"Aaa…" Terdengar teriakan nyaring memenuhi penjuru ruang tamu, membuat orang yang berada di situ melirik heran.
"Sue, kamu ini teriak-teriak, ada apa? Jangan berteriak terlalu keras seperti itu," kata Sekar seketika ia mendengar teriakkan putri bungsunya tersebut.
"Gini Ma, Pa. Entah bagaimana, aku dapet berita kalau aku berhasil jadi sekretaris, amazing kan." Sueny tidak bisa menyembunnyikan binar di matanya.
Kedua orang tua Sueny yang tengah duduk di sampingnya terkejut, "Apa? Bagaimana mungkin? Kamu tidak bercanda kan?" tanya Sekar bertubi-tubi.
"Luar biasa sekali anak papa, padahal kamu belum pernah kerja di mana pun. Pasti kamu melakukan dengan baik saat wawancara," kata Harold.
"Iya, Sueny serius. Lihat, Sueny selangkah demi selangkah bisa kan seperti Kak Serren yang mandiri." Sueny berucap dengan dengan nada bangga.
"Tentu saja, kamu anak papa dan mama, mana mungkin tidak bisa. Ngomong-ngomong, apa kamu sudah pernah melihat bos mu?" tanya Harold.
"Belum, Pa. sewaktu wawancara aku tidak sempat melihatnya."
"bagaimana kalau bosmu ternyata om om genit? Kamu tidak takut, Sue?"
"Ya ampun Papa, aku sudah besar, bisa jaga diri. Lagi pula, Sueny tidak tertarik dengan om-om kecuali Gong Yoo, baru Sueny tergoda, tidak tidak, digoda juga Sueny rela." Sueny terkekeh kecil.
“Gong Yu siapa lagi itu.” Harold terkekeh kecil mendengar candaan Sueny.
***
"Aku berangkat." Teriak Sueny yang sedang berada di ruang tamu.
Harold pun menuruni anak tangga satu persatu, kemudian menghampiri Sueny, "Pergi naik apa?"
"Biasa, Pa."
"Kamu mengendarai mobilmu untuk ke kantor?"
"Yes, what's the problem?" tanya Sueny bingung.
"Sueny, kamu bilang ingin terlihat seperti sekretaris biasa. Tapi, mengendarai Lexus ke kantor? Orang-orang akan dengan mudah menebak kamu orang berada.”
"Lalu bagaimana? Taksi? Sueny tidak terbiasa, Pa."
“Pakai saja mobil jazz hitam itu.”
“Lalu bagaimana kalau Pak Nadi atau Bi Aan akan berbelanja?”
“Sudah, masih ada mobil papa. Mobilmu akan aman di garasi.”
Sueny tersenyum mendengar perkataan ayahnya, kemudian segera menghampiri Pak Nadi yang sudah bekerja untuk keluarga mereka hampir sepuluh tahun. Bermula dari supir pribadi papa, hingga akhirnya lebih sering mengantar mama dan Bi Aan berbelanja semenjak Harold memutuskan menghabiskan hari tuanya dengan mengurus puluhan burung ketimbang ikut campur urusan perusahaan yang kini sudah diserahkan sepenuhnya kepada Hendji.
Dengan sigap, Pak Nadi segera memarkirkan mobil merah tersebut keluar dari garasi. Menyerahkan kemudi kepada Sueny yang tampak cantik dengan