Dan di sinilah mereka. Di sebuah sekolah dengan sejuta pesona dan segala kemewahannya. Golden Smart School. Sekolah dengan basis internasional dan dengan taraf hidup mewah nan elegan.
Dengan begitu percaya diri seorang gadis Park asal Korea melangkah. Menaiki satu per satu anak tangga menuju ruang staff yang terletak di lantai dua. Tentunya ada sepasang sepatu pantofel yang mengetuk menabrak lantai marmer di belakangnya.
Park Yiseo telah berusaha untuk tidak menggubris apalagi menegur si pria Choi yang mengikutinya dari belakang. Namun, ketukan sepatu pria itu benar-benar merusuh telinga Park Yiseo. Membuatnya refleks menoleh ke belakang.
“Kau ini seperti manusia dari planet mars yang baru kemarin diturunkan NASA,” desisnya.
Kening Choi Yong Do bergerak. Melengkung ke tengah. Pria muda itu menyimpan kedua tangannya ke dalam saku dan meneruskan langkah kakinya. Dia juga berusaha untuk tidak peduli dengan gadis Park perusuh hidupnya itu.
“Oh astaga … lihat itu,” gumam Yiseo sembari mendelikkan matanya ke atas dan melayangkan tangan kanan ke udara. “bisakah kau tidak membunyikan sepatu sialanmu?”
Lelaki Choi itu mengentakkan kakinya satu kali dan berhenti di samping Park Yiseo. Bola matanya bergerak. Menatap Yiseo lewat sudut mata. “Tidak!” jawab Choi Yong Do dengan nada ketus. Dia kembali meneruskan langkahnya menuju ruangan staff.
Sementara Park Yiseo memilih untuk diam sejenak dan menarik napas dalam-dalam. ‘Jangan usik dia, Yiseo. Jangan usik dia,’ batinnya. Embusan napas panjang menggiring gadis Park tersebut untuk mengambil langkah memasuki ruang staff.
“Good morning,” sapanya, lantas membungkukkan badan. Walau bagaimana pun, dia tetap harus menunjukan budaya sopan santun yang begitu kental dari negaranya.
“Good morning,” balas salah seorang staff. Wanita bertubuh gempal dengan rambut blonde dan kaca mata kuda dengan rantai yang menggantung dari leher hingga ke gagang. Gundukan dadanya sedikit mengintip dari balik kameja putih yang tidak terkunci rapi. Atau dia sengaja tidak mengancingkan dua kenop ke atas. Wanita bertubuh gempal itu memutar kursi kerjanya dan menghadap dua orang remaja yang baru saja menyapanya.
“Can I help you?” tanya wanita tersebut.
Park Yiseo menunggu lelaki Choi di sampingnya untuk berucap, tapi sampai pada detik ke sepuluh, dia masih berdiam diri. Lantas Yiseo memutar pandangan kepada si wanita bertubuh gempal. Gadis berambut sebahu itu tersenyum ramah.
“Begini, aku murid pindahan dari Seoul dan hari ini adalah hari pertamaku di sekolah. Aku tidak tahu di mana ruangan kelasku dan kemarin aku lupa bertanya,” ucap Park Yiseo begitu santun. Benar-benar watak yang sangat berbeda dari aslinya. Sedikit membuat Choi Yong Do terkejut.
Terlihat mulut wanita bertubuh gempal itu terbuka sembari menatap dua remaja di depannya dengan pandangan meneliti.
“Oh, kalian ya,” ucap wanita itu. Tangannya terangkat. Menurunkan kaca mata yang bertengger di batang hidung mancungnya. Beberapa detik ia habiskan untuk meneliti satu per satu penampilan dua orang remaja di depannya. Sampai akhirnya wanita bertubuh gempal tersebut memutar kursinya.
“Grace,” panggilnya. Seorang wanita muda menoleh. “Tolong antarkan mereka ke kelas,” ujar wanita bertubuh gempal tersebut.
Wanita bernama Grace itu mengangguk, lantas berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan menghampiri dua orang remaja asal Korea Selatan yang berdiri di samping kubikel si wanita bertubuh gempal.
“Mari kuantar,” ucap Grace lembut.
Choi Yong Do dan Park Yiseo mengangguk. Keduanya kompak memutar tubuh, tapi sebelum pergi Park Yiseo membungkukan badannya dan berucap terima kasih kepada si wanita bertubuh gempal.
Grace berbalik. Wanita itu tersenyum. Dia memandang bagian sebelah kanan dari da’da keduanya. Mereka memakai papan nama dari emas, artinya mereka murid kelas gold. Perlu diketahui jika Golden Smart School membagi kelas mereka dalam tiga tahapan yaitu; bronze, silver dan gold. Semuanya ditentukan dari hasil tes yang telah mereka ikuti.
