Bab 9

1101 Words
Hari ini adalah weekend, saatnya Ara ingin bersantai ria di kosannya, sambil streaming drakor yang paling ditunggu-tunggu tiap sabtu dan minggu, siapa lagi kalau bukan drama pelakor yang buatnya naik darah. "Gila, ya, ini si Da Kyung, masih muda terus cantik tapi jadi pelakor, kagak takut karma ya. Kan segala sesuatu kalau ambil punya orang lain pasti akhirnya enggak baik." Ara terus berkomentar mengenai drama yang sedang ia tonton. "Ah, gue berharap ini endingnya si Da Kyung sama Tae Oh pisah, terus buat Tae Oh sengsara dan minta rujuk, tapi dokter Ji enggak peduli." Deringan ponselnya, membuat drama pun terhenti, rasanya Ara ingin mencaci maki makhluk yang mengganggu zona nyamannya saat ini. Bos menyebalkan, terpampang nyata di layar ponsel Ara. Ara pun terpaksa mengangkatnya dengan setengah hati. "Saya mau kita kencan." Ara langsung melotot tidak percaya saat mendengar ucapan Devan di seberang sana. Ini dia ngajak gue kencan? What the... "Saya jemput kamu satu jam lagi!" "Pak, saya kan belum jawab mau." "Saya enggak butuh jawaban kamu." Setelah itu sambungan terputus secara sepihak. Sementara Ara belum tahu apa alasan si Devan mengajaknya kencan, lalu sekarang Ara harus apa? Senang atau sedih? Ara pun beranjak dari kasurnya dan langsung buka lemari, mencari baju yang layak dipakai untuk kencannya nanti malam. Ara sama sekali enggak punya dress, yang ada di lemarinya hanya pakaian casual. "Kenapa lo jadi mikir penampilan, Ra? Dia kan bukan cowok spesial!" gerutunya. Ara mengeluarkan seluruh pakaiannya dari dalam lemari. Akhirnya pilihan Ara jatuh pada kaos putih bermotif, jaket kulit berwarna army, dan celana jeans. Ara memang sesimple itu dalam memilih pakaian, bukan perempuan fashionable seperti para selebgram. Akhirnya Ara langsung mengambil handuk yang digantung di balik pintu, dan segera ke kamar mandi. *** Ratu yang melihat Devan dengan baju putih dan jaket hitamnya, kemudian bertanya, "Kak Dev, mau ke mana?" tanya Ratu setelah selesai membuat kentang goreng. "Jalan, mungkin nanti malam balik." Ratu merasa aneh, soalnya dari awal Ratu tinggal di sini tidak pernah melihat Devan keluar di saat weekend. "Jalan sama siapa, Kak?" "Sama cewek." Ada rasa yang tak biasa yang Ratu rasakan saat Devan mengatakan hal tersebut, tetapi Ratu mencoba terlihat biasa saja, dan tetap tersenyum. "Oke, Kak. Hati-hati." Devan mengangguk, kemudian langsung berlalu meninggalkan Ratu. Setelah menempuh perjalanan yang kurang dari satu jam, akhirnya mobil Devan terparkir dengan indekos dua lantai dengan pagar hitam menjulang tinggi. Devan mengambil ponselnya di atas dasboard lalu mengirim chat kepada Ara. Devan Mahendra: saya di depan. Centang biru sudah menyala itu tandanya Ara sudah baca chatnya, tetapi tidak ada tanda-tanda balasan. Setelah menunggu selama lima 5 menit, akhirnya Ara masuk ke mobil Devan. Ini pertama kalinya mereka semobil berdua, ada kecanggungan yang terjadi, dan juga ada rasa deg-degan di hati Ara yang entah kapan muncul. "Wangi parfum kamu enak," ujar Devan tetap fokus menyetir, sementara Ara langsung menoleh karena terkejut dengan pujian dari Devan, si laki-laki penuh gengsi itu. Ara hanya mengucapkan terima kasih, kemudian ia memutar lagu karena sedari tadi seperti tidak ada kehidupan. "Bapak suka lagu apa?" "Terserah kamu." Ara memanyunkan bibirnya kemudian berkata, "Si Bapak, kalau ditanya kenapa, jawabannya terserah, kayak cewek aja!" Karena tidak ada lagu yang enak, akhirnya Ara menyambungkan lagu dari ponselnya ke DVD itu, ia menyetel lagu mamah muda, merupakan lagu sering ia putar akhir-akhir ini di saat gabut. "Lagu apa itu?" "Mamah muda, enak buat joget." "Alay." "Bapak aja yang hidupnya terlalu datar. Jangan terlalu tegang, rileks aja." Ara menggoyangkan tubuhnya, dan menggerakkan mulutnya saat musik dan lirik mamah muda menyapa pendengarannya. Devan hanya menghela napas, melihat kelakuana anak magang di kantornya ini. Saat di kantor terlihat serius, ternyata aslinya kocak. Mobil Devan pun berhenti di sebuah danau yang tidak terlalu luas, kemudian mereka pun turun, tapi sebelum itu Devan mengambil kameranya dulu. "Kamu duduk di pinggir danau, saya mau foto kamu." Ara tidak bertanya, akhirnya ia pun menuruti perkataan Devan, lagian sayang kalau datang ke tempat seperti ini, tetapi tidak diabadikan. Devan mengambil posisi untuk mulai memotret modelnya kali ini.  Setelah selesai memotret, Devan pun langsung duduk di sebelah Ara untul memperlihatkan hasil potretnya itu.   "Wah cantik hasilnya, Pak." "Karena yang jadi modelnya cantik." Ini adalah kedua kalinya Devan memuji Ara, patut diingat dan dicatat karena Devan paling gengsi untuk memuji wanita di sampingnya ini. "Bapak, udah dua kali lho muji saya, Bapak enggak kesambet, kan? Tiba-tiba nganjak jalan, tiba-tiba muji, kayak ada yang aneh enggak, sih?" Devan menyunggingkan seulas senyum. "Kamu berhasil buat saya kepikiran semalaman karena perkataan kamu yang bilang saya gay." "Oh, tapi anak-anak kantor juga bilang gitu, Pak." Devan terkekeh. "Saya enggak gay, Ara. Saya belum nikah karena saya belum menemukan jodoh saya." Ara mengangguk. "Iya saya paham kok." Devan menoleh ke arah Ara, membuat gadis itu ikut menatap Devan. "Mau tahu enggak kenapa saya minta kamu panjangin rambut?" Ara menggeleng. "Karena saya suka cewek berambut panjang." Ara menggigit bibir bawahnya, saat mata mereka sedekat ini. "Entah kenapa, dari awal pertemuan pertama kita di supermarket, saya udah kepikiran kamu terus, dan sampai detik ini kamu sering muncul di benak saya. Kamu tahu kenapa?" Ara menggeleng. "Saya juga enggak tahu jawabannya." Devan meraih jemari Ara. "Saya orangnya gengsian, seperti yang kamu bilang, dan saya suka lihat kamu cemberut makanya saya sering bikin kesal." Dada Ara berdetak lebih cepat, apalagi jemari mereka sekarang bersentuhan dalam jarak sedekat ini, mata Devan yang menatapnya dengan lembut. "Ra, i don't know what i feel, karena sebelumnya saya enggak pernah jatuh cinta." Devan semakin mendekatkan bibirnya ke telinga Ara. "But, maybe, i'm fallin' in love with you." Detak jantung Ara seakan berhenti berdetak karena mendengar ucapan Devan. Ia tidak mampu untuk menjawab ucapan itu, seakan dirinya terhipnotis oleh pesona Devan Mahendra. "So, will you be my partner in my life?" "Pak—" Devan langsung menarik tengkuk Ara, ia melakukan pergerakan seperti yang ia tonton tutorialnya di YouTube semalam. Ara yang lebih lihai, akhirnya menuntun Devan untuk semakin memperkuat dan memperdalam ciuman itu. Ini adalah ciuman pertama untuk Devan, tetapi tidak untuk Ara karena sebelumnya ia pernah melakukan hal ini. Devan pun menghentikan ciuman mereka, dan meyeka saliva di bibir Ara. "You are a good kisser!" "Of course," ujar Ara bangga. "And now, Ara is mine." "Ih, saya kan belum jawab, Pak." "Saya enggak butuh jawaban kamu, karena saya udah tahu jawabannya dilihat dari ciuman tadi." Ara memanyunkan bibirnya. "Enggak seru, masa enggak romantis." "Nanti aja pas lamaran." Devan langsung menggandeng tangan Ara untum berkeliling danau itu. Ada rasa bahagia yang menyelimuti keduanya. Devan yang jatuh ke dalam pesona Ara, dan Ara yang tidak dapat menolak peson Devan. Devan Mahendra & Chloe Xiomara's day. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD