Setelah menemui banyak drama, Park Yiseo akhirnya memutuskan untuk mendaftarkan dirinya di Golden Smart School. Satu-satunya sekolah ekslusif di Melbourne dengan peringkat teratas sebagai sekolah swasta dengan akademik terbaik.
Sekolah yang punya citra terbaik. Sekolah termahal dan dikenal sebagai sekolah para bangsawan. Jelas saja. Para remaja yang bersekolah di tempat itu adalah anak-anak para konglongmerat dan bahkan beberapa petinggi negara. Namun, sebenarnya bukan itu saja yang menjadi pertimbangan Park Yiseo. Dia tetap harus meneliti sekolah itu terlebih dahulu.
Dan jauh sebelumnya, Park Yiseo telah meneliti segala prestasi yang pernah diraih oleh sekolah mewah dan mahal itu. Dua hari yang lalu dia telah membuat keputusan. Gadis itu benar-benar nekat melawan arus. Hampir saja dia kehilangan slot untuk bisa duduk dan belajar di sekolah bergengsi tersebut karena terlalu banyak berpikir.
Park Yiseo termasuk salah satu orang yang beruntung karena mengisi slot terakhir. Gadis itu memang sudah mengikuti serangkaian tes online dua hari sebelum dia memutuskan untuk mendaftar dan kemarin juga dia telah memenuhi panggilan untuk tes wawancara dan membayar biaya pendaftaran. Semua itu dilakukan Park Yiseo seorang diri. Tentunya hanya ada Jangmi yang berperan sebagai supirnya. Itu saja. Selebihnya Park Yiseo juga yang bertindak dan mengambil semua keputusan.
Golden Smart School punya aturan sendiri untuk menerima para siswa yang termasuk dalam siswa transfer atau pindahan. Mereka hanya menerima lima orang setiap tahunnya dan di tahun ini sudah terisi penuh.
Akhirnya, tibalah hari di mana Park Yiseo dengan bangga memakai seragam hitam kotak-kotak dengan papan nama bertuliskan Park Yiseo di bawahnya ada nama sekolahnya Golden Smart School dan perlu diketahui kalau papan nama tersebut dibuat dari emas. Semuanya selaras dengan kemegahan, kemewahan dan segala yang melekat dengan citra sekolah ekslusif tersebut.
Namun, ada sedikit masalah yang terjadi.
Pagi ini Park Yiseo menggerutu karena dia harus menyiapkan semuanya sendiri. Dia sempat menghubungi housekeeping departement untuk meminta bagian laundry menyetrika seragamnya dan semua itu memakan waktu cukup lama. Belum lagi dia harus grooming agar terlihat lebih cantik. Park Yiseo benar-benar merasa kalau dia butuh asisten pribadi selain Jangmi.
Namun begitu, Jangmi juga yang menjadi sasaran kemarahan Park Yiseo. Pria itu harus mempersiapkan sarapan bagi nyonya muda dan tidak sembarang membuat sarapan untuk Park Yiseo hanya para pembantu di rumah lamanya yang tahu takaran yoghurt untuk serealnya. Dan Jangmi benar-benar payah soal itu. Sehingga dia harus menerima amarah Park Yiseo.
“Maafkan aku, Nona Park.”
“Sudahlah. Aku tidak jadi sarapan!” bentak Yiseo.
Jangmi hanya menunduk. “Baiklah, Nona.”
Park Yiseo mendengkus. “Ayo berangkat,” kata gadis itu dengan nada sarkasme.
Lagi-lagi Jangmi hanya bisa menganggukkan kepala. Dia memutar tubuh dan melesat menuju pintu depan. Lelaki itu harus lebih dulu membuka pintu untuk majikannya. Bahkan soal urusan menekan lift, sepenuhnya harus dilakukan oleh Jangmi. Sementara Park Yiseo tinggal berdiri sambil bersedekap di belakang Jangmi.
“Nona, apa Anda mau mampir ke kedai kopi?” tanya Jangmi dengan lembut.
Park Yiseo berdecak kesal. “Aku tidak minum kopi,” katanya sinis.
“Maaf,” gumam Jangmi. Dia kembali menunduk.
“Aku juga akan makan siang di kantin sekolah jadi kau tidak perlu menelepon,” ujar Yiseo.
“Baik, Nona.” Jangmi menyahut sambil menundukkan kepalanya.
Lift membawa mereka dengan cepat hingga ke lantai satu. Di depan apartemen sudah ada mobil lomosin hitam milik Park Yiseo. Sebelumnya, Jangmi sudah meminta bantuan kepada petugas valet untuk mengambilkan mobil milik sang bos di basement. Mereka mengerti saat Jangmi memberi alasan jika dia harus menemui sang bos dan menyiapkan sarapan untuknya.
Jangmi berlari keluar lobi dan menghampiri mobil limosin hitam tersebut. Dia membuka pintu belakang. Setelah bosnya itu naik, barulah Jangmi bergegas menuju kursi depan.
***
Jarak antara Claver Rose Apartement dengan Golden Smart School hanya memakan waktu lima belas menit. Park Yiseo mengedarkan pandangannya ke luar jendela.
Tampak mobil-mobil mewah berderet di depan gerbang. Satu per satu menurunkan para remaja berusia enam belas sampai sembilan belas tahun. Mereka adalah bibit, bobot dan bebet unggul negara ini.
Jangmi turun terburu-buru untuk membukakan pintu bagi sang bos muda.
Park Yiseo menghela napas panjang lalu membuangnya dengan cepat. Kaki jenjangnya yang baru saja menyentuh tanah membuat beberapa siswa yang berada di depan gerbang begitu tercengang.
Ditambah presensinya yang membuat semua pasang mata memperhatikannya. Mata bulat dengan sepasang manik hitam. Rambut sebahu, topi baret hitam yang sangat indah di kepalanya. Anting-anting panjang yang menyentuh hingga pangkal bahu. Polesan make up tipis membuat wajah tegas dan tanpa ekspresi itu malah terlihat manis.
Dia berjalan begitu percaya diri memasuki bangunan di depannya. Tanpa memedulikan suara-suara lebah dan tatapan dari orang-orang di sekelilingnya.
“Welcome to Australia, silly girl,” gumam seseorang. Park Yiseo refleks memutar pandangannya ke samping. Ditatapnya seorang pria dalam balutan seragam yang sama dengannya. Wajah pria itu tampak famlier. Dengan cepat pria itu menoleh padanya. Ada seringaian di wajahnya ketika pria itu kembali berucap, “semoga kau menikmati hari-harimu di sini.”
Sang pria meneruskan langkah sedangkan Park Yiseo mendecih halus. “Cih!” Gadis itu memandang punggung lelaki Choi yang baru saja berbisik padanya tadi. “Kau pikir aku seperti dirimu,” gumamnya.
Dia sama sekali tidak terkejut melihat Choi Yong Do berada satu sekolah dengannya. Saat itu, Park Yiseo benar-benar telah memutuskan untuk tidak bertanya pada Choi Yong Do, karena dari pengamatannya dia tahu kalau Choi Yong Do benar-benar tidak mengerti apa pun tentang sekolah ini.
Sekarang mereka berada di dalam satu bangunan yang sama. Park Yiseo yakin kalau Choi Yong Do juga murid pindahan. Mengingat dia bilang kalau dia dari Sidney. Tak mengapa. Lagi pula Park Yiseo tidak butuh teman.
‘Kau hanya perlu berteman dengan orang yang bisa membawa keuntungan bagimu. Ingat, Park Yiseo tidak ada yang bisa kau percayai di dunia ini selain dirimu sendiri. Mengerti?’
Park Yiseo selalu teringat dengan perkataan ayahnya.
“Akan kubuat sekolah ini menjadi milikku,” gumam Yiseo. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum iblis.
Dia berjalan sangat percaya diri menuju bangunan tersebut. Apa pun yang akan dilakukannya dia yakin kalau dia akan menjadi ratu di sini.
___________