“Come on, come with me.” Grace berucap sambil memberikan gestur dengan tangannya. Mereka menaiki anak tangga menuju lantai tiga, sebab di sanalah kelas mereka.
Park Yiseo mengedarkan pandangannya. Menatap sekeliling bangunan berdinding kacar bentangan yang menjulang dari lantai hingga ke langit-langit. Dari sini, dia bisa melihat taman sekolah yang dipenuhi pohon-pohon besar dan rerumputan hijau. Dalam hati, Park Yiseo bergumam kagum dan kini kepalanya mengangguk pelan. Memuji suasana asri, tetapi elegan di sekolah barunya ini.
“Silahkan masuk.” Ucapan Grace menarik atensi Park Yiseo.
Dengan begitu santai gadis Park itu berjalan mendahului Choi Yong Do. Dia mengampiri Grace. Sementara langkah Choi Yong Do terhenti saat matanya menoleh ke dalam ruangan. Ada debar-debar hebat yang dirasakan oleh Choi Yong Do. Ini kali pertamanya dia akan bertemu dengan para remaja sebayanya. Ini kali yang pertama dia keluar dari sangkar selama sepuluh tahun lebih. Ini yang pertama kalinya bagi Choi Yong Do bertemu dengan orang yang punya ras berbeda dengannya. Seketika memori menerbangkannya pada kejadian masa kecil di mana ia selalu diintimdasi hanya karena perbedaan ras.
“Tuan Choi?”
Seketika Choi Yong Do bergeming saat mendengar panggilan tersebut. Bola matanya bergerak memandang dua orang gadis yang berdiri tak jauh di depannya.
Park Yiseo mengerutkan dahinya. Menatap raut wajah Choi Yong Do yang berubah pucat dengan pandangan kosong. Gadis Park itu sanggup menangkap getaran kegelisahan dari pria yang sedang memilin jemarinya itu. Refleks, Park Yiseo menggerakan kakinya. Berjalan menghampiri Yong Do.
Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat gadis itu merasa iba pada lelaki Choi yang berdiri ketakutan itu. Hingga membuat Park Yiseo dengan santai menepuk-nepuk bahu Choi Yong Do. Sudut bibirnya naik, membentuk senyum di wajah.
“Ayolah. Ini tidak buruk,” ucapnya.
Choi Yong Do merasa ada sesuatu dalam ucapan Park Yiseo yang membuatnya tersinggung. Dia pun menepis tangan Yiseo dengan kasar.
“Tidak usah sok akrab!” desisnya. Lengkap dengan pandangan nyalang. “Kau bukan temanku dan kau bukan siapa-siapa.” Lanjutnya.
Park Yiseo memberengut. Dia pun terkekeh pelan. “Siapa juga yang menggapmu teman,” ucapnya pelan. Gadis itu menggoyangkan kepala sambil terus memasang senyum mengejek. Matanya membola saat dia kembali melangkah.
“Ayo Ms. Grace, sepertinya dia hanya gugup,” kata Yiseo.
Grace mengambil waktu untuk menatap Choi Yong Do sekilas. Ya. Semua orang bisa membaca tulisan gugup di dahi Yong Do. Terlalu kentara dengan pandangan skeptis-nya. Namun, Grace tahu jika dia hanya akan melemahkan Choi Yong Do apabila dia bertanya apakah Yong Do baik-baik saja atau tidak. Karena sudah jelas jika pria itu sedang tidak baik-baik saja. Akhirnya Grace memilih untuk melangkah dan memasuki ruangan kelas bersama Park Yiseo.
Gadis Park itu memasang senyum selebar wajah. Matanya mengitari seisi ruangan dan dia mulai berani mengatakan dalam hati jika sebentar lagi dia akan menjadi ratu di dalam kelas ini.
“Good morning, student.” Grace mengambil tempat di belakang mibar kecil. Membelakangi papan tulis.
“Good morning, Ms. Hemsworth,” sapa seluruh murid serentak.
Grace tersenyum. “Hari ini kita kedatangan dua orang murid transfer,” ujar Grace sambil memandang ke samping. Park Yiseo menoleh dan tersenyum padanya. Sementara Choi Yong Do muncul sambil menundukkan kepalanya. Ragu-ragu, dia mengambil tempat di samping Park Yiseo.
Sambil menutup kedua mata, Choi Yong Do mulai menarik napas lalu mengembuskannya perlahan. Choi Yong Do berusaha keras mengangkat wajahnya. Pipi pria itu mengembang sewaktu ia melepaskan napasnya dari mulut.
“Silahkan perkenalakan diri kalian satu per satu,” ujar Grace.
Park Yiseo mengangguk dan sambil tersenyum, dia pun melambaikan tangannya.
“Hai, namaku Park Yiseo.”
“Hai, Park Yiseo!” seru para lelaki secara masal. Sementara para gadis tampak biasa saja.
Senyum di wajah Yiseo makin melebar. “Hai,” ucapnya lagi. “Aku datang dari Seoul, Korea Selatan. Dulunya aku bersekolah di Dulwich College Seoul. Senang bertemu kalian,” ujar Park Yiseo.
“Nice to meet you too, Park.”
Mulut Yiseo terbuka. “Ah … actually, you can call me Yiseo.”
“Oh, baiklah. Senang mengenalmu Yiseo. Sebutkan nomor whats up-mu,” ucap salah seorang lelaki bermata biru dengan rambut blonde yang menyala.
“Huuuu …,” gumam semua orang secara masal.
“Oke … everybody calm down,” ucap Grace sembari menggerakan tangan, meminta semua orang untuk diam. Dia kembali menoleh ke samping. “Giliran Anda, tuan Choi.”
Choi Yong Do berusaha keras untuk tidak merasa gugup. Namun, tetap saja jantungnya malah makin bertalu dengan kencang.
“Ha- hai,” sapanya gugup. “Namaku, Choi Yong Do dan kalian bisa memanggilku Yong Do saja. Terima kasih,” ujarnya. Wajah lelaki itu kembali terlihat tegas.
Salah seorang siswi menyeringai di tempat duduknya. “Icy boy …,” gumamnya. Teman di samping gadis itu menyikut lengannya dan mereka terkikik.
“Itu saja?” tanya si lelaki berambut blonde yang sedari tadi berucap.
Yong Do menjawabnya dengan wajah datar dan nada dingin, “Hem!”
“Uhhhhh …,” gumam semua orang.
Grace kembali tersenyum. Sebetulnya gadis itu telah membaca riwayat pendidikan dari dua orang siswa transfer tersebut, tapi Grace tentu enggan mengatakan secara gamblang apalagi mendesak Choi Yong Do mengatakan latar belakang pendidikannya.
Untuk seekuran remaja yang home schooling selama bertahun-tahun, tentu saja Grace bisa menyimpulkan jika Choi Yong Do mengalami gangguan kecemasan sosial. Wanita itu ikut mengapresiasi keberanian Choi Yong Do. Dia mengerti bagaimana gugupnya pria itu.
“Kalau begitu silahkan menenmpati tempat duduk yang kosong,” ujar Grace.
Park Yiseo mengangguk sementara Choi Yong Do langsung berjalan santai. Lelaki itu mengambil tempat dekat jendela. Ada dua kursi kosong di sini, dan keduanya memilih tempat yang sama.
“Aku lebih dulu,” kata Yiseo.
“Jelas-jelas aku yang lebih dulu sampai,” gumamnya.
“Ck! Menyingkir saja, bodoh!” desis Yiseo. Mata bulatnya mulai melebar.
“Kau saja yang minggir, i***t!” Choi Yong Do tak mau kalah.
“Tidak!” Yiseo menekan kalimat yang dia ucapkan.
Namun, tatapan Choi Yong Do terlalu menggambarkan kalau dia juga tidak ingin mengalah.
“Aku juga tidak mau!” desisnya. Dia langsung menaruh tasnya dan membanting tubuhnya di kursi. Tak peduli dengan tangan Yiseo yang berada di atas meja.
Rahang Yiseo mengencang. Tak mungkin dia kalah dari si kecowa. Namun, ketika dia memutar pandangannya, Park Yiseo mendapati semua pasang mata tengah menatap ke arah mereka. Dan dari tatapan yang mereka layangkan, tak satu pun terlihat senang.
“Cepat cari tempat duduk lain atau kau akan ditertawakan,” desis Choi Yong Do.
Akhirnya Park Yiseo hanya bisa menghela napas. Menunduk sejenak untuk memberikan peringatan lewat tatapan membunuhnya.
“Awas kau! Akan kubalas kau nanti. Dasar kecowa!”
“Dasar i***t buruk rupa!”
“Gae dong seakkia!” umpat Yiseo. Ia kembali menegakkan badan. Wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat. Memasang tampang dingin dengan tatapan mematikan.
Park Yiseo masih punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi hingga ia tak perlu memusingkan tatapan-tatapan tajam di sekelilingnya. Gadis itu mengambil tempat di belakang Choi Yong Do.
Dia mengarahkan tatapan penuh aura kematian pada punggung Choi Yong Do. Membuat bulu kuduk Yong Do berdiri hingga dia perlu mengusap tengkukknya. Lelaki itu menggoyangkan kepala.
‘Sial.’
______________