Choi Yong Do meraung bak seekor singa hutan. Bahkan dia melakukannya sambil mengepalkan kedua tangan dan melentingkan leher hingga wajahnya terdongak menatap langit-langit ruangan. Demi Yi Sun-Shin yang perkasa, Choi Yong Do ingin sekali melenyapkan gadis berambut sebahu yang baru saja masuk ke dalam rumahnya –lagi.
“Kurang ajar!”
Dengar teriakannya. Bukan teriakan Yong Do. Yang berteriak barusan itu Park Yiseo. Dia merasa sangat bodoh dan tertipu. Betapa sialnya dia yang tidak bisa menebak password rumah Yong Do yang ternyata masih sama dengan sebelumnya. Jika tahu, sudah dari tadi saja Yiseo masuk.
“Hei!” teriak Yiseo. Wanita muda itu tak kalah menggeram dari Yong Do. “Kenapa kau sangat bodoh ti-“ Ucapan Park Yiseo terhenti saat Choi Yong Do berlari ke arahnya secepat tembakan angin. Tangan Yong Do langsung meraih rahang Yiseo di kedua sisi lalu mendorong tubuh gadis itu hingga punggungnya menabrak dinding. Park Yiseo menutup mata dan terdengar ringisan kecil dari sana.
Sementara napas Choi Yong Do berembus sangat kasar dengan hidungnya yang kembang kempis.
“Kau benar-benar tidak tahu diri ya,” desis Yong Do. Saat mata Yiseo kembali terbuka, dia pun berusaha mengelak dengan menggerakan bola matanya, tapi Yong Do malah menghela wajah Yiseo dan secepat kilat kembali mendorongnya.
“Akh!” Yiseo meringis ketika kepalanya bedengung. “Hemphaskunmh!” Park Yiseo sulit berucap oleh karena tangan Yong Do yang masih mencengkram wajahnya.
“Aku sudah bilang kalau aku tidak sudi berbicara denganmu. Kau telah mengambil apartemenku. Menghina keluargaku. Menyuruhku seenaknya dan sekarang kau masih ingin merusuh hidupku?!” Suara Yong Do melengking, tapi jawaban yang dia dapatkan benar-benar di luar ekspektasi. Park Yiseo malah mengangguk-anggukan kepalanya bak seorang yang tengah kegirangan.
Sikap yang ditunjukan Park Yiseo membuat Choi Yong Do kembali membanting kepalanya di dinding.
“lehih khuhat,” kata Park Yiseo.
Choi Yong Do mengerutkan dahi dan napasnya masih bergemuruh di d**a. Bagaimana bisa ada manusia yang seperti ini, jika terus dibiarkan maka Choi Yong Do akan benar-benar kehilangan kontrol atas dirinya dan dalam sedetik lagi dia akan melempar Park Yiseo dari gedung pencakar langit ini.
“Aku ingin sekali melemparmu dari atas sini dan aku ingin sekali melihat tubuhmu berubah menjadi kepingan tak berarti,” ujar Yong Do. Dadanya mengembang dan secepat kilat mengempis melepaskan embusan napas kasar. “Kenapa kau tidak lenyap saja, hah?”
Gadis sialan ini benar-benar tidak bisa merasakan rasa sakit sedikit pun. Lihat saja dari cara tatapan matanya yang menyala dan menantang. Oh, ya Tuhan. Choi Yong Do mulai berpikir kalau gadis di depannya ini bukanlah seorang manusia.
Merasa jika semua yang telah ia lakukan tak ada gunanya lagi, Choi Yong Do akhirnya melepaskan cengkraman tangannya dari wajah Yiseo.
“ARRRGGGGHHHH ….” Choi Yong Do berteriak sambil mendongak. Suaranya mungkin terdengar hingga ke lobi lantai satu.
Sekarang dia bernapas seperti seekor bison. Dahinya berkedut-kedut. Kehabisan cara untuk meladeni gadis gila di belakangnya ini.
“Cepat katakan soal Smart Golden School.”
Seketika wajah Yong Do jatuh. Kepalanya tertunduk dan bahunya lemas. “Manusia macam apa kau ini, hah?” Suara Yong Do berubah. Sangat pelan dan tidak bertenaga. “Kau ini manusia atau jelmaan Falak?”
“Bukan,” sangkal Yiseo. “Aku anaknya Lucifer,” kata gadis itu dengan nada datar. Terdengar serius. Sangat serius. “Sekarang katakan soal sekolah itu.” Lanjutnya.
Dengan santai Park Yiseo kembali duduk pada salah satu sofa. Dia benar-benar tidak marah. Tidak merasa sakit. Sama sekali tidak. Bahkan sekarang gadis itu sedang melilit kedua tangan lalu menumpuknya di depan ulu hati dan memangku kakinya.
“Hei, apa susahnya mengatakan tentang sekolahmu. Kau tidak hidup di Melbourne untuk bersekolah di sekolah orang miskin, kan?”
Mata Choi Yong Do melebar dan dia mulai memutar pandangannya lambat-lambat. Ada sesuatu dalam ucapan Park Yiseo yang menggelitik telinga Yong Do hingga membuatnya terkekeh.
“Kau gila?”
“Gila nama tengahku.”
Choi Yong Do kembali terkekeh sinis. “Aish …,” gumamnya lalu menggeleng.
“Cepat!” desak Yiseo.
Seketika rahang Yong Do kembali mengencang. Sekencang kepalan tangannya. Dia kembali membawa tatapan membunuhnya pada si gadis Park yang juga tengah menatapnya dengan pandangan penuh teror.
“Sudah kubilang aku tidak tahu soal sekolah itu,” desisnya.
Park Yiseo menghela napas lalu memutar bola mata, jengah. “Payah!” gumam wanita itu dengan nada menekan.
“Terserah!” bentak Yong Do. “Aku tidak peduli denganmu,” ucap Yong Do.
Park Yiseo memandang pria di depannya lewat sudut mata. “Aku tidak akan beranjak dari tempat ini sebelum kau menceritakan soal sekolah itu,” ucapnya.
Mulut Choi Yong Do terbuka. Dia menangkupkan wajah dengan kedua tangan hingga wajahnya terdongak lagi, lantas Yong Do mengusap mukanya dengan kasar.
“Errrgggghhhh!” geramnya untuk kesekian kali.
Saat Choi Yong Do membuka mata, dia pun melesat dan membanting tubuhnya di sofa. Untuk pertama kali dalam hidup seorang Choi Yong Do, dia berada di titik putus asa. Benar-benar kehabisan cara. Tak ada ‘plan B’ sudah lenyap. Kalah. Telak.
“Cepat cepat,” ucap Yiseo santai. Seakan-akan sedang menuntut ada teman dekatnya.
Choi Yong Do mendengkus. Memberi tatapan membunuh pada Yiseo. “Aku tidak pernah ke sana, Nona … apa kau puas?” Pria itu kembali berucap dengan bibir yang terkatup hingga suaranya terdengar seperti desisan.
Hening, tidak ada sahutan dari Park Yiseo yang memilih untuk terdiam dan menyelidiki ucapan Choi Yong Do dengan seksama. Iris hitam itu tengah menelisik di balik netra cokelat di depannya.
‘Hemmm … tidak ada gelombang yang bergerak pada pinggiran mata. Tatapannya tajam dan meyakinkan. Hemm … sepertinya dia tidak bohong,’ batin Yiseo.
Park Yiseo mencondongkan tubuhnya. . Matanya mengecil, mengawasi ekspresi Yong Do. “Kau tidak sekolah di Smart Golden?” tanya gadis itu
Lelaki itu kembali mendengkus. “Tidak,” jawabnya sarkas lalu membuang muka.
Gadis berambut sebahu itu kembali terdiam dan mulai menyeret punggungnya hingga perlahan menyentuh permukaan sandaran. Untuk beberapa detik yang panjang, Park Yiseo memilih untuk berdiam diri. Menajamkan rungu agar dia bisa mendengar gelombang suara Choi Yong Do lebih dalam.
“Hemm …,” gumamnya. Gadis itu masih tidak mau melepaskan tatapan matanya dari Choi Yong Do. “Kau ….” Park Yiseo sengaja menunda ucapannya. Menunggu Choi Yong Do bereaksi, tapi pria itu masih sama. Tidak bergerak. “Sekolah di mana?”
“Columbia,” kata Yong Do santai.
“Di mana itu?”
“Sidney,” jawab Yong Do lagi.
“Apa sekolah itu bagus?”
“Ap-“ Ucapan Yong Do terhenti saat otaknya memberikan ide bagus padanya. Tiba-tiba Choi Yong Do menyeringai. “Tentu,” ucap pria itu.
Tampak Park Yiseo mengulum bibir lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hemm ….”
“Kenapa, kau mau mendaftar ke sana?” Tiba-tiba suara Yong Do melembut. Dipikirnya jika Park Yiseo sudah termakan omong kosongnya, tapi dia lupa siapa Yiseo.
“Sekolah khusus para pria maksudmu? Sekolah itu termasuk rangking 55 di negara ini. Tak ada prestasi yang bisa dibanggakan selain pertunjukan musik yang sebenarnya biasa saja. Secara akademik para muridnya belum bisa menyaingi sekolah exlusive apa lagi setara GSS,” ujar Yiseo panjang lebar.
Wajah sumringah Yong Do berubah menjadi kusut. ‘Oh sialan.’ Dia memaki dalam hati.
“Jadi kau sekolah di sana?” tanya Yiseo. Terdengar sinis nada gadis itu.
“Ya,” ucap Yong Do. Dia tidak peduli dengan segala kebohongan yang sudah dia ciptakan. Itu lebih baik daripada bilang kalau dia home schooling selama sepuluh tahun. Oh tidak. Membayangkan bagaimana gadis di depannya akan mencemooh Yong Do habis-habisan. Secara alamiah dia merinding.
Namun, trik yang dilakukan Choi Yong Do berhasil. Terlihat Park Yiseo menentakkan kaki. Menabuh paha lalu berdiri dari tempat duduknya. Lelaki Choi itu mendongak. Mengawasi segala pergerakan Park Yiseo, tapi tidak ada lagi yang keluar dari bibir gadis itu sampai ia akhirnya berjalan menuju pintu keluar.
Mulut Choi Yong Do terbuka melepaskan desahan panjang. Dia mengerjap dan menggoyangkan kepala. “Hooohhh … syukurlah,” gumam Choi Yong Do.
Seperti ada tali yang mengikat dadanya dan kini melonggar saat mendengar bunyi dari pintu rumahnya. Lenyaplah sudah si pembuat onar itu dari rumahnya.
Tapi tunggu!
Tubuhnya terenyak dan matanya melebar. “Golden Smart School?” gumam Yong Do.
DEG
Serasa jantung Yong Do berhenti berdetak. Wajahnya kembali berubah dengan pandangan yang terlihat horor.
“Ahhhh!” Choi Yong Do menampar dahinya dengan kuat lalu membanting tubuhnya ke belakang. “Kenapa harus di sekolah yang sama … sial ….”
Tampaknya penderitaan Choi Yong Do belum berakhir sampai di sini. Atau bisa dikatakan kalau penderitaannya baru akan segera dimulai.
________________