12. Penyergapan Hotel

1554 Words
Tak hentinya Jesslyn menatap kaca besar di kamarnya dengan wajah yang ditekuk. Semakin hari, sifat Landra semakin tidak jelas menurutnya. Jesslyn sendiri tidak tahu, apa alasan yang mendasari perubahan sikap kekasihnya itu. Dia bahkan tidak merasa jika ada suatu hal yang memancing amarah Landra karena memang sebelumnya baik-baik saja. “Sebenarnya ... apa salahku ke kamu sih, Lan?” gumam Jesslyn seraya menatap pantulan dirinya di kaca tersebut. Tok! Tok! Suara ketukan pada pintu kamarnya membuat Jesslyn mendesah. Dengan langkah gontai, Jesslyn melangkah ke arah pintu guna mengecek siapa gerangan yang menggedor hingga mengganggu waktu bersantainya. Cklek! “Jess, lo gak siap-siap? Dua jam lagi acara dimulai, dan lo belum apa-apa? Cepet ganti, jangan lupa pake hadiah dari gue!” cerocos Alun yang membuat Jesslyn memutar matanya jengah. Brak! Karena malas mendengarkan ocehan sahabatnya, Jesslyn lebih memilih untuk menutup pintu kamarnya. Melihat kelakuan Jesslyn, Alun langsung menganga tak percaya. “Sialann!” Alun mengumpat karena kelakuan sahabatnya. Gadis itu akhirnya memilih untuk pergi dari sana supaya bisa mempersiapkan diri. Satu jam berlalu begitu saja. Kini Jesslyn sudah siap dengan dress yang diberikan oleh Alun. Gadis itu memandangi pantulan dirinya di depan cermin dengan wajah yang sumringah. Setelah puas memandangi penampilannya, Jesslyn akhirnya keluar dari kamar dan menghampiri Alun yang sudah menunggu. “Cantik banget, pantes Kakak gue tergila-gila sama lo!” puji Alun berniat menggoda Jesslyn yang sayangnya dibalas dengan senyuman kecut oleh calon Kakak iparnya tersebut. “Ayo berangkat,” alih Jesslyn dan berjalan menuju mobil terlebih dahulu. Di belakangnya Alun mengikuti sembari bertukar kabar dengan kekasihnya. *** Hotel Oval tempat berlangsungnya acara birthday Jesslyn sudah ramai didatangi oleh para tamu undangan yang memang menghadiri perayaan tersebut. Mereka semua yang hadir langsung menatap ke arah pintu masuk saat mendengar suara keributan yang ditimbulkan dari sana. Mata para tamu undangan seketika melotot saat Jesslyn mulai memasuki ballroom diikuti anggota STONE di belakangnya. Jesslyn cantik banget Siapa itu di sebelahnya? Dia mirip putri sehari semalam Jesslyn menatap para tamu undangan dengan senyuman mengembang. Di sebelahnya, Shane sang Mami mengelus lembut tangan putrinya. “Anak Mami cantik banget,” puji Shane dengan senyuman khas seorang Ibu. Gadis itu terus melangkah bersama Shane menuju podium. Tiba disana, Jesslyn dan Shane langsung menghadap para tamu undangan yang sudah tak sabar menantikan rangkaian acaranya. Di setiap sisi masing-masing terdapat tiga anggota STONE yang berjaga demi keamanan semuanya. Acara tiup lilin diawali dengan serangkaian doa sebelum akhirnya lilin tersebut padam karena Jesslyn meniupnya. Setelah selesai, Jesslyn memotong kue tersebut dan memberikan suapan pertamanya untuk sang Mami. Bagi Jesslyn, Shane adalah wanita terkuat sepanjang masa yang bersedia menghadirkannya ke bumi meskipun ia sudah tidak memiliki Ayah karena telah meninggal dunia. Momen itu disaksikan para tamu undangan yang kini sudah bertepuk tangan menyaksikan haru biru antara Ibu dan anak tersebut. Tap! Tap! Landra yang sejak tadi menyaksikan pun turut bergabung. Langkahnya yang tegap melangkah menuju Jesslyn yang sudah terdiam kaku melihatnya. Pemuda yang berstatus sebagai kekasihnya itu terlihat begitu tampan dengan tuxedo putih yang melekat pada tubuh atletisnya. “Selamat ulang tahun, sayang,” ucap Landra bak orang tak berdosa padahal dia sudah membuat gadisnya bersedih selama beberapa waktu. “Sweet banget astaga!” pekik Alun dengan suara tertahan setelah melihat Landra melabuhkan kecupan pada kening Jesslyn. Landra segera mengalihkan pandangannya pada Shane yang menatap keduanya tanpa kedip. Pemuda itu mengambil tangan Shane dan menciumnya. “Tante, apa boleh?” Shane yang mengerti maksud pemuda itu mengangguk pelan. “Tentu saja, nak.” Setelah mendapatkan persetujuan dari Shane, Alandra segera mengeluarkan sebuah kotak beludru dari saku jasnya dan membuka kotak tersebut di hadapan Jesslyn. Pemuda itu berjongkok kemudian memegang sebelah tangan gadisnya. “Jesslyn, maukah kamu bertunangan denganku?” tanya Landra tanpa adanya basa-basi. Terima Jess terima Woi Ayo Jess cepet Gue kapal lo berdua nih Jesslyn sendiri sudah membekap bibirnya tak percaya. Harapannya untuk bersama dengan Landra, sudah di depan mata. Tanpa menunggu lama, gadis itu segera memeluk kekasihnya. “Ya, aku mau.” Sorak-sorai dari tamu undangan yang hadir membuat sepasang tunangan itu larut dalam suasana yang ada. Tak hanya keduanya, mereka yang datang pun juga larut dengan alunan musik classic penghantar acara. Dor! Dor! Dor! Tiga tembakan memberondong membuat seluruh anggota STONE yang tadinya larut dengan acara tersentak kaget. Afandy, salah satu anggotanya segera berlari ke luar gedung sembari memegang pistol yang ia simpan di balik jasnya. “Bang, tunggu yang lain dulu,” cegah Riel saat melihat tangan kanannya berlari keluar. “Lo jaga bagian dalem aja, biar gue sama Leo di luar,” ucap Afandy kemudian melanjutkan larinya tanpa peduli Riel yang berteriak. Sementara Kenand yang berada di dalam sudah menjadi tameng untuk menghalau para tamu undangan dari ancaman bahaya. Pemuda itu geram karena tak hentinya mereka semua berteriak yang membuat telinganya pengang. “Tolong tenang, semua akan baik-baik saja,” tegas Kenand yang merasa risih dengan teriakkan mereka semua. Dor! Dor! Sejak tadi Rio sudah mengumpat kala mengetahui bahwa lawannya tak berani masuk. Ia berada di depan hotel yang posisinya sudah dikepung oleh seluruh anggota STONE. “Rio, tolong jaga bagian sini. Gue mau bantu Ken ngurus bagian dalem,” titah Melisa yang langsung diangguki Rio. “KELUAR LO SEMUA, b*****t!” teriak Landra yang entah sejak kapan sudah berada di area luar. Tak lama setelah Landra berteriak, beberapa orang dengan masker yang menutupi wajahnya muncul. Mereka semua menyeringai di balik masker itu yang tentu saja tidak bisa terlihat oleh Landra. “HANCURKAN STONE!” perintah orang itu dan setelahnya, orang-orang berbaju hitam mulai berdatangan. Bugh! Bugh! Adegan baku hantam akhirnya dimulai setelah pimpinan dari orang-orang berbaju hitam itu memerintah. Suara pukulan itu terdengar begitu menggema karena semuanya berada di dalam hotel. Brum Kedatangan motor di area hotel membuat Landra kehilangan fokus hingga terkena pukulan mentah dari lawannya. Bugh! “FOKUS ANJING!’ maki Rio setelah membantu Landra bangkit. “Gio ...” gumam Landra. Bukannya kembali fokus dengan musuh, Landra justru tersenyum melihat kedatangan rombongan manusia memukuli lawannya. Anggota STONE yang berada di luar hotel turut bergabung menghajar lawan penuh semangat hingga satu-persatu mulai terkapar. Tak jauh berbeda, di bagian dalam anggota Stoneji juga masih beradu dengan musuh yang entah bagaimana bisa masuk ke dalam. Mereka bertarung dengan pergerakan yang minim karena menggunakan dress. “COWOK KOK LAWAN CEWEK? LO BANCI?” sarkas Grace dengan kekehan mengejek yang membuat sang lawan naik pitam. “Banyak omong lo!” geram sang lawan kemudian kembali melanjutkan pukulannya yang ditangkis Grace dengan mudah. Sementara Alun, gadis itu melawan pukulan lawannya dengan pikiran yang melayang jauh. Dalam pikirannya, mengapa STONE bisa kebobolan seperti ini, bahkan tidak ada tanda satupun dari aplikasi Clickstone. “LUN, AWAS!!!” Celine berteriak heboh ketika melihat dari arah belakang Alun, pihak dari musuh membawa tongkat baseball. Dugh! Bukannya berhasil menumbangkan Alun, justru laki-laki si pembawa tongkat baseball tadi yang tersungkur setelah mendapatkan pukulan dari besi yang dibawa oleh Saka, salah satu anggota Lakesha. Celine menghampiri Alun dengan nafas tersengal-sengal. “Lo oke?” “Ya,” balas Alun. Mata gadis itu beralih menatap Saka. “Thanks, Bang.” Saka mengangguk. “Kalau lagi fighting fokus, karena nyawa taruhannya.” Disisi lain Agnes sibuk dengan pisau lipat di tangannya. Mata sipitnya terlihat begitu awas ke sekitar ruangan dimana pihak lawan mulai tumbang. Meski begitu dia tak bisa lengah begitu saja karena ada kemungkinan mereka menyelinap. Setelah dirasa aman, Agnes langsung bergerak keluar ruangan mencari kekasihnya. Kedua matanya menyipit saat melihat Landra tengah dikepung oleh pihak musuh. Sret! “AKKKHHHHH!!!!” Seorang pria meringis kala pisau yang dibawa justru menggores tangannya sendiri. Bugh! Satu tendangan kembali mendarat di wajah pria lain yang masih tertutup masker. “Main licik, heh?” ejek Agnes setelah melihat lawannya tersungkur. Melihat tidak ada pergerakan dari sang lawan, Agnes kembali melanjutkan tujuan awalnya yakni menolong Landra. Bugh! Bugh! Bugh! Wiu ... Wiu Ketika sedang asyik-asyiknya adegan baku hantam, tiba-tiba terdengar sirine mobil polisi. Para lawan yang masih dalam keadaan aktif langsung tergopoh-gopoh keluar dari hotel agar tidak tertangkap. “Tuan muda, maafkan kami terlambat mengatasi kekacauan ini,” ucap seorang Kapten dengan raut bersalahnya. Landra mengernyit heran. “Kapten Ang? Bagaimana anda tau mengenai kekacauan ini?” “Saya mendapatkan laporan dari pusat jika aplikasi Clickstone tidak dapat di cek oleh para tim. Setelah adanya penyelidikan, ternyata aplikasi tersebut sudah dibobol,” jelas Kapten Ang kemudian menunjukkan hasil penyelidikan dari tab miliknya. Tanpa membalas penjelasan dari Kapten Ang, Landra melangkahkan kakinya menuju ruang khusus diikuti seluruh tim dari kepolisian dan anggota STONE. Mereka memasuki ruangan khusus yang berada di dalam hotel dengan mode hening. “Ardo dan Grace, mengapa kalian berdua tidak tau dengan kerusakan yang terjadi pada aplikasi?” tanya Landra dengan raut sedatar-datarnya. Grace menatap Landra bingung. “Maksud lo gimana?” “Fungsi lo disini sebagai Hacknemos, kan? Gak biasanya lo telat apalagi sampai gak tau info kalau ada p*********n!” tukas Landra tenang namun bernada tajam. “Lo Ardo, sebagai Brainemos hebat yang biasa dipakai untuk keamanan negara, kenapa bisa kecolongan kayak gini?” Sambungnya masih bernada tajam. Ardo menelan ludahnya kasar. “Sorry sebelumnya, tapi gue udah pastikan gak ada sesuatu yang mencurigakan apalagi tanda-tanda penyerangan.” Landra menarik nafasnya dalam-dalam guna meredam sesuatu yang sejak tadi ingin sekali meledak. Pemuda itu merasakan ada sesuatu yang ganjil dari kejadian hari ini. “Silahkan membubarkan diri,” titah Landra. Dia tak mau amarahnya berakhir menyakiti semua orang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD