Ia menarik diri dan berbaring di samping tubuh dengan senyum kecil terpancar dari bibir, Mantan suamiku sangat tampan, punya senyuman yang membuat kaum hawa sepertiku tidak bisa lepas dari perangkapnya.
Baru juga ia membaringkan tubuhnya di samping ku, tetapi ketukan pintu membuat kami melompat dengan kaget, karena demi apapun apa yang kami lakukan ini sangat salah, dan satu kesalahan besar yang sangat berbahaya.
“Oh … gila siapa itu?”
Dengan cepat ku buka lemari dan aku serakkan berkas-berkas sekolah anak-anak, sementara dia memakai pakaiannya dengan buru-buru.
Tok … Tok ….!
“Apa harus aku lakukan dengan ini?” ujarnya melihat berkas yang berserakkan.
“Mungkin itu Ibu, katakan kamu lagi mencari berkas-berkas sekolah anak-anak dan aku lagi nyuci di kamar mandi,” ujar ku dengan sikap buru-buru dipadu dengan sikap panik.
“Baiklah, sana ke kamar mandi, ia mendorongku ke kamar mandi." Aku periksa penampilannya, memastikan pakaian yang ia kenakan tidak terbalik karena memakai dengan buru-buru, jika pakaiannya terbalik ibu pasti akan curiga.
“Sana, buka pintunya,” pintaku setengah berbisik sebelum aku masuk ke kamar mandi.
“Iya, sebentar …!”
Berjalan membuka pintu.
Creek .…
Pintu terbuka. “Eh, Dimas kamu kok di sini, Riri mana?”
“Ada Bu, lagi nyuci di kamar mandi.”
“Kamu ngapain di sini?” tanya Ibu mulai mengintrogasi Dimas.
“Ini bu, lagi nyari berkas-berkas sekolah anak-anak, Riri tidak tahu menyimpannya di mana, aku mencoba mencarinya.”
“Berkas apa?” tanya Ibu ia membuka kamar mandi dan mendorong pintu, wajahnya terlihat sedikit legah karena melihatku mencuci pakaian, ia menyelidiki kami berdua.
“Ada apa BU?”
“Dimas kenapa kamu masukkan ke rumah dengan pintu terkunci?” bisik ibu masuk ke kamar mandi.
“Aku lagi nyuci aku tidak tahu Bu.”
“Bagaimana kalau Virto tahu habislah kalian berdua nanti,” ucap Ibu baik aku dan ibu sama-sama takut Virto.
“Kalau Ibu yang kasih tahu iya pasti ketahuan, kalau ibu tidak mengadu tidak akan ia tahu,” ujar ku mencium bau apek, karena aku memakai pakaian kotor yang ada di kamar mandi, terpaksa aku memakai pakaian kotor agra ibu tidak curiga.
Lalu Ibu keluar dan aku ikut menyusul menganti pakaianku dengan pakaian bersih.
“Sudah dapat berkasnya?”
Ibu melotot tajam pada Dimas mantan suamiku, Ibu memang tidak pernah menyukai lelaki berwajah tampan berkulit putih itu, sejak kami memutuskan berpisah.
“Belum Bu, tunggu sebentar lagi” Ia menyibukkan diri mencari berkas.
“Tidak seharusnya kamu di sini, bagaimana nanti tanggapan orang kalian itu sudah mantan suami istri, sebaiknya jangan saling bertemu lagi, apa lagi sedang berdua seperti ini”
“Iya Bu, Dimas tahu. Tetapi kami harus tetap berhubungan baik Bu, demi anak-anak”
“Jangan jadikan anak-anak jadi alasan Dimas, jika kamu sayang anak-anakmu berikan rumahmu untuk tempat tinggal untuk Riri dan anak-anak kamu.”
“Ibu, saya sudah bilang beberapa kali mengajak Ririn rujuk kembali dia tidak mau.”
“Tidak usah rujuk, berikan saja rumahmu untuk anak-anakmu dan kamu beli lagi untuk kamu, gampang' kan.”
“Sudah Bu, tidak usah dibahas lagi, lagian berkasnya sudah dapat, ini dia nih …” Tanganku menarik catatan sipil Darma anakku.
“OH, ella, itu berkas penting harusnya disimpan baik,” ucap ibu mengoceh.
“Iya Bu,” ujar ku membantu Dimas merapikan berkas yang berserak itu kembali, berkas-berkas yang aku jadikan alibi karena perselingkuhan ku dengan mantan suamiku.
“Itu sudah ketemu, kan, sudah kamu pulang sana.” Ibu menatap tajam pada Dimas.
“Iya Bu.”
Lelaki bertubuh tinggi itu meninggalkan kami berdua dengan ibu.
"Kamu iya, jangan aneh-aneh, nanti ada yang laporan sama Virto, kalau Dimas mantan suamimu datang ke rumah, berdua- an, kunci pintu, jangan pikir ibu tidak tahu apa yang kalian lakukan, ibu ini sudah melewati hari-hari seperti itu."
Aku hanya diam dan masuk ke kamar mandi, membiarkan ibu mengoceh mengeluarkan unek-uneknya.
"Sudah Ibu pulang sana, aku mau tidur ibu ga usah ganggu."
"Iya, iya panggil saja lagi mantan suamimu, biar ada temanmu tidur,"ujar Ibu meledekku.
Lalu meninggalkanku, aku merasa menyesal, karena bermain api dengan sang mantan suami.
“Mucan … kenapa sih kamu tidak cari pekerjaan yang lebih baik?” tanya teman suatu ketika padaku.
‘Mucan’ sebutan orang-orang terdekat padaku, (Mucan artinya muka cantik)
Jujur, aku tidak biasa bekerja, aku hanya bisa berdandan dan bersolek, Wajahku yang cantik dengan kulit putih, mata bulat, hidung mancung dan bibir kecil, tinggi 170cm dengan body goals cantik dan menawan , aku sangat membanggakan wajahku dan tubuhku sejak dari remaja, dulu, aku juga bisa mendapatkan pria yang aku suka.
Hidup dengan bebas tanpa bimbingan orang tua, karena aku korban dari keluarga broken home, entah berapa kali ibu menikah dengan berbagai macam model pria, menyimpan brondong muda untuk menghangatkan tubuhnya saat suaminya tidak ada, seperti saat ini, bahkan ia rela membiayai brondong untuk menemaninya. Bukankah itu gila?
‘Iya, kegilaanku menurun dari ibuku, aku juga gila karena ibuku menjadikan ku sapi perah, bahkan mendukung ku menjadi simpanan seorang pria beristri, bukan hanya ibuku, menurutku ayah biologisku tidak perduli denganku, ayah sudah memiliki keluarga dan tinggal di kota hujan Bogor. Bagi ibu aku ini mesin pencetak uang untuk mereka.
Sedih?
Jangan tanya; Hati ini, begitu putus asa, namun, tidak bisa berbuat apa-apa. Terkadang wajah cantik yang dulu sangat aku banggakan dan sering aku sombongkan, karena tidak ada satupun pria yang menolak pesonaku sejak dari dulu, hanya menemani om-om sudah mendapat puluhan juta.
“ WOW … KEREN”
Hal itulah yang selalu terucap dari mulutku dengan bangga, setiap kali memegang uang dengan jumlah besar hanya dalam jangka satu malam, bisa membeli apa saja yang aku inginkan, melakukan perawatan yang harganya setara dengan perawatan para artis.
Tetapi kali ini, kecantikan yang aku miliki ku anggap sebagai kutukan, karena aku tidak bisa lepas dari genggaman seorang pria kuat yang berkuasa bernama Virto, ia tidak mau melepaskan ku. Baginya, aku adalah miliknya, candunya, penghangat tubuhnya, pelampiasan, aku hanya sebatas wanita simpanan untuknya.
Karena peraturan Abdi Negara tidak boleh memiliki lebih dari satu istri, dan ia juga tidak mau menikah siri denganku, karena ia tidak mau mendapat masalah untuk pekerjaan nantinya.
Hidupku bagai terperangkap, kecantikan yang aku bangga kan dulu, kini aku menyebutnya kecantikan yang terkutuk, karena aku terjerat dan terbelenggu pada cinta dan obsesi seorang polisi yang tidak mau melepaskan ku.
Kamu mau aku belikan apa, sayang?] Isi pesan cating Mas Virto di hari ke dua.
[Apa saja] balasku tidak bersemangat.
[Ok, nanti aku pilih sendiri, ya]
[Iya]
[Lagi ngapain?]
[Lagi di mall beli seragam anak-anak]
[Sama siapa?]
[Sama anak-anak]
[Itu saja?] Mas Virto selalu bertanya hal itu setiap bepergian.
Ia tidak mau aku bersama dengan mantan suamiku, kalau sampai ia tahu aku tidur dengan mantan suamiku, maka hidupku dan mas Dimas dalam bahaya, aku berharap ibu tidak memberitahukannya pada Virto.
Bersambung