Bab 5. Briona Faharra

1167 Words
Ia tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis. Sudah lama Briona merasa kehidupannya seperti kamuflase. Dilahirkan dalam kehidupan yang berkecukupan tak membuatnya hidup tenang. Kakek dan Nenek Briona adalah mantan pejabat di zaman kejayaan mereka. Keberhasilan mereka tak menjadikan anak semata wayang mereka yaitu Agam juga bisa ikut berhasil. Ayah Briona tumbuh menjadi anak orang kaya yang asik menggunakan fasilitas orang tuanya dan mengandalkan mereka jika memiliki masalah. Sampai menikah pun masih seperti itu, Agam tak pernah bisa memiliki pekerjaan tetap dan bertahan lama di sebuah perusahaan, sampai akhirnya kedua orang tuanya memberikannya modal untuk membuat perusahaan sendiri. Agam menikahi Selly – ibu kandung Briona yang juga berasal dari lingkungan yang sama. Selly yang pintar tapi manja rupanya tak tahan dengan kehidupannya dengan Agam yang senang berjudi dan berselingkuh. Selly memutuskan untuk bercerai dengan Agam dan menitipkan Briona pada mertuanya karena lelah selalu diancam untuk dipisahkan dengan Briona. Briona kecil pun sejak saat itu tinggal bersama kedua kakek dan neneknya dalam sebuah rumah besar dan mewah tapi tanpa kasih sayang orang tua. Agam sendiri sibuk dengan dunianya dan akhirnya memutuskan untuk menikah kembali dengan perempuan selingkuhannya saat masih bersama Selly yang bernama Ida. Bahkan, kini Briona telah memiliki dua adik perempuan yang beranjak remaja. Nama besar eyang kakung Briona lah yang menyelamatkan muka keluarga itu. Keluarganya masih dihormati orang walau di dalamnya bobrok. Dari kecil Briona sudah sering melihat Eyang putri menangis diam-diam dalam sholat mendoakan anak laki-laki satu-satunya itu agar bisa berubah. Sudah banyak barang antik dan lukisan yang mahal koleksi kakek dan neneknya yang dijual oleh sang ayah untuk menutupi hutang dan judinya. Andai saja keluarga Gerry tahu, seperti apa Agam sebenarnya mungkin hubungannya dengan Briona akan ditentang. Perceraian orang tuanya, masih bisa diterima oleh keluarga Gerry dan mereka masih memandang Briona calon mantu dari keluarga terpandang karena nama besar sang kakek. Tak ada yang tahu, Briona dan Eyang putri beberapa tahun terakhir hidup dari gaji Briona yang masih bisa dihitung baru sebagai pegawai. Uang pensiunnya sudah habis untuk membayar hutang-hutang Agam. Bahkan mereka tak sanggup membayar asisten rumah tangga dan hanya tinggal berdua di dalam rumah besar itu. Biaya perawatan rumah besar yang begitu mahal membuat eyang putri menjual sedikit demi sedikit barang antik dan perhiasannya. Mereka tak pernah lagi berbelanja ke Mall, cukup sampai minimarket untuk membeli kebutuhan hidup. Briona harus menabung beberapa bulan hanya untuk membeli pakaian untuk dirinya dan eyang putri. Banyak tas dan jam tangan yang ia gunakan bermerk mahal karena itu milik eyang saat masih berjaya. Kadang Briona merasa malu karena masih dianggap dari lingkungan Old Money, padahal saat ini mereka tak memiliki apa-apa lagi. Sehingga ia berusaha keras untuk menjaga dirinya agar tak mempermalukan nama besar Eyang Kakungnya. “Udah dong, jangan nangis terus! Kita itu mau bercinta, gak enak kalau pake acara nangis-nangisan begini! Ya udah kalau kamu gak mau gak usah! Bobo aja … bobo …” Izza segera mengusap air mata yang mengalir deras dipipi Briona. Ia segera memakaikan kembali pakaian tidur istrinya lalu membaringkan Briona diranjang. Kali ini ia ikut berbaring dan menarik Briona ke dalam pelukannya lalu mengusap-usap punggung istrinya agar tenang. Dadanya terasa basah dengan airmata Briona. “Kenapa kamu mau sih disuruh nikah sama aku? Seharusnya kamu bisa nolak, Mas. Kenapa aku terus yang harus ikut dengan keinginan orang?! Apa kalian tak punya hati dan bisa berpikir kalau aku juga punya perasaan dan punya keinginan sendiri?” Mendengar pernyataan Briona, Izza terdiam. Ia seolah tersadar bahwa ia memang tak peduli dengan perasaan Briona. Tujuannya hanya satu, mendapatkan kembali warisan yang merupakan haknya, apapun ia lakukan termasuk dengan menikahi Briona. Toh, Briona juga sangat cantik dan terlihat baik, tak ada ruginya. Tapi ia lupa Briona juga manusia yang punya perasaan dan keinginan. “Memangnya kamu gak punya kekasih mas? Wajahmu gak jelek, gak mungkin gak ada perempuan yang gak mau sama kamu.” Mendengar kalimat tak jelek Briona membuat Izza terbelalak. Ia segera bangkit dan menatap istrinya dalam penuh percaya diri. “Aku gak jelek?! Aku tuh ganteng Bri! Aku memang bukan kaya oppa-oppa korea seperti pacar kamu si Gerry itu. Tapi fisikku bernilai 9, tubuhku tinggi, proporsional dan atletis! Wajahku juga lumayan, senyumku manis apalagi dengan lesung pipit ini.” Izza segera berdiri diatas ranjang dan memamerkan tubuhnya dengan berpose seperti atlet binaragawan lalu senyam senyum sendiri dan kembali berpose bak model majalah. Briona yang tengah menangis menjadi diam cenderung bengong menyadari betapa narsis suaminya. Mendadak ia malu dan segera menutup wajahnya dengan bantal lalu istighfar sebanyak mungkin. Ia merasa malu mengapa ada orang percaya diri sebesar Izza. “Kok, malah istighfar?! Harusnya kamu bangga bisa menikah denganku!” ucap Izza segera menyingkirkan bantal yang menutupi wajah Briona. “Kamu yang narsis, aku yang malu dengernya!” Briona segera menyingkirkan wajah Izza dari wajahnya karena berusaha untuk kembali mencumbunya. “Jadi kamu punya pacar atau nggak?!” tanya Briona kembali ke pertanyaan awal. Izza diam dan menatap Briona dalam. “Aku punya kekasih, seorang dokter. Cantik dan cerdas juga berhati baik.” Mendengar ucapan pasti Izza untuk pertama kalinya, Briona mendudukan tubuhnya perlahan. “Trus kenapa gak nikah sama dia aja? Apa dia tahu tentang pernikahan kita seperti Gerry tahu tentang kita?” Izza menggelengkan kepalanya. “Nggak, dia gak tahu dan aku juga memang tak bisa menikah dengannya Bri, walau bisa dan mudah.” “Kenapa?” “Karena aku sendirian … makanya aku butuh ayah kamu dan kamu untuk membantuku. Ada hal yang harus aku dapatkan, bagaimanapun caranya. Ayahmu salah satu orang yang bisa membantuku untuk mendapatkan hal itu. Kami pun memiliki perjanjian yang saling membantu sama lain salah satunya menikahi kamu. Aku mau nikah sama kamu karena ternyata anak pak Agam ini cantik sekali. Kamu juga baik, tidak liar dan nakal. Jadi kenapa tidak?” Briona hanya bisa diam mendengar ucapan Izza, ini pertama kalinya mereka berbicara tentang diri mereka masing-masing dengan terbuka. Ia merasa semakin yakin bahwa Izza bukanlah karyawan ayahnya. Sedangkan Izza hanya bisa menghela nafas panjang dan mengecup bibir Briona tiba-tiba. “Tidurlah, besok pagi kita harus berangkat kerja, mulai besok aku yang akan mengantarmu pergi dan sebisa mungkin menjemputmu pulang. Aku tak bisa mencegahmu untuk tak bertemu Gerry tapi bukan berarti aku mengijinkannya. Aku tak tahu bagaimana caramu melakukannya, tetapi jika aku datang, aku tak ingin ada pria lain bersamamu.” Briona hanya diam dan memalingkan wajahnya. Mereka memang suami istri walau tanpa ada ikatan perasaan. Tetapi Briona sadar, Izza cukup sungguh - sungguh dengan pernikahan mereka, berbeda dengannya. Ia hanya ingin segera pergi dari tempat itu dan lepas dari statusnya sebagai istri Izza. Izza segera membaringkan tubuhnya dan tanpa sungkan memeluk Briona dari belakang. Walau ia memeluk Briona dengan gemas dengan mata tertutup, tetapi di benaknya terlintas wajah cantik Liliana kekasihnya yang anggun dan bertanya-tanya sedang apa kekasihnya saat ini. Izza hanya bisa menelan ludahnya membasahi tenggorokannya yang tercekat karena perasaan bersalah pada Liliana. Jika saja bukan karena niatnya untuk mengambil kembali warisan keluarganya, sudah pasti ia telah menikahi Liliana sejak lama. Tapi ia tak bisa, hatinya terpaksa ia lawan demi tujuan besarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD