11. Gegabah Pembawa Petaka

1165 Words
“Jadi, untuk event selanjutnya siapa yang bakal turun?” tanya seorang pemuda dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya. Pemuda yang berada di hadapannya membaca satu-persatu huruf dari sebuah note. “Lo, Rio, Melisa, sama Saras. Inget, dua cewek itu hanya tangan kanan dan kemampuannya masih kurang. Gue harap, kalian semua bisa latihan secara serius selama sebulan ini. Bisa, kan?” Pemuda tadi dengan mantap mengangguk. “Tenang aja, nanti Adek gue yang bakal pantau Meli sama Saras.” Dia adalah Alandra, yang kini sedang mengobrol dengan salah satu temannya. “Gue percaya sama lo, Landra,” ucap pemuda itu dengan senyum menyeringai dan dibalas seringai juga oleh Landra.” “Thanks Brandon,” sahut Landra. Setelah itu Brandon mengibaskan kedua tangannya di hadapan Landra. “Sono dah balik, jangan kebanyakan bolos. Kalau Alun tau, abis lo.” Landra mendengus karena ejekan Kakak kelasnya itu. Tanpa menunggu lama, Landra berlalu dari rooftop meninggalkan Brandon yang kini menikmati angin sepoi-sepoi seorang diri. “LANDRA!!!!” Baru saja kakinya menapak pada tangga pijakan terakhir, suara genit seseorang sudah memasuki pendengarannya. Landra bergidik kala melihat Riel berlari menghampirinya dengan gerakan yang menjijikan. Karena tak mau sampai tertangkap, Landra akhirnya berlari tak tentu arah hingga tanpa sadar menabrak seseorang dari arah yang berlawanan dengannya. Bruk! Kedua mata Landra memejam saat mengetahui siapa orang yang dia tabrak, terlebih orang yang dia tabrak itu sudah mengoceh membuat Landra menatapnya tajam. Bisa Landra lihat jika orang yang bertabrakan dengannya kini menciut takut. Saat mengetahui gadis itu membuka suara, Landra langsung menyergah dengan kalimat yang menantang hingga gadis itu akhirnya meminta maaf dan berlalu dari sana. Sepertinya dia tak mau berlama-lama memiliki urusan dengan Landra, dan pemuda itu juga tidak peduli. “Sialan cupu!” Landra mengumpat kala melihat punggung gadis itu semakin menghilang dari pandangannya. *** Kring ... Kring Bel pertanda waktunya istirahat pertama sudah berbunyi begitu nyaring ke segala penjuru sekolah. Guru-guru yang sedang mengajar mulai mengemasi peralatannya karena melihat seluruh muridnya sudah kehilangan fokus. “Baiklah, karena bel istirahat pertama sudah terdengar maka materi hari ini cukup sampai pada logaritma sana. Untuk selanjutnya, kita akan membahasnya pada pertemuan berikutnya,” ucap Bu Diah sebelum akhirnya melangkah keluar kelas yang langsung disambut sorak-sorai para penghuni kelas. “Kantin woy, laper gue,” ajak Alun. Kedua tangannya berkacak pada pinggang saat melihat para sahabatnya masih sibuk dengan peralatan tulisnya. “Ayo, aku juga laper,” sahut Agnes diiringi cengiran kuda. Alun segera berjalan lebih dahulu diikuti para sahabatnya yang kini mulai mensejajarkan langkahnya. “Alun buruan, katanya ada rapat di meja biasa,” sambar Getha, tangan kanannya yang entah datang darimana. “Ayo kumpul,” seru Alun. Keenam gadis itu berjalan tergesa menuju kantin. Bahkan tak jarang mereka menabrak murid yang berlalu lalang membuat para korbannya menggerutu. Saat memasuki area kantin, keenamnya bisa melihat sebagian anak STONE sudah berkumpul di meja kebesaran sembari menunggu anggotanya yang belum hadir. “Ada apa?” cecar Grace tak sabaran. Ardo yang memang mengajak mereka untuk berkumpul segera berdeham singkat sebagai permulaan. “Gue gak mau basa-basi sekarang. Disini gue berlaku sebagai Brainemos mau ngasih lihat ke kalian, semuanya yang sudah terjadi seminggu lalu sama Celine dan kalian bisa lihat sendiri siapa pelakunya.” Video mulai berputar mulai dari mobil Celine yang melewati jalan Tetra dimana jalanan itu terkenal sepi dan rawan bahaya hingga akhirnya satu-persatu pemuda menghadang mobil tersebut. Tak lama setelah itu Celine keluar dari mobil dan mendapatkan p*********n secara brutal tanpa ampun. Klik! Video berdurasi kurang lebih lima menit itu menayangkan seluruh rekaman dari kamera CCTV tersembunyi yang sudah terdapat di mobil Celine. Sementara Landra nampak tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat karena sepertinya mustahil. “b******k, itu jaket punya Aeros!” “Masalahnya sama kita apa sampai nyerang kayak gini?” “Ini udah keterlaluan, gak ada ampun!” “Rasanya gue pengen habisin mereka semua.” “Mati lo Aeros bentar lagi! Landra yang mendengar u*****n dari anggotanya langsung mengangkat sebelah tangan, memberikan isyarat kepada semuanya supaya diam. “Jangan gegabah, kita cari kebenarannya dulu. Mereka semua bener Aeros, atau orang yang berniat ngadu domba aja?” Ardo mengepalkan kedua tangannya mendengar balasan ketuanya yang terkesan menentang. “Gak bisa! Adek gue celaka karena mereka semua!” “Kita juga gak bisa asal nyerang balik ke mereka! Karena kalau kita gegabah dan ternyata pelakunya bukan mereka, yang ada masalah akan semakin besar!” sergah Landra dengan penjelasan yang bijak. “Kenapa lagi, Lan? Ini Adek gue, anggota lo juga kan?” ujar Ardo semakin tidak terima. “Lo disini sebagai Brainemos, lo otak kita semua jadi nasib kita ada sama apa yang udah lo dapatkan. Jangan gegabah, Ar, gue gak mau korban semakin banyak,” tutur Landra. Rio yang sejak tadi hanya menyimak akhirnya menimpali. “Apa yang diomongin sama Landra bener. Kalau mereka menggunakan otot, maka kita harus pakai otak buat nyerang mereka.” Ardo menghembuskan nafasnya kasar, dia mengalah karena apa yang dibilang Landra ada benarnya. “Fine.” Grace menepuk bahu Ardo. “Itu baru pembalasan yang bagus.” Mereka yang tadinya mengumpat dan menyusun rencana untuk menyerang akhirnya ikut menyetujui. Apa yang dijelaskan ketuanya adalah benar. Menjatuhkan musuh yang terbaik adalah, gunakan otak kita untuk melukai raga dan jiwanya. “Permisi Aden, Eneng, ini pesanan makanan sama minuman kalian.” Seorang pria paruh baya yang berjualan di kantin membuyarkan ketegangan disana. “Makasih, Pak.” “Kebetulan banget daritadi laper.” “Mantap banget makanannya.” “SELAMAT MAKAN SEMUANYA!” teriak Jesslyn memaksakan senyumnya meskipun hatinya sangat sakit karena sudah seminggu ini Landra berubah kepadanya. Tanpa disadari ada sepasang mata yang menatapnya penuh benci, kemudian beralih menatap Landra dengan pandangan memuja. *** “Kak, aku ada rencana mau jodohin anakku si Landra deh.” Zelin berkata dengan sangat antusias saat menceritakan anaknya kepada sang Adik ipar. “Sama siapa, Lin?” tanya Cassey penasaran, tidak biasanya istri dari Kakaknya seheboh ini. Zelin seketika menghentikan kehebohannya dan menggaruk tengkuknya kikuk. “Aku belum tau namanya, hehehe ...” “Hah?” Cassey menganga. “Hehe ... aku baru dua kali ketemu dia. Tapi, aku ngerasa kayak udah deket banget sama dia,” jelas Zelin seraya tersenyum kecil. “Apa kamu yakin Landra mau, Zel?” Kedua bahu Zelin terangkat. “Ya ... mau gak mau sih Kak ...” “Kalau gak mau, jangan dipaksakan Zel,” ucap Cassey serius. Zelin mendengus karena ternyata Kakak iparnya tidak sejalan dengannya. “Emangnya Seo mau? Buktinya Kakak juga maksa kan, karena mau anaknya dapet yang terbaik?” “Aku mau dijodohkan, Aunty,” timpal Seo seraya menggerakkan kursi rodanya mendekati kedua wanita dewasa tersebut. Baik Zelin ataupun Cassey, keduanya menoleh saat suara Seo menginterupsi. “Emangnya kamu gak ada pacar?” Seo termenung sebentar sebelum akhirnya menggeleng. “Dulu ada, hanya saja kami harus berpisah karena dia berkhianat.” Sejak tadi ada sepasang mata yang menguping obrolan itu dengan wajah sendunya. Tak menyangka jika kesalahpahaman ini akan berakhir panjang dan harus kehilangan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD