contoh buruk buat karyawan di kantor," ujar Meisya meminta sang suami untuk berangkat, lelaki itu tersenyum mengingat kata di balik lelaki yang sukses pasti ada wanita yang hebat. "Iya, Sayang, iya. Tapi cium dulu," jawab Samuel yang dengan cepat memajukan wajahnya untuk kembali mencium pipi sang istri jika saja tidak .... "Ehem lagi!" Samuel kembali berdecak kecil saat mendengar suara Wiwin, kali ini kekehan wanita itu juga di iringi kekehan tawa Abraar. "Sayang, berangkat sama Mbak Wiwin ya. Mama mau siap-siap di klinik," kata Meisya pada sang putra, bocah itu mengangguk lalu berjalan mendekat dan memeluk sang ibu dan sang ayah bergantian untuk berpamitan. "Abraar sekolah sama Mbak Wiwin dulu ya, Ma, Pa," pamit Abraar, Samuel dan Meisya tersenyum lebar pada sang putra. "Iya, Sayang, belajar dengan bahagia ya di sekolah," jawab Samuel sambil mengacak pelan rambut sang putra. "Ayo, Mas, nanti terlambat loh," kata Mbak Wiwin, Abraar menggandeng tangan wanita itu yang akan mengantarnya ke sekolah menaiki sepeda motornya karena sekolah Abraar tidak begitu jauh dari rumahnya hanya berjarak sekitar satu kilo meter saja. "Hati-hati Mbak, Win," pesan Meisya sambil melambaikan tangannya pada Abraar. "Beres, Buk, Wiwin selalu pakai hati kok," jawab Wiwin membuat Meisya dan Samuel tertawa kecil, wanita itu memang selalu ceria, begitulah sifatnya hingga kesendirian setelah di tinggal selingkuh sang suami juga tidak membuatnya berlarut dalam kesedihan. "Aku berangkat juga, ya, Sayang," kata Samuel, lelaki itu memberikan tangannya untuk Meisya salami. "Hati-hati ya Kak, jangan lupa pesenan aku," jawab Meisya sambil tersenyum manja, Samuel jadi ikut tersenyum menatap wajah cantik sang istri. "Iya, Sayang. Nanti aku pesenin kerupuk udang satu karung," jawab Samuel sambil mencubit gemas pipi sang istri. "Ya enggak perlu sebanyak itu juga, Kak," kata Meisya gemas karena candaan sang suami. Samuel tidak menjawab, ia hanya tersenyum lalu mengecup cepat bibir ranum wanita cantik itu dan berjalan menuju mobilnya. Karena sang suami juga sudah berangkat Meisya lalu berjalan menuju kliniknya untuk bersiap-siap menangani pasiennya. *** Dengan gagah Samuel melangkah memasuki kantornya, lelaki itu tidak sejenak pun melupakan tugas penting yang sedang di embannya, tugas untuk membahagiakan sang istri dengan menuruti keinginannya. Memesan kerupuk udang. Samuel mengedarkan pandangan ke sekeliling dan tidak mendapati Jenar di mana pun, ada seorang anak magang yang sedang mengerjakan tugas yang entah apa di salah satu kubikel tetapi gadis itu bukan gadis yang Samuel cari. Hingga lelaki itu memutuskan untuk masuk ke ruangannya. "Selamat pagi, Pak Sam," sapa sang sekretaris yang sudah datang terlebih dahulu dan terlihat sedang mengerjakan pekerjaannya, sebelum memasuki ruangan Samuel memang harus melewati meja kerja sang sekertaris terlebih dahulu. "Alah, basa-basi banget kamu!" sembur Samuel, sang sekertaris malah tertawa. "Za, coba kamu cari anak magang di kantor kita yang jualan kerupuk udang. Terus suruh dia ke ruangan saya," pinta Samuel pada sang sekertaris, permintaan Samuel itu malah membuat pemuda itu mengerutkan keningnya. Dengan dalih menjaga perasaan Meisya, Samuel sengaja mencari pekerjaan yang paling berdekatan dan paling banyak menghabiskan waktu dengannya itu yang berjenis kelamin laki-laki. Dan laki-laki itu adalah Reza, pemuda berusia dua puluh lima tahun yang sudah satu tahun ini menjadi sekertarisnya. "Anak magang? jualan kerupuk? yang mana? namanya siapa, Pak?" Reza malah memberondong Samuel dengan pertanyaannya, lelaki itu berdecak kesal pada sekertarisnya. "Saya Lupa siapa namanya, pokoknya kamu cari aja deh, anak magang di sini kan cuma empat buka empat ratus," jawab Samuel datar, lelaki itu tidak lagi menunggu Reza memberi jawaban ia langsung memasuki ruangannya karena Samuel tahu jika bukan jawaban yang akan Reza berikan melainkan pertanyaan lagi. Reza menggaruk lehernya dengan malas lalu berjalan mencari anak magang yang Samuel maksudkan. "Ngapain sih Pak Samuel mau ketemu anak magang, biasanya juga semua kerjaan lewat aku," gumam Reza dalam hatinya, pemuda itu mendekati seorang gadis yang ia tahu sebagai anak magang, siapa tahu gadis itu yang Samuel maksudkan. "Dek, kamu anak magang yang jualan kerupuk?" tanya Reza pada seorang gadis yang lalu mengalihkan pandangannya dari layar monitor komputer menatapnya, gadis itu tersenyum canggung. "Bukan, Pak. Yang jualan kerupuk di lampu merah itu teman saya, namanya Jenar," jawab gadis itu, dahi Reza mengerut mendengar tempat yang gadis itu sebut sebagai tempat berjualan sang teman. "Teman kamu itu mana?" tanya Reza ringan, meski sempat heran tapi Reza tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang Jenar selain di mana gadis itu sekarang karena ia harus mengatakan kalau Samuel ingin bertemu dengannya. "Di ruangan foto kopi, lagi ngeprint berkas," jawab gadis itu memberitahu di mana Jenar berada. "Kamu bisa tolong cari dia, terus bilang kalau dia di minta ke ruangan Pak Samuel sekarang?" tanya Reza, gadis yang masih menatapnya dari tempat duduknya itu mengerti jika itu bukan sebuah pertanyaan tetapi sebuah perintah. "Iya, Pak," jawab gadis itu dengan cekatan, Reza tersenyum melihat gadis itu bangun dari duduknya dan segera bergegas mencari Jenar. "Terima kasih, ya," kata Reza pemuda itu tidak menunggu jawaban, ia segera berjalan menuju meja kerjanya kembali. Gadis yang memiliki postur tubuh yang tidak jauh berbeda dengan Jenar itu segera berjalan cepat menuju ruang foto kopi untuk menjadi Jenar, ia segera mendekat melihat Jenar tengah sibuk dengan pekerjaannya. "Nar, Jenar." Jenar menoleh mendengar suara Dewi memanggilnya, lalu terheran-heran melihat sang sahabat tergopoh-gopoh mendekatinya. "Kenapa, Wi?" tanya Jenar sambil menatap gadis yang paling dekat dengannya di bandingkan dengan teman yang lain. "Tadi Pak Reza nyuruh aku nyari anak magang yang jualan kerupuk, itu pasti kamu kan!" kata Dewi dengan keyakinannya, Jenar mengerutkan kening mendengarnya tetapi tetap mengangguk membenarkannya. "Ada apa Pak Reza nyari aku?" tanya Jenar cepat. "Enggak tau, kata Pak Reza kamu di suruh ke ruangan Pak Samuel sekarang," kata Dewi, Jenar semakin bingung tetapi pikirannya langsung kembali pada kejadian kemarin sore. "Aduh, ada apa, ya," tanya Jenar lirih, hanya sebuah gumaman karena ia tahu baik Dewi atau pun dirinya sendiri tidak tahu mengapa Samuel mencarinya pikiran Jenar hanya tertuju pada uang yang Samuel berikan tetapi ia hanya diam. "Ya mana aku tau, udah sana kamu buruan ke ruangan Pak Samuel," kata Dewi sambil menepuk bahu Jenar meminta sang sahabat bergegas. "Tapi ini gimana?" tanya Jenar sambil menatap pekerjaannya yang belum selesai. "Nanti aja, lanjutin nanti sekarang kamu ke ruangan Pak Samuel dulu. Bos enggak boleh nunggu," jawab Dewi membuat Jenar langsung bangun dari tempat duduknya, kedua gadis itu berjalan beriringan lalu berpisah kemudian Dewi kembali meneruskan mengerjakan tugasnya sedangkan Jenar berjalan ke ruangan Samuel dengan jantung seolah hendak melompat dari tempatnya. "Em ... maaf, Pak Reza, katanya saya di panggil Pak Samuel?" tanya Jenar sambil berdiri kikuk di depan meja Reza, pemuda yang tengah sibuk membaca sebuah kertas yang berada di dalam map itu mengangkat kepalanya dan menatap Jenar dingin. "Kamu yang jualan kerupuk?" tanya Reza datar, Jenar menganggukan kepala dengan kedua tangan saling bertautan di depan tubuhnya. "Nama kamu siapa?" tanya Reza hanya ingin tahu agar mudah mencarinya jika Samuel meminta. "Jenar, Pak," jawab Jenar dengan sopan. "Oke, kamu langsung masuk aja, Pak Samuel nunggu," kata Reza yang lalu menatap kembali map yang ada di tangannya, Jenar berusaha tenang lalu mengetuk pintu ruangan Samuel. "Masuk." Suara Samuel terdengar membuat Jenar semakin gugup, gadis itu masuk dan melangkah dengan hati-hati. Samuel tersenyum melihatnya karena merasa lega tugas yang di berikan sang istri akan segera selesai. "Pak Samuel panggil saya? Pasti karena uang itu ya? Uangnya sudah saya kasih ke simbok buat bayar bank mingguan, karena simbok bener-bener lagi enggak punya uang buat bayar Bank mingguan. Nanti kalau saya sudah punya uang dari hasil jualan kerupuk yang itu pasti saya kembalikan sama Bapak," kata Jenar dengan penuh kehati-hatian, Samuel malah mengerutkan keningnya mendengar perkataan gadis yang tidak berani mengangkat kepala untuk menatapnya. "Kamu ngomongin apa sih?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD