Jadi Wanita Simpanan
Ini kisah ku, kisah perjalanan hidup yang tidak pantas untuk di teladani, tetapi mari ambil hikmahnya dari setiap perbuatan.
Berawal dari sakit hati yang aku rasakan akibat perbuatan mantan suami yang menorehkan luka yang dalam di hati ini, suamiku selingkuh dengan sahabatku.
Membuatku terjerat dalam cinta yang salah, diri ini, menjadi Wanita simpanan lelaki yang sudah memiliki istri dan anak.
Lelaki yang berprofesi sebagai polisi itu menjadikanku wanita yang selalu menghangatkan tubuhnya.
*
Aku berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah melayaninya malam itu, setelah keluar dari kamar mandi, aku melihat ia duduk di sisi ranjang.
“Mas, mau minum dingin?” tanyaku menatap wajah Virto yang berkeringat, tanganku menarik tissu dan menyodorkan padanya.
“Tidak, aku mau langsung pulang, besok di rumah anak bungsuku ada acara perpisahan di sekolah,”ujarnya berdiri menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya juga.
“Oh, baiklah, berarti Mas besok gak mampir iya?"
"Gak,” sahutnya dari kamar mandi.
Aku menarik pakaian bersih dari dalam lemari untuk ia pakai lagi dan memasukkan pakaian kotornya ke dalam tumbukan pakaian kotor.
“Kemarin apa kamu jadi beli seragam untuk, Jenny?” tanya Mas Virto dengan tubuh tegap itu menghadap kaca dan memakai kaos yang aku berikan.
Jeny putriku dari pernikahanku dengan seorang lelaki yang sekarang sudah jadi mantan suamiku.
“Belum , tidak sempat, mungkin besok, Mas,” ujarku lagi.
“Ini, beli seragam baru untuk Jeny dan Damar sekalian.” Ia meletakkan lembaran seratus ribuan lima lembar di atas nakas.
“Makasi Mas,” ujar ku merapikan rambutku yang berantakan
“Besok, jangan kemana-kemana, kalau kamu pergi lagi ke rumah mantan suami dan ketahuan awas kamu,” ucapnya memberi ancaman.
Virto sangat marah bila aku dekat dengan mantan suamiku.
“Tapi Mas, besok aku mau jemput anak-anak dari rumah ayah mereka, sudah habis waktunya tinggal, saatnya tinggal denganku,”jawabku sembari mengibas-ibaskan telapak tanganku ke arah leher, aktivitas ranjang kali membuatku sangat berkeringat.
“Belum sebulan sama bapak mereka, biarkan saja dulu sampai sebulan di sana,” ujarnya lagi.
“ Baiklah nanti akan aku kabarin Jeny,” tanpa membantah lagi.
“Baiklah, aku pulang dulu, mungkin besok aku tidak mampir ke sini, aku dan istri mau liburan keluarga ke Bali permintaan anak-anak,” pungkasnya lagi.
“Ya Mas.”
“Oh, tadi uang kontrakan rumah ini, sudah aku bayarkan tiga bulan sekaligus pada ibu yang punya kontrakan aku juga beli beras satu karung untuk di sini . Ingat jangan kemana-mana,’ujarnya kemudian.
“Baiklah.”
Lalu ia menyelipkan pistol ke pinggangnya lagi yang sedari tadi ia letakkan di atas nakas, setelah rapi ia mengeluarkan motor ninja miliknya, aku hanya mengantarnya ke depan pintu, ia pergi lalu menghilang di gelapnya malam, meninggalkan
Baru saja aku ingin mengunci pintu dan berniat ingin tidur, tapi aku berbalik badan lagi setelah ketukan pintu terdengar lagi.
Aku menatap nakas di samping ranjang tetapi tidak ada barang Mas Virto yang ketinggalan, biasanya ia yang selalu balik lagi karena ada barang yang ketinggalan apa itu kunci, ponsel , pistol miliknya.
Tok ... tok….
Aku membuka pintu, ternyata ada ibu.
“Ada apa Bu, kok belum tidur?” tanyaku mendudukkan panggul ku di sisi ranjang.
“Berapa yang dikasih virto , bagi ibu dulu …. Wawan tidak membawa uang hari ini,” desak ibuku lagi.
“Bu, uang itu untuk beli seragam Jeny,” tuturku lagi.
“Iya, iya kalau Wawan besok bawa uang dari hasil narik angkot ibu ganti,” ujar wanita bertubuh tinggi itu .
“Ibu, kalau lelaki itu tidak bisa kasih nafkah, kenapa harus dipertahankan sih,” ucapku bernada jengkel.
“Uda diam kamu! Mau kasih gak, ibu dari tadi belum makan,” ujarnya lagi.
Terpaksa aku memberikan satu lembar uang berwarna merah, pada wanita yang sudah melahirkan ku ke dunia ini.
“Benar ganti, Bu,” ucapku untuk memperingatkan ibu.
“Iya!”
“Bu, Om wawan tidak pulang malam ini? Lalu Wawan kenapa masih ada di rumah, Ibu?” tanyaku.
“Tidak, lelaki bangkotan itu, tidak pulang lagi, katanya lagi antar barang lagi keluar daerah, makannya Wawan ada di rumah bersama Ibu, lumayan ada yang hangatkan badan tiap malam,” ujar ibu
Wawan brondong muda yang dipelihara ibu di rumahnya saat suaminya tidak pulang ke rumah, Kawin cerai sudah hal biasa untuk wanita yang aku panggil ibu itu. Hidup salah yang aku jalani saat ini, menular dari ibuku juga.
Karena buah yang jatuh tidak akan jauh dari pohonnya, ibuku tukang kawin cerai maka aku jadi pelakor
Namaku Ririn usiaku baru menginjak Dua puluh empat tahun, seorang janda muda beranak dua, Jeny dan Damar, anak pertamaku sudah duduk di bangku kelas empat SD, dan anak kedua ku duduk di bangku kelas tiga.
Pergaulan bebas dan kurang didikan, kurang kasih sayang orang tua membuatku terjerumus dan menyeret ku ke pernikahan dini saat itu, hamil di luar nikah membuat harus menikah dengan Dimas, lelaki yang sudah menanam benih di rahimku.
Di balik pernikahan dini dan kehidupan suran di masa lalu tidak lantas membuatku menyesali semuanya. Karena hal itu, kedua buah hatiku lahir kedua ini memiliki paras wajah yang sangat cantik, Jeny tidak jauh beda dariku, ia memborong semua kecantikan yang aku miliki, dan begitu juga putra ku wajahnya sangat tampan.
Merekalah alasan ku tetap kuat, walau saat ini aku memberikan nafkah untuk anak-anakku dengan jalan yang salah.
Menjadi simpanan seorang lelaki beristri bukanlah keinginanku, tetapi apa yang bias aku lakukan dengan tamatan hanya lulusan SMP ini? Aku tidak punya skill apa-apa, tetapi aku dapat keistimewaan, dan hal itulah yang aku gunakan untuk mendapatkan pemasukan Untuk biaya hidup.
Walau mantan suami memberikan uang bulanan untuk anak-anak, Namun semua tida tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Karena sejak berpisah aku tidak pernah bekerja lagi, hanya mengharapkan dari lelaki yang menjadi kekasihku.
Bersambung