10. Portal Dimensi dan Takdir

1101 Words
Seminggu setelah Celine masuk rumah sakit, kini keadaan sudah kembali normal. Ardo pun masih menyelidiki pelaku pengeroyokan yang dilakukan kepada Adiknya. “GUYS GUE KASIH KALIAN UNDANGAN, DIBAWA WAKTU ACARA YA!!!” Teriakan heboh seseorang di ambang pintu membuat para murid tersentak kaget dan melakukan aksi protesnya. Woi ini bukan hutan Heh cewek barbar bacot banget lo!! Andai ada Celine, dia gak akan berisik gini “SELAMAT MORNING BUAT KALIAN PENGHUNI 10 IPA 1!!!!” Belum sempat menyelesaikan aksi protesnya, terdengar lagi suara yang sangat keras menginterupsi. Ada lagi Tarzan Disini kayak orang utan semua anjir Kaget banget gue Gue lagi tidur aja masih diganggu “LO SEMUA BISA DIEM GAK SIH? BIKIN PUSING AJA!” sentak seseorang yang seminggu ini tidak terlihat. Wajahnya terkesan dingin ketika memasuki kelas, membuat semuanya diam tak bersuara. Hening Satu detik ... Tiga detik ... Lim “AAAA ... LO UDAH SEMBUH BENERAN KAN, CEL?” teriak Jesslyn kegirangan ketika melihat Celine yang berjalan santai ke arahnya. Celine hanya melirik sekilas, terlalu malas menanggapi. “Hm.” Mendengar tanggapan sahabatnya, Jesslyn langsung mengerucutkan bibirnya sebal karena dicuekin. Tak lama mata gadis itu berbinar diikuti senyuman lebar membuat seisi kelas bergidik ngeri. “Landra ...” cicit Jesslyn saat melihat Landra memasuki kelas dan berjalan menghampirinya. “Gue gak bisa dateng, lo kasihkan aja undangan ini sama anak di sekolah yang gak kebagian,” ucap Landra dingin seraya mengembalikan undangan yang sebelumnya diberikan oleh Jesslyn. “Tap—” Jesslyn tak jadi melanjutkan ucapannya saat mendengar bentakan yang dilakukan Landra. “LO GAK NGERTI BAHASA MANUSIA? KALAU NGERTI, CUKUP LO TURUTIN TANPA TANYA-TANYA LAGI!” sentak Landra tanpa peduli seisi kelas yang menatap keduanya ngeri. Jesslyn mencoba memahami dengan tersenyum teduh. “Oke.” Setelah mendapatkan jawaban sesuai apa yang diinginkan, Landra berlalu dari sana meninggalkan mereka semua yang bergeming karena terlalu kaget dengan kejadian barusan. Tak terkecuali Alun yang kini sudah menatap punggung Kakaknya heran. Apa Kakaknya sudah menuruti permintaan Mamanya? *** Dilain tempat, dua orang tengah berhadapan memperdebatkan suatu hal yang sangat penting. Keduanya sama-sama tidak mau mengalah yang membuat obrolan itu tak ada titik terangnya. “Yang mulia Ratu, apakah saya harus menjalankan peran seperti ini? Saya merasa menjadi orang paling jahat karena harus memisahkan mereka berdua,” ucap seorang gadis cantik yang kini berhadapan dengan wanita paruh baya. Wanita paruh baya yang dipanggil Ratu tadi langsung menatap horor gadis tersebut. “Moongoddes sudah memberikan takdir sedemikian rupa untukmu supaya bisa berpasangan dengannya, dan kau masih berusaha menolak? Kau tau jika Pangeran-mu itu menjadi incaran di bangsa Immortal?” “Tetapi, mengapa Moongoddes harus menahan semua ingatan saya selama berada di dimensi ini? Seharusnya jika memang takdir kami bersama, kami pasti akan saling berdekatan, bukan?” ucap gadis itu dengan bahu merosot pasrah. “Karena dia ingin kamu berjalan sesuai dengan takdir untuk memecahkan persoalan ini tanpa harus melibatkan kekuatanmu,” jelas Ratu kemudian mengulas senyum kecil. “Saya benar-benar tidak dapat mengingat apapun yang saya lakukan selama berada di bumi,” lirih gadis itu. “Hanya saja saya tau jika di antara saya dan pangeran, ada sosok gadis lain yang berada di antara kami. Tidak hanya itu, saya juga mengingat ketika meninggalkan dimensi ini, berarti saya berjalan sesuai takdir. Tetapi mengapa takdir saya selama disana terasa abu-abu seolah saya ini tidak mengerti bagaimana jalan hidup diri sendiri?” Lanjutnya sendu. Jujur saja gadis itu sangat bingung dengan jalan hidupnya sendiri. Dia merasa jika saat ini Moongoddes sedang mempermainkannya dengan cara menghapus segala ingatan saat melewati portal dimensi. Ketika memasuki dunia manusia, dia tidak akan mengingat apapun yang sudah ia lakukan selama berada disini. Bahkan jalan menuju portal dimensi saja dia tidak mengingat letaknya ada dimana. Ratu yang tidak tega dengan putrinya, segera mendekati gadis itu. “Percayalah, ada saatnya kamu akan hidup bahagia bersama pangeran. Andai saja tidak ada kutukan dari Raja Iblis untuk membuang anaknya ke dunia manusia, pasti kalian sudah hidup bahagia bersama saat ini.” Mata Ratu kembali menerawang ingatan tentang apa yang terjadi terakhir kali sebelum semua masalah ini terjadi.” “Lantas, apa tujuan Raja Iblis membuang anaknya sendiri?” dengus gadis itu setelah mengetahui apa tujuan sang Raja. “Agar Pangeran tau, siapa cinta sejatinya dan siapa yang merusak keluarganya.” *** “AGNES?” “AGNES BANGUN WOI, MALAH NGEBO LO!” “NES, ADA GURU KESINI!!!” Teriakkan demi teriakkan membuat Agnes yang ketiduran langsung terbangun. Sungguh dia merasa badannya remuk dan matanya memberat karena semalam harus memenuhi undangan acara menjadi foto model di sebuah Event besar Ibukota. Memang setelah diberikan penawaran oleh Alun, dia mulai menjalankan pekerjaan itu di Agency milik sahabatnya. Dan semalam, dia harus menjadi model catwalk peragaan busana daerah yang tentunya sangat menguras tenaga karena makeup-nya sangat rumit. “AGNES ... KERJAKAN SOAL NOMOR 3!!!” Di depan kelas, Pak Budi berteriak dengan kedua tangan yang berkacak pada pinggang. Mendengar teriakkan mematikan itu, Agnes bangkit dari duduknya dan berjalan gontai menuju papan tulis. Gadis itu mengambil spidol kelas dan mulai mengerjakan soal yang ada di papan. Tak membutuhkan waktu yang lama bagi anak berprestasi sepertinya untuk mengerjakan soal dengan tingkat kesulitan sebesar 3% tersebut. Pak Budi yang tidak percaya segera mengecek pekerjaan Agnes. Meskipun Agnes anak beasiswa, tak serta merta bisa mengerjakan semuanya. “Oke jawaban kamu benar. Sekarang kamu ke toilet dan cuci muka supaya tidak tidur lagi.” Kedua tangannya mengibas di depan wajah Agnes. Mendapat pengusiran seperti itu, Agnes hanya bisa mendengus kesal. Kakinya melangkah keluar kelas dengan malas. Setiap langkahnya menuju toilet, bibirnya tak henti menggerutu karena matanya terasa begitu berat. Bruk! Karena terlalu asik menggerutu, Agnes sampai tidak menyadari jika ada orang yang berlawanan arah dengannya hingga tubuh kecilnya terjungkal. “Jalan tuh hat—” Agnes tak jadi melanjutkan ucapannya saat mengetahui siapa yang baru saja dia tabrak. Lidahnya mendadak keluh apalagi melihat tatapan tajam itu terarah padanya. “Apa? Lo nggak terima kalau gue melotot?” tantang orang itu dengan menatap remeh Agnes yang kini terlihat ketakutan. Agnes bangkit dari tersungkurnya kemudian membersihkan rok kesayangannya yang terasa kotor karena kejadian dan kecerobohannya barusan. Sepertinya dia harus mengalah jika berhadapan dengan manusia yang ada di depannya saat ini. “Maaf.” Setelah mengucapkan kalimat sakral itu, Agnes kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Landra yang kini hanya melongo. Di depan kaca wastafel kamar mandi, Agnes langsung mencuci mukanya segera agar kantuk yang dirasakannya segera menghilang. “Ternyata seger banget. Tapi gak bisa hilangin ngantuk ...” gumam Agnes dengan bibir mengerucut. Saat dirasa urusan cuci mukanya selesai, Agnes segera kembali menuju kelasnya supaya guru dengan predikat kumis serabut kelapa itu tidak marah-marah lagi kepadanya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD