"Udah lah, Ky. Semuanya kan udah jelas. Mau apa lagi?" timpal Keinara.
Keinara melanjutkan langkahnya, namun dengan cepat Zaky menahan lengan Keinara. Sehingga Keinara terpaksa menahan laju kakinya.
Keinara sedikit melirik ke belakang. "Lepasin, Ky! Ayo masuk ke kelas. Sebentar lagi udah mulai kelasnya." bujuk Keinara mencoba menghindar dari Zaky.
"Kita perlu bicara, Key!" sahut Zaky.
Keinara memejamkan matanya beberapa detik. Membalikkan tubuhnya kembali berhadapan dengan Zaky. "Apalagi yang harus dibicarakan? Bukannya semuanya udah jelas? Kita udah selesai, Ky!" ucap Keinara tegas.
Kedua mata saling beradu, saling menatap memastikan perasaan satu sama lain.
"Bilang, kalau kamu udah nggak sayang sama aku lagi, Key! Bilang sekarang!" tantang Zaky. Dalam hatinya sangat yakin jika Keinara tidak akan pernah bisa mengatakan ini. Karena Zaky yakin, jika Keinara masih sangat menyayanginya.
Keinara membuang pandangannya ke lain arah. Membuang nafasnya lewat mulut, bersiap menerima tantangan dari Zaky.
"Aku udah nggak sayang sama kamu lagi." serunya tanpa mau menatap mata Zaky.
Zaky tersenyum sinis. "Lihat mataku, Kei! Lihat kesini. Bilang dengan lantang kalau kamu sudah tidak menyayangiku lagi!" tantangnya lagi. Zaky yakin Keinara tidak akan mampu melakukan itu.
Keinara enggan menatap ke arah Zaky. Karena dia juga sadar, itu adalah hal yang sangat berat. Dia tidak mungkin bisa mengatakan apa yang sudah jelas bertentangan dengan isi hatinya saat ini.
"Lihat aku, Key! Katakan dengan jujur! Jangan bohongi hati nurani kamu sendiri!" sentak Zaky, semakin menekan Keinara.
Keinara tak punya pilihan lain lagi. Dia tetap harus bertahan dengan pendiriannya. Perlahan kepalanya ia hadapkan kembali ke depan mata Zaky. Kedua mata saling beradu kembali.
Ada debaran di d**a Keinara yang tidak bisa ia kendalikan. Memburu hingga menghimpit dadanya, membuatnya sulit untuk melepaskan nafasnya sendiri.
Keduanya masih saling bertatapan. Dengan sekuat tenaga, Keinara mengumpulkan kepingan-kepingan kekuatannya, mencoba untuk bersuara.
"Aku udah nggak sayang kamu lagi!" ucap Keinara dengan sangat lantang.
Zaky yang dari awal sangat yakin jika Keinara tidak akan mampu mengucapkannya, seketika tubuhnya lemas tak berdaya. Wajahnya berlahan melayu.
"Kei!" lirihnya tidak percaya.
"Sudah puas? Sudah cukup kan, Ky?"
Zaky masih memasang wajah ketidak percayaannya. Genggaman tangannya yang sedari awal begitu kuat mencengkram lengan Keinara, berangsur melemah, kemudian terlepas dengan sendirinya.
Keinara segera mengambil kesempatan itu untuk segera pergi melangkahkan kakinya, meninggalkan Zaky yang masih mematung karena saking tidak percayanya dengan apa yang sudah diucapkan oleh Keinara.
"Maafkan aku, Ky! Sekali lagi, maaf!" batin Keinara seraya terus berjalan menuju arah kelas.
"Nggak mungkin Keinara setega itu! Nggak! Dia pasti sedang bercanda." lirih Zaky, mencoba menepis ketidakpercayaannya.
Perlahan kakinya mulai ia langkahkan menyusul Keinara. Dengan pandangan matanya yang terlihat kosong dan datar, Zaky mencoba untuk tetap kuat berdiri, berjalan menopang tubuhnya yang makin terasa lemah.
***
Balikpapan
Sukma tengah menghabiskan waktunya di tepian kolam renang. Setelah selesai berenang menikmati dinginnya air kolam, ia beristirahat di kursi santai berbahan rotan di sisi kolam.
Terlihat Sukma masih memakai handuk kimono tebal berwarna putih untuk mengeringkan tubuhnya dari dinginnya air kolam. Sukma merebahkan tubuhnya di kursi panjang dengan memegangi segelas jus jeruk di tangan kanannya. Tak lupa memakai kaca mata hitam untuk menghindari cahaya yang akan mengganggu pandangannya.
Glek glek glek.
Sukma memasukkan hampir setengah jus jeruk di gelasnya.
"Mas Rafly kenapa ya? Akhir-akhir ini aku sering melihat dia melamun. Wajahnya juga tidak secerah biasanya. Ada mendung tersirat di matanya. Apa yang sebenarnya terjadi?" lirih Sukma.
Glek glek glek.
Sukma kembali meneguk jus jeruk di tangannya hingga habis tak tersisa. Ia letakkan kembali gelas kosongnya di atas meja tepat di sampingnya.
"Aku harus cari tahu, apa yang sesungguhnya terjadi. Aku yakin, Mas Rafly sedang dalam permasalahan." batin Sukma penuh keyakinan. Sukma beranjak dari duduknya.
Sementara di kantor, Rafly terus menunggu kabar dari Agas. Dia berharap apa yang dilakukan Agas akan membuahkan hasil dengan cepat.
"Agas tadi bilang kalau mau mendatangi rumah Sita. Udah kesana belum ya? Kok sudah satu jam belum ada kabar juga." lirih Rafly sambil tetap memfokuskan pikirannya pada pekerjaannya.
***
Keinara memasuki kelas dan duduk di sebelah Sandrina dengan wajah murungnya. Tentu saja membuat keempat sahabatnya menaruh rasa curiga terhadapnya.
"Kei? Muka kamu kenapa mendung gitu sih? Ada yang salah apa?" tanya Michel yang duduk di belakangnya.
Keinara menoleh ke belakang, ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah. "Emm, nggak Chel. Perutku ini sakit banget, abis mencret." lirihnya seraya nyengir, memegangi perutnya berpura-pura menahan sakit.
"Hihh! Jorok amat sih! Huekk huekk huekk!" timpal Michel yang merasa jijik mendengar kata-kata 'mencret' yang diucapkan oleh Keinara.
"Halah, lebay kamu, Chel. Kaya yang nggak pernah ngerasain mencret aja! Huuuu!" ejek Rony yang duduk di sebelah kanan Michel.
Sontak membuat Keinara dan Sandrina tertawa puas.
Tak selang berapa lama, Zaky menyusul masuk. Dia memilih duduk di bangku kosong di samping kiri Michel. Tentu saja membuat Michel dan Rony bertanya-tanya. Karena biasanya Zaky pasti selalu duduk di sebelah Keinara.
"Lah, itu di sebelah Kei kosong bangkunya, kenapa duduk disini?" tanya Michel polos.
Sandrina dan Keinara saling menatap, bergemuruh dalam pikiran mereka masing-masing.
Zaky menoleh, memandang ke arah Michel. "Emang aku nggak boleh sekali-kali duduk di sebelah kamu? Owhh, merasa terganggu nih ya, kalau aku ada diantara kalian berdua?" Zaky melirik ke arah Rony.
"Ehh, enak aja! Aku sih santai aja kali!" seloroh Rony.
"Enak aja juga! Aku kan cuma nanya. Kalau mau duduk disini ya udah duduk aja kali!" timpal Michel.
"Ya udah, mending diem aja!" semprot Zaky dengan wajah judesnya.
***
"Kamu bisa dengan mudah bilang seperti itu, Gas! Karena kamu tidak pernah merasakan bagaimana posisiku selama hampir dua puluh tahun ini! Kamu tahu apa yang aku rasakan? Tidak kan?" Suara Sita semakin terdengar tinggi.
Agas terdiam, dia sebenarnya paham, langkah yang dia lakukan saat ini pasti sedikit banyak akan membuat Sita murka.
"Aku hamil, disaat usiaku masih muda. Lalu aku juga ditinggalkan begitu saja tanpa ada kejelasan apapun! Aku dicampakkan, sama sekali tidak ada kepedulian. Aku terpuruk, aku ingin mati saja saat itu, Gas!" sentak Sita dengan penuh emosional.
"Siapa orang yang berhasil meyakinkan aku, bahwa hidup ini terlalu berharga dari pada untuk meratapi sebuah kesalahan? Dia adalah Kakakku! Dia lah orang yang selalu menguatkan hatiku. Memberikan kekuatan untukku supaya aku bangkit, supaya aku tetap berdiri tegak. Kamu pikir itu mudah?" Sita menggeleng. "Sama sekali tidak. Berkali-kali aku jatuh, berkali-kali juga aku harus bangkit. Karena ada nyawa yang ada di dalam perutku saat itu. Dan sekarang dengan seenak hatinya, si manusia pengecut itu datang menginginkan sebuah pengakuan tentang siapa Keinara sebenarnya? Hahhh! Dia waras?" Sita memang sudah tidak bisa membendung emosi yang sudah terlanjur membakar hatinya.
Agas menarik nafasnya kembali. "Ta, kamu tenang dulu. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Aku bisa memahaminya. Iya kamu benar, Rafly memang salah! Seratus persen, bahkan seribu persen dia lah yang bersalah dalam hal ini. Aku tahu! Aku juga sudah memakinya habis-habisan saat dia cerita masalah ini. Dia memang b******k, bahkan aku bilang kalau dia memang tidak pantas menuntut sebuah pengakuan Ini, tapi."
"Tapi apa? Kamu mau membela apa lagi terhadap sahabat b***t kamu itu?" potong Sita.
"Dia berhak tahu keadaan darah dagingnya juga, Ta. Dia sudah sadar dan menyesali perbuatannya waktu itu. Dia benar-benar ingin menebus semua kesalahan-kesalahan itu. Jadi, aku pikir, tidak ada salahnya kamu membuka hati kamu, Ta." Agas berhenti berbicara sejenak. Mengambil kuda-kuda untuk melanjutkan bicaranya.
"Dan Keinara, dia juga berhak tahu siapa Ayah kandungnya sebenarnya. Anak itu berhak tahu asal-usulnya. Aku yakin, secara naluri, selama sembilan belas tahun ini Keinara juga merindukan sosok seorang Ayah yang selama ini hilang dari hidupnya. Kamu pikirkan lagi, Ta, jangan egois!" Agas tetap memohon, supaya Sita melembutkan hatinya.
"Anak yang aku kandung saat itu tidak bisa aku selamatkan!" potong Sita.
"Maksud kamu?" Agas membulatkan bola matanya.
Sita mengangguk, "Ya. Aku terlibat sebuah kecelakaan sepeda motor saat usia kandunganku menginjak tiga bulan. Dan bayi itu tidak bisa aku pertahankan karena benturan yang cukup berat di area perutku." terang Sita, kemudian menunduk.
Agas menegakkan posisi duduknya, dia masih belum bisa mencerna penjelasan yang diberikan oleh Sita.
"Sebentar, Ta. Jadi anak itu sudah tidak ada? Lalu Keinara itu siapa?" cecar Agas.
"Keinara adalah anakku dengan suamiku yang sudah meninggal. Aku menikah dengan laki-laki lain, namun disaat usia Keinara masih sangat kecil, suamiku meninggal. Jadi, Keinara bukan anak Rafly. Ayah kandung Keinara itu sudah meninggal!" ungkap Sita dengan suara lantang.
"Satu lagi, asal kamu tahu saja. Selama hidup Keinara, walaupun Ayahnya sudah meninggal, tapi dia sama sekali tidak kekurangan kasih sayang sedikitpun dari sosok Ayah yang dia dapatkan dari Pakdenya. Jadi kamu jangan salah sangka. Keinara tubuh seperti anak lainnya." terang Sita, menekankan pada Agas jika Keinara selama ini hidup dengan sangat layak.
Agas menegakkan pandangannya ke arah Sita. Memastikan bahwa tidak ada kebohongan yang bersembunyi di balik wajah Sita. Yang Agas lihat, hanyalah sebuah kebencian yang begitu kentara diperlihatkan oleh Sita.
"Jadi, Keinara itu bukan anak Rafly?"
"BUKAN!" jawab Sita semakin lantang. Mau berapa kali Rafly, kamu, ataupun orang lain yang menanyakan itu, jawabanku masih sama, Keinara bukan anak kandung Rafly!" ungkap Sita dengan matanya yang kian nanar.
Agas mengangguk perlahan. "OK."
"Ya! Apa masih ada yang ingin kamu tanyakan lagi, Gas? Kalau sudah tidak ada, kamu bisa meninggalkan tempat ini. Aku sibuk, masih harus menyelesaikan pekerjaanku!" ucap Sita, mengusir Agas secara halus.
"Iya, Ta. Aku akan segera pergi dari sini." Agas bangkit dari tubuhnya. "Aku pamit ya, Ta. Maaf sudah menganggu kenyamanan kamu hari ini. Aku harap, setelah ini, hubungan kita tidak ada masalah." tutur Agas.
Sita menyusul bangkit. "Owh tentu saja, Gas. Urusanku itu bukan sama kamu, tapi sama si manusia pengecut itu. Jadi ya, kita memang tidak seharusnya bermasalah, bukan?" timpal Sita.
"Ya! Baiklah, aku pamit ya, Ta. Sampai ketemu lain waktu."
"Ya. Hati-hati ya."
"Iya."
Agas kemudian melangkah meninggalkan butik, keluar melewati pintu dan masuk ke dalam mobilnya.
Sita kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa. Ia sandarkan kepalanya yang terasa berat ke bahu sofa, lalu ia pejamkan matanya untuk menenangkan diri sebentar.
Ada perasaan lega yang ia rasakan. Ia masih bertahan dengan argumennya sedari awal. Untung saja dia tidak terpancing emosi dan keceplosan mengatakan jika Keinara memanglah anak dari Rafly.
Agas merogoh ponselnya yang ada di dalam saku celananya.
Rafly yang selalu melirik ke arah layar ponselnya setiap detik, tiba-tiba melihat ada tulisan Agas yang memangil disana.
Tangan Rafly dengan cepat kilat meraih ponsel yang tergeletak di dekat tangan kananya.
"Ya, halo, Gas! Gimana hasilnya?" tanya Rafly tidak sabar.
"Gagal, Raf!" ujar Agas dengan suara lemas.
Rafly pun demikian, raut wajahnya layu seketika.
"Sorry banget, aku nggak bisa nekan Sita. Sepertinya dia memang kukuh untuk tidak memberitahu yang sebenarnya. Terpaksa kita jalankan rencana kedua. Hanya itu satu-satunya yang bisa kita lakukan." terang Agas dalam telepon.
"Ya sudah kalau begitu. Atur jadwalnya aja, kalau bisa akhir pekan besok, Gas. Lebih cepat lebih baik. Biar aku segera tahu hasilnya."
"Iya, Raf! Nanti aku kabari kamu lagi ya."
"Siap."
Agas pun menutup sambungan teleponnya. Sementara Rafly harus berbesar hati menerima kabar yang tidak ia inginkan ini.
Apa yang akan dilakukan oleh Rafly selanjutnya? Rencana apa yang sudah ia susun dengan Agas untuk menjalankan pilihan keduanya?