11. Hari Penuh Kejutan

1946 Words
゚☆ 。 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ׂׂૢ་༘࿐ ゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ゚☆ 。 ┊ ┊⋆ ┊ . ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ゚☆ 。 ┊ ┊ ⋆˚  ┊ ⋆ ┊ . ┊         ゚☆ 。 ✧. ┊┊ ⋆ ┊ .┊ ⋆          ゚☆ 。 ⋆ ★ ┊ ⋆ ┊ . ゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚. ゚☆ 。 H A P P Y R E A D I N G ゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚. "Aurum Sastrawiguna." Mataku membulat sempurna kala membaca nama lengkapku di papan pengumuman SMA Khatulistiwa. Sesekali aku mengerjapkan mata, merasa tidak percaya akan apa yang aku lihat. Namaku, terpampang jelas di daftar siswa peserta lomba olimpiade. Dan satu hal lagi yang membuat aku tidak percaya, akulah yang mewakilkan untuk olimpiade matematika. Ya Tuhan, apa aku sedang bermimpi? "Cyuv, cubit tangan gue." Aku menyodorkan lengan kananku ke hadapan Cyuvi. Temanku itu juga seperti tak percaya aku akan mengikuti olimpiade. "Aaaa!! Sakit banget buset!" pekik aku setelah merasakan cubitan dari Cyuvi yang begitu kuat. Jihan merangkul pundakku dengan seenak jidatnya. Perlu diketahui, tinggiku hanya sebatas pundak gadis itu. Jihan memang tinggi. "Si kecil udah mulai aktif, Bund." "Iya, Bund. Bangga banget gue sama bocil yang satu ini." Ellyna menepukan tangannya beberapa kali. "Gue aja nggak tau kenapa nama gue ada di situ, Jubaedah! Apa mungkin ini kesalahan penulisan nama? Harusnya Arum kali bukan Aurum," bantahku masih tidak percaya akan realita yang ada. "Loh? Gue pikir lo daftar. Gue pikir lo ndaftarnya kek daftar ikut giveaway, ternyata bukan?" Aku melirik ke arah Sulan. Ah, ternyata sahabatku yang lain juga melirik ke arahnya. Yang benar saja mendaftar olimpiade disamakan dengan mendaftar giveway. Dasar aneh Sulan ini. "Giveaway mulu lo, Panu Kuda! Beda server itu mah!" Celetuk Ricky seakan mewakili aku, Jihan, Ellyna, dan Cyuvi. Aku berdehem sebentar. Sulan memang sering berbicara tentang giveaway, dan aku pernah mencobanya tetapi gagal terus. "Heran si gue sama lo, Lan. Kok bisa yah lo sering menang giveway? Hoki banget jadi orang," ujarku diringi anggukan dari yang lainnya. Rupanya bukan aku saja yang penasaran dengan Sulan dan soal giveway. Ya, siapa tahu kami mendapat secercah arahan atau tutorial untuk menang. "Gue sih nyium bapu-bau kalo Sulan yang malak sama yang ngadain giveaway-nya. Gue yakin sebetulnya itu yang menang adalah orang lain. Tapi karena dipaksa sama Sulan, orang itu akhirnya terpaksa bikin Sulan yang seakan-akan menang giveaway." Aku dan yang lainnya yang mendengarkan opini Cyuvi menggelengkan kepala kami serempak. Biarlah. Biarlah Cyuvi memperluas halusinasi dan teori konspirasinya. "Gila, bangga banget gue sama My Princess." Aku menoleh ke kanan, Raksa ternyata bergabung dengan kami berenam. Aku melihat matanya berbinar-binar dan penuh rasa bangga. Ah, kenapa dia harus lebay seperti itu? Dalam akalku, aku berpikir tentang bagaimana respon ibu jika mendengar aku akan mengikuti OSN? Apakah seperti Raksa dan ke-enam sahabatku yang lain? Yang merasa bangga terhadapku? Entahlah, mungkin saja tidak. Karena aku yakin, yang ada ibu akan mememarahiku habis-habisan karena nantinya aku akan semakin giat belajar. Tidak. Aku harap tidak seperti itu. Aku mencoba membuat pikiran positif bahwa ibu akan mendukungku nantinya. Bahwa ibu akan bangga terhadapku. Yang penting pada intinya, aku haru membagi waktuku sebaik mungkin. Untuk membantu ibu, menulis n****+, belajar, dan persiapan untuk lomba. Aku menguatkan pikiranku itu dengan bertekad, aku pasti bisa untuk melalui semua. Jika aku memenangkan lomba, mungkin saja ibu akan bangga. Ya, aku ingin membuat ibu aku bangga. "Aurum semangat ya, lo pasti bisa. Lo harus yakin sama diri lo sendiri," ujar Raksa menenggelamkan matanya karena dia tersenyum kepadaku. Cyuvi menepuk pundakku dengan pelan. "Iya, Rum. Kita juga bakal dukung lo. Gue yakin, lo pasti menang. Secara, ya siapa lagi yang bisa ngalahin kemampuan matematika lo." "Iya, gue aja heran sih sama Aurum. Kita aja males banget sama matematika pengin kabur aja rasanya. Eh malah ni anak kalo matematika jadi yang paling semangat. Heran, heran." Aku terkekeh mendengar lontaran Ricky. Cowok itu sedikit berlebihan menurutku. "Enggak lah, gue biasa aja kok. Gue juga kayak kalian," ucapku. TOK TOK TOK "Minggir-minggir Putra Mahkota K3 mau lewat!! Ayo cepet kasih jalan! Kegantengan gue males banget ngeliwatin kalian yang desek-desekan. Jadi cepet kalian bubar!!" Aku dan sahabat-sahabatku menoleh ke belakang. Astaga, ada apa dengan Argentum siang ini? Membawa panci serta centong sayur di tangannya. Oh, jari suara kerukan nyaring tadi itu gara-gara Argentum. Siswa-siswi yang berdesakan mendadak mulai bubar karena kedatangan Argentum. Sayangnya, para netizen SMA Khatulistiwa ini susah sekali pergi dengan tertib. Mereka bergerombol, saling terdorong ke sana ke mari. Dan aku sebagai gadis yang mempunyai tubuh mungil, terasa terombang-ambing oleh mereka. Sampai, aku hampir terjatuh terpental namun aku justru jatuh ke pelukan seseorang. "Aduh, Bocil kalo mau ikut desak-desakan mending jangan deh. Bahaya." Tatapanku tak sengaja beradu pandang dengan Raksa yang begitu erat menahanku agar tidak jatuh ke lantai. "Ihh, ini Bocil gue! Lo jangan peluk-peluk!" Lenganku ditarik oleh Argentum agar menjauh sedikit dari Raksa. "Lo apa-apaan, sih, main rebut Aurum aja!" protes Raksa. Aku hanya diam, aku tak mau berkomentar dengan kedua cowok ini. Bisa jadi nantinya justru semakin runyam. Aku melirik ke arah Argentum yang di samping kananku. Dia tampak mengangkat sebelah alisnya. "Ngerebut? Lo siapa-siapanya Aurum aja bukan. Nggak ada hak dong lo ngelarang gue buat deketin Aurum!" Aku hanya diam. Aku baru sadar ketika kami bertiga menjadi sorot perhatian siswa-siswi SMA Khatulistiwa. Raksa terlihat mulai naik pitam. Dia mengepalkan tangannya dengan kuat. "Gue emang bukan siapa-siap--" "Diem deh lo, Bulu Babi! Gue mau nyulik Aurum dulu!" ujar Argentumdengan lantang. Aku yang awalnya bersikap bodoamat dengan percakapan kedua cowok itu, mendadak terkejut saat sebuah panci mendarat di kepalaku. "Pake dulu, ya, Rum. Gue nggak suka banyak orang ngeliatin kecantikan lo." Argentum mengangkat panci itu sedikit. Aku dapat melihat wajah cowok itu yang tampak tak berdosa telah memasukan kepalaku dalam panci. Oh tidak. Rasa ini, debaran jantung ini, kurang ajar sekali merekan muncul saat menatap wajah Argentum begitu dekat. Cowok itu menggenggam tanganku, dia menariku pergi dari kerumunana di depan papan informasi itu. Astaga, apa Argentum benar-benar akan menculik aku? "Mau ke mana, sih?! epasin gue!" "Haha enggak. Lo ikut gue aja, something special udah nungguin lo, Calon pacar." Aku dapat mendengar kekehan kecil Argentum. Tidak. Mengapa jantungku tidak mau diajak kerjasama, sih?! Argentum sangat keterlaluan menyembunyikan wajahku di dalam panci. Apa maksud dia sebenarnya? Bahkan, aku tak tahu akan dibawa ke mana oleh Argentum saat ini. Kakiku merasakan mulai menapaki rerumputan. Lantai pijakan yang aku injak tadi sudah tak terasa. Oh, apa ini lapangan? Atau taman? "For you, My Favorite Girl." Argentum mulai mengangkat panci di kepalaku dengan pelan. Mataku langsung berbinar saat mendapati es krim stroberi di atas meja taman. Juga ada laptop yang menampilkan desain cover untuk novelku. Di sana juga terdapat tumpukan buku matematika. "Itu buku siapa?" tanyaku kepada Argentum karena aku takin itu bukan buku cowok itu. "Sepupu gue. Dia alumni sini. Dia ngasih buku olimpiade matematika buat gue tahun kemarin. Cuma gue males, ya udah ditinggal di loker aja. Eh gue tadi pagi denger lo mau ikut olimpiade, ya udah deh gue bawa buku ini semua buat lo aja. Daripada nggak berguna buat gue, ya, 'kan?" "Ini beneran lo dikasih? Lo nggak beli, 'kan? Gue nggak mau nyusahin orang." Aku tahu mungkin aku tak punya banyak uang, tapi aku tidak mau menjadi orang yang minta-minta. "Enggak, Aurum. Ini gue dikasih. Kalo lo merasa enggan, lo minjem aja juga nggak papa. Buku-buku ini bisa bantuin lo." Argentum memilih duduk terlebih dahulu. Aku menatap es krim stroberi penuh minat. Aku pin duduk, berhadapan dengan Argentum dan langsung menyambar es krim favoritku itu. "Ini lo yang desain?" tanyaku melirik ke arah desain cover pada laptop Argentum. "Iya. Suka?" Aku memperhatikan baik-baik desain itu. Ya ampun, aku baru membaca judul asal-asalan di desain itu. Do you wanna be my girlfriend, Aurum? "Ini judulnya salah. Lo ngarang banget, yah?!" protesku kepada si pemilik laptop. "Jadi gimana jawabannya?" "Jawaban apa?" "Pertanyaan di desain cover itu." Aku tak mengerti. Aku pikir pertanyaan di cover hanya sebagai contoh untuk penempatan judul. "Gue suka sih sama covernya. Tapi judul n****+ gue bukan ini!" Argentum menghela napasnya seperti kecewa. Lah kenapa? Apa aku salah lagi? "Lo adalah cewek yang pekanya minus seribu triliun, Rum. Bisa nggak kalo lo nganggep perasaan gue itu serius? Apa lo nggak jatuh cinta sama gue?" Argentum menatapku begitu dalam. Dia seolah mengunci pandanganku hanya untuknya. "Nggak. Gue takut untuk patah, gue nggak mau bikin perasaan gue resah, karena jatuh cinta adalah hal yang ngebuat hati gue lelah." Aku memutuskan tatapam kami berdua. Aku mengalihkan semuanya pada buku-buku matematika. *** Aku berdiam diri di bawah sebuah halte bus untuk meneduh. Aku tadi sedang menggayuh sepedaku dengan semangat. Namun, hujan datang dan berlangsung cukup lama. Aku terpaksa meneduh, aku tak bawa mantel, aku tak mau tubuhku drop. Aku manggerakan kakiku sesuai dengan irama musik yang sedang berputar pada earphone milikku. "Gimana kabar lo?" Aku seketika mendongak, ketika mendapati sepasang sepatu berukuran lebih besar dari pada sepatuku di hadapan aku. Seakan-akan waktu berhenti sejenak. Jantungku rasanya jeda udah berdetak. Wajah itu, suara itu, orang yang pernah tertanam di hatiku begitu dalam. Iya, dia ada di hadapanku sekarang. Tubuh tinggi dan wajah tegasnya, mata sipit, senyuman manis. Lihat saja, cowok itu tenang tersenyum memamerkan lengung pipinya kepadaku. Kurang ajar, perasaanku langsung berkecamuk. Ada aliran rindu namun juga aliran kecewa. Kenapa? Kenapa seseorang yang sedang berusaha mungkin aku lupakan, mendadak datang dan membuat benteng perasaanku kembali goyah? "Kak Ferrum?" sapaku terkejut mendapati Kak Ferrum di hadapanku. Menggunakan sweater abu-abu dan celana hitam. Tunggu, rambutnya sudah berubah. Rupanya, dia sedikit memanjangkan rambutnya. Tapi, sungguh, Kak Ferrum begitu manis. *** 。・ : * : ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚☆ 。 ・ : * : ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚ ・ : * : ・ ゚ ★ ,。 ・ : * : ・ ゚ ☆ ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚ ☆ 。 ・ : * : ・ ゚ ★ ,。 ・ : * : ・ ゚ ☆ ・ ゚ ★ , 。 ・ : * : ・ ゚ ゚☆ 。 _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ ׂׂૢ་༘࿐ ゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ┊ ⋆ ゚☆ 。 ┊ ┊⋆ ┊ . ┊ ⋆ ┊ . ┊ ┊ ゚☆ 。 ┊ ┊ ⋆˚  ┊ ⋆ ┊ . ┊         ゚☆ 。 ✧. ┊┊ ⋆ ┊ .┊ ⋆          ゚☆ 。 ⋆ ★ ┊ ⋆ ┊ . ゚☆ 。 ┊ ⋆ ┊ . ゚☆ 。 ゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚. ゚☆ 。 S E E Y O U I N T H E N E X T C H A P T E R ! ! ! ! ゚☆ 。 ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ︶ ༉‧₊˚..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD