Tujuh Belas

1507 Words
Suasana masih di dalam kelas, baru saja selesai mengikuti mata kuliah tambahan Statistika yang diberikan oleh dosen Dody. Dosen yang terkenal galak dan menuntut mahasiswanya untuk meraih minimal nilai B di saat ujian semester. Keinara, Zaky, Rony, Sandrina, dan Michel masih duduk di bangku mereka masing-masing dengan bergerombol. Keinara, Zaky, dan Sandrina berada di barisan paling depan. Sementara Rony dan Michel ada di belakang barisan ketiganya. "Gaes, maaf ya, hati ini aku nggak bisa lama-lama ikut nongkrong sama kalian. Buru-buru nih, soalnya mau nemenin Mama aku belanja buat acara di tempat tante aku besok. Maap yakk!" tutur Michel, si centil cerewet tapi baik hatinya, sedang memasukkan buku-buku pembelajaran ke dalam tasnya. "Yoi, Chel! Nggak apa-apa! Nggak ada kamu malah jadi nggak berisik banget, nggak bikin telinga aku meradang, hahaha!" ejek Rony yang selalu nggak pernah akur sama Michel. Mereka berdua emang layaknya Tom and Jerry. Wajah Michel berubah murung. "Ya ampun Rony! Segitunya amat sih kamu sama aku! Benar-benar kamu ya! Awas, besok aku nggak bawain lagi kamu jajanan masakan Mama aku. Beneran nih, nggak bakalan!" balas Michel dengan ggertakan. Rony yang sedang duduk santai mendadak meluruskan tubuhnya. "Hehehe, Michel cantik, jangan gitu dong! Kan tadi aku cuma bercanda, nggak serius kok, hehehe. Masak dimasukin ke hati sih? Maafin dong, Chel! Michel si anak baik hati dan tidak sombong! Ya ya ya?" Rony sengaja mengeluarkan rayuan mautnya. "Ogah!" tolak Michel dengan tegas lalu berdiri. "Yah, Michel yang cantik, jangan ngambek dong!" rengek Rony, mencoba menahan lengan Michel. "Ya ampun! Kalian berdua bisa nggak sih akur sehari aja! Tiap hari mah, berantem mulu kerjaannya! Nggak capek apa kalian berdua?" seloroh Sandrina yang merasa terganggu dengan keributan yang ada. "Iya ih! Akurnya kalau ada makanan aja, baru pada bisa diem!" timpal Zaky. "Kok jadi nyalahin aku sih? Kan yang mulai duluan nih si Rony!" sanggah Michel keberatan, seraya menunjuk wajah si Rony. "Yeh, kok malah jadi nyalahin aku sih, Chel. Kamu tuh yang mulai duluan!" sahut Rony tidak terima, lalu melepaskan tangannya dari lengan Michel. "Ya Tuhan! Udah deh, Chel, kalau mau pergi udah pergi aja! Kalau saling sahut-sahutan kaya gini kapan kelarnya! Udah kamu pergi gih, salam ya buat Mama. Bilangin, lusa kita main ke rumah. OK!" sahut Keinara yang udah pusing mendengar keributan dari segala penjuru. Menyuruh Michel segera pergi adalah cara untuk menyelesaikan keriuhan. "Owh siap, Kei. Lusa kalian boleh main ke rumah, kecuali nih satu orang ini yang suka bikin rusuh!" mata Michel melirik pada Rony. "Udah ya, aku cabut duluan. Bye semuanya!" "Bye Michel, hati-hati ya!" timpal Sandrina seraya melambaikan tangan. Setelah Michel berlalu, Sandrina juga ikut berpamitan. "Gaes, aku juga mau cabut duluan ya. Barusan Mama aku juga kirim pesan ini, suruh anterin ke rumah sakit, mau kontrol bulanan. Soalnya sopir di rumah lagi nggak masuk kerja. Maaf ya, nggak bisa ikutan nongkrong lama-lama juga." terang Sandrina dengan wajah kecewanya. "Yah, pada kabur satu-satu nih. Tapi ya nggak apa-apa sih. Semoga Mama kamu lekas sembuh ya, San." "Makasih, Kei" "Hehehe, bentar gaes! Sebenarnya aku juga lagi dikejar waktu sih. Lima belas menit lagi, ada janji sama cewek aku, mau anterin buat cari kado buat adiknya yang nanti malam ulang tahun. Jadi ya, maaf juga ya. Nggak bisa nongki-nongki ceria, hehehe." timpal Rony. "Lah, kamu mau cabut juga, Ron? Tinggal kita berdua dong?" ujar Zaky dengan wajah kusut. "Hehehe, sorry Ky, Kei! Kita juga terpaksa. Nongkinya lain waktu lagi ya. Kalian tahu kan, gimana cewek aku kalau marah? Kalau sampai janjinya aku batalin sepihak? Dunia gue berakhir!" seloroh Rony. "Bisa-bisa lo diputusin saat ini juga kan, Ron! Hahahaha!" ejek Sandrina dengan tawa lepas. "Hahahahaha!" Keinara dan Zaky juga ikut tertawa. "Dasar! Bibit-bibit calon laki takut sama bininya nih nanti!" tambah Zaky. "Enak aja lo, Ky! Bukannya takut! Tapi lebih menghargai perasaan wanita aja! Tolong nih ya, tolong dibedakan!" elak Rony yang tak mau terus-terusan jadi bahan bulian teman-temannya. Suasana ruangan riuh hanya dengan keberadaan mereka berempat. "Udah ah, nggak kelar-kelar kalau kaya gini terus mah." Sandrina berdiri. "aku cabut ya, Kei, Zy!" "Siap, San. Hati-hati ya!" ucap Keinara. "Yoi!" sahut Sandrina seraya berlalu. "Aku juga cabut ya! Dadaaaa!" tutur Rony juga langsung berlalu. Kini, tinggal Zaky dan Keinara yang tinggal di dalam ruangan. Mereka berdua saling berpandangan, menahan senyum yang sedari tadi ingin mereka tunjukan. Di tinggal ketiga temannya justru membuat rasa bahagia tersendiri bagi Zaky dan Keinara. "Jalan yuk! Mumpung nggak ada satpam. Hehehe." celetuk Zaky dengan kode mengedipkan sebelah matanya. "Kemana?" lirih Keinara. "Ke pantai! Ke sana, pantai Glagah aja gimana? Yang jauh dari jangkauan anak-anak dan orang-orang dekat kita. Biar aman!" "Emmm, boleh juga sih, hehehe. Tapi_" "Tapi apa?" "Tapi jangan lama-lama ya? Sore jam empat harus udah sampai rumah lagi. Takut Bunda curiga! Hehehe." Keinara meringis. "Siap beb! Yok, berangkat!" "Ayok!" Zaky dan Keinara akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan berdua. Tentu saja tanpa sepengetahuan dari ketiga sahabatnya. Selama perjalanan menuju pantai, tak henti-hentinya Zaky dan Keinara selalu mengurai tawa. Mereka seperti bisa merasakan kebebasan mengekspresikan suara hati mereka yang selama ini selalu mereka jaga. Keduanya bisa bebas saling menatap, saling menggenggam tangan dengan erat tanpa harus sembunyi-sembunyi dari ketiga satpam yang selalu ada di belakang mereka. Zaky sengaja memilih mengunjungi pantai di daerah Kulon Progo yang tentu saja jauh dari pusat kota. Supaya keberadaannya aman dari orang-orang dekatnya. Lagu cinta luar biasa yang dibawakan Andmesh menjadi sountrack lagu yang Zaky putar selama perjalanan di dalam mobil. Lagu yang menggambarkan betapa sedang kasmarannya mereka berdua saat ini. "Ya ampun! Gini amat sih beb, pacaran sembunyi-sembunyi! Nggak enak banget deh!" celetuk Keinara. "Ya gimana lagi, beb. Kita kan juga harus menjaga semua ini dari semua orang, terlebih Bunda. Soalnya dari mereka bertiga itu kan pasti ada yang emberan banget. Ya pasti suatu saat bakalan kedengar ke telinga Bunda juga kan? Kita cari aman aja dulu deh!" tutur Zaky. "Iya, sih, beb. Tapi capek juga kan harus kaya gini terus. Jadi pengen cepat lulus terus kerja yang benar, terus nikah deh, hehe." Zaky tiba-tiba menepikan mobilnya di sisi jalan. "Nikah? Sama siapa?" tanyanya dengan tatapan lembut ke arah Keinara. "Ya sama kamu lah!" jawab Keinara malu-malu. "Sama kamu siapa?" tekannya pura-pura. "Sama Zaky! Zaky Aflah Pramudya!" Keinara tersenyum malu-malu. "Beneran kamu mau nikah sama aku? Yakin?" "Ya yakin lah, Ky. Emang kamu nggak mau nanti kita nikah, terus punya anak yang lucu-lucu. Rumah tangga kita jadi bahagia?" Zaky tersenyum. "Siapa yang bilang nggak mau? Mau banget lah! Hehehe." Zaky tiba-tiba meraih jemari Keinara, lalu mengecupnya dengan lembut. Lalu menatap Keinara dengan penuh cinta. I love you, Keinara!" Membuat wajah Keinara memerah seketika. "I love you to, Zaky!" balas Keinara malu-malu. Keduanya saling menatap, makin dalam. Perlahan kepala keduanya saling mendekat, hingga jarak kedua bibir hanya tinggal beberapa senti saja. Keinara memejamkan matanya, mengisyaratkan bahwa dia siap menerima segala perlakuan yang Zaky inginkan. Dengan gerak cepat Zakypun segera menyambar bibir merah di depannya tersebut. Bibir saling melumat dengan penuh kelembutan. Menikmati setiap hisapan bahkan gigitan kecil yang saling bergantian. Tak ingin berlama-lama berada dalam sebuah kenikmatan yang akan membuat mereka lupa dengan kewarasannya. Zaky melepaskan pagutannya dengan pelan. Keinarapun paham, ia juga melepaskan pagutannya dengan pelan. Keduanya saling menatap. Tatapan gejolak anak muda yang tengah kasmaran. "Takut ada setan lewat!" ucap Zaky berbisik, seraya tersenyum kecil, seraya mencubit pipi Keinara. "Hehe, iya beb! Lanjutin jalannya yuk, pengen segera main pasir nih." timpal Keinara. "Siap!" Zaky kembali menginjakkan pedal gas di kakinya. Melanjutkan perjalanan menuju ke pantai Glagah yang ada di ujung kabupaten Kulonprogo. *** Jam menunjukkan pukul satu. Menunjukkan waktu zuhur sudah lewat. Namun Keinara masih belum juga kembali ke rumah. "Biasanya kalau hari senin kan, kuliah Kei selesai jam dua belas. Tadi tambahan kuliahnya juga jam pagi. Ini kok belum sampai rumah juga sih. Kemana ini anak? Sebentar lagi kan aku harus ke rumah sakit buat jagain Bapak." ujar Sita seraya menutup rolling door butiknya. Perasaannya mulai cemas, khawatir Keinara kenapa-napa. "Di telepon nggak di angkat, di WA juga nggak ada yang dibaca. Kemana sih, Kei! Bikin bunda jadi kepikiran kemana-mana ini." ujarnya seraya mengunci rolling doornya. Sita berjalan menuju meja kasir, meraih ponsel yang asa di dalam tas, memeriksanya, barang kali ada balasan pesan yang Keinara kirimkan. Sayang harapan itu tidaklah ada. Sita duduk di depan meja kasir, berfikir keras mencari cara untuk bisa menghubungi Keinara. "Astaga! Kenapa aku nggak hubungin Michel atau Sandrina aja. Mereka pasti tahu dimana Keinara sekarang berada." Sita segera membuka kontak di ponselnya. Mencari nama-nama teman Keinara. Dari atas hingga ke bawah, Sita tidak menemukan satupun kontak teman-teman Keinara. "Kok, nggak asa sih? Perasaan aku pernah nyimpan kontaknya Rony, Michel, sama Sandrina. Tapi kok barusan nggak ada? Kemana ya?" Sita makin dibuat pusing. "Ya Allah! Aku baru ingat. Aku kan ganti handphone. Pasti nama kontak anak-anak ketinggalan di handphone yang lama. Haduh, mana handphone nya mati lagi. Haisshh!" Sita memeriksa lengan kanannya, melihat waktu yang terus bejalan maju. "Udah hampir jam dua lagi. Kasihan Ibu pasti udah nungguin aku." ujarnya. Sita memasukkan ponselnya ke dalam tasnya kembali, lalu angkit dari duduknya, ia memutuskan untuk meninggalkan rumah sebelum Keinara pulang. Sita tidak mau membuat sang Ibu menunggunya terlalu lama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD