Tidak ingin Jadi Pelakor Lagi

1070 Words
Tiba-tiba otakku tidak bisa berpikir, apa keputusan yang aku ambil sudah hal yang benar aku tidak mengerti. Aku takut jalan yang aku pilih jalan yang salah, aku tidak mau salah jalan lagi. "Tapi tunggu ... aku tidak ingin salah langkah, maksudku aku tidak ingin melibatkan, aku berpikir tidak usah menikah, aku akan pergi dari hidupnya selamanya." "Dasar bego! kan, lu yang bilang dia gak mau melepaskan Loe, itu artinya dia akan mencari kemanapun loe pergi" "Baiklah, begini saja, tidak usah menikah. Aku janji akan meninggalkan Virto.” “Apa kamu pikir aku bodoh! Aku jauh-jauh datang dari Jerman untuk menyingkirkan duri dalam rumah tangga kakak perempuanku.” “Bapak bisa pegang kata-kataku, aku akan pergi jauh,” ucapku lagi. “Lalu … kenapa tidak dari dulu, lu pergi?” “Aku tidak dibiarkan pergi, dia selalu menahanku tetap bersamanya,” ucapku dengan kepala menunduk, aku tidak yakin ia tidak akan percaya dengan kata-kataku. Ia tertawa menyeringai menatapku dengan tajam. “Binatang peliharaan, jika sudah dapat hidup yang enak dari pemiliknya dia tidak akan mudah meninggalkan pemiliknya,” ucapnya lagi, ia bahkan menyamakan diriku dengan doggi, “aku tidak punya banyak waktu, aku harus segera menyelesaikan ini dan kembali ke Jerman, mari kita menikah berpura-pura menikah, dengan itulah Virto melepaskanmu.” “Aku keberatan, bagaimana kalau carikan saja lelaki yang mau menikah denganku,"ucapku lagi. "Kenapa? Lo tidak mau menikah dengan gue? justru gue yang tidak mau menikah dengan kamu, bodoh! Ini demi kebaikan kakakku dan bokap gue, kalau sampai bokap gue tahu kakak gue dipukuli sama suaminya, dia akan sakit, gue gak mau hal itu terjadi, lo paham gak?" Lelaki yang bernama Farel itu benar-benar menganggap ku rendah. "Aku hanya takut sama kakak kamu, aku takut dia akan memukuli ku lagi" "Apa, apa kakakku pernah melakukannya?," Ia tidak tahu kalau kakaknya punya sikap bar-bar. "Iya, sudah ada empat kali dia memukuli dan terakhir dia membawa preman" "Itu karena dia marah." "Iya, sejak pemukulan pertama yang dilakukan kakakmu, saat itu aku sudah ingin berhenti, tetapi saat aku minta berpisah ia akan memukuli dan mengurungku di rumah" Farel diam "Karena itu, ayo kita menikah dan singkirkan Virto dari hidupmu." "Tapi bagaimana kalau dia menemukan ku?" "Jangan khawatir, apartemen temanku punya penjaga khusus, atau kamu mau di apartemenku saja di Ancol? ini juga, aku baru membelinya belum lama ini" "Baiklah, aku yang di sini saja." Aku mengambil keputusan yang besar dalam hidupku, pura-pura menikah dengan Farel adik ipar Mas Virto agar lelaki berprofesi sebagai polisi itu melepaskan ku. Saat tiba di apartemen Farel di lantai sembilan apartemen yang terletak di dalam Ancol sebuah apartemen mewah . "Ini kamarku dan ini kamar kamu, tapi di kamar itu belum ada ranjang nanti aku akan memesan-" "Tidak apa-apa tidak usah di beli aku akan tidur di sofa itu saja." "Apa kamu yakin?" "Iya tidak apa-apa, aku sudah biasa" Wajah lelaki itu tidak sebengis saat pertama kami bertemu, ia sudah menganggap ku sebagai manusia. "Apa kamu mau makan sesuatu, aku akan pesan?" "Tidak, aku sudah tidak lapar lagi, tapi boleh aku minta tolong?" "Apa?" "Boleh tidak Iren tidak usah dikasih tahu?" "Baiklah." "Terimakasih, aku akan masuk ke kamar." Dalam kamar yang aku tempati saat ini hanya ada sofa dengan jendela kaca yang memperlihatkan keindahan kota Jakarta saat malam hari, lampu malam terlihat begitu indah di lihat dari apartemen Farel. Saat melihat-lihat jendela ternyata jendela itu bisa di buka, seketika ide gila muncul di kepalaku. aku keluar dari jendela dan duduk di pinggir balkon menikmati pemandangan dari tempat aku duduki jauh lebih indah. Saat duduk santai di sisi jendela tiba-tiba lelaki itu terdengar mengetuk pintu kamar. Aku malas untuk membuka, memilih duduk, aku berpikir kalau aku tidak menyahut paling juga ia berpikir aku sudah tidur, tapi saat sedang asik berjalan-jalan di sisi kamar tiba-tiba sebuah tangan menarik tubuhku. "Apa yang kamu lakukan?" Tangan Farel memeluk dadaku dari belakang. "Lepaskan kamu mau apa?" aku balik bertanya. Ia menarik dengan paksa dari jendela sampai-sampai tubuhku sakit karena di paksa ditarik. Paaak ...! "Kamu ingin menjadikan apartemen ku tempat bunuh diri?" "Apa yang kamu katakan?" ujar ku bingung dengan tangan memegang pipi yang terasa panas dan berdengung karena kena gampar. "Kamu berjanji mau menikah denganku lalu kenapa kau ingin melompat dari sana?" "Siapa yang ingin melompat? orang aku hanya melihat-lihat" "Apa? melihat-lihat dari ketinggian seperti tanpa pengaman itu berbahaya? sama saja bunuh diri" Lalu ia menarik ke kamar miliknya. "Kamu di sini saja." "Lalu kamu?" tanyaku. "Di sini juga." "Baiklah, aku akan di sini, aku akan di sofa kamu di ranjang kamu saja." "Baiklah kalau itu yang membuat kamu nyaman". "Aku ingin mandi, apa kamu punya pakaian?" Farel terlihat mendengus kesal karena aku banyak permintaan, mata lelaki bertubuh tinggi itu sudah mulai memerah menahan rasa kantuk, ternyata ia mengetuk-ngetuk kamarku karena ada panggilan dan aku tidak mengangkatnya karena sedang duduk di luar jendela. "Aku hanya punya beberapa kemeja dan celana boxer." "Baiklah, aku pinjam kemeja nya saja." Dengan langkah malas ia menyeret kakinya dan mengeluarkan sebuah kemeja putih berlengan panjang. Aku masuk ke kamar mandi, menyalakan kran mandi hangat dan menguyur badanku, luka lebam di tubuhku terasa sangat perih, aku baru menyadari ternyata pundakku terluka sepanjang lima centi meter. Terlalu banyak luka di tubuhku sampai-sampai aku tidak tahu menjabarkan rasa sakit yang aku rasakan. Sangat perih saat terkena guyuran air. "Auuuh perih, ah ini sakit" Aku merintih kecil, meringkuk memeluk lutut. Farel berpikir aku melakukan hal yang aneh lagi dikamar mandi, dengan sikap tiba-tiba ia mendorong pintu kamar mandi melihatku meringkuk. "Kamu tidak apa-apa?" Ia menarik handuk dan dipakai ke tubuhku, matanya menatap serius luka-luka di sekujur tubuhku. "Aku tidak apa-apa, hanya saja luka di badanku rasanya sangat perih." "Lukanya sampai separah ini?" Membawa tubuh ini duduk di sofa memberikan obat oles ke tanganku. "Olessi ke seluruh luka lebam di tubuhmu" "Baiklah terimakasih" Setelah mengoles salep ke luka ke tubuhku, mencoba merebahkan tubuh ini ke sofa, tapi karena luka lebam di tubuhku belum lagi luka di tanganku ikut berdenyut. Aku memilih tidur dengan cara meletakkan kening di sandaran sofa. Bau tumis bawang goreng membuatku terbangun. Saat membuka mata ternyata aku tidur di ranjang yang sama dengan Farel. Berjalan mengikuti bau harum. "Selamat pagi" "Iya, Bapak lagi masak apa?" "Aku masak nasi goreng, sini serapan." Wah lelaki berwajah angkuh itu tiba-tiba bersikap baik. Aku tidak tahu apa jalan yang aku salah atau benar, tapi sat itu aku hanya bisa melakukan apa yang diinginkan pria tersebut. Bersambung Jangan lupa berikan hadiah ya kakak terimakasih
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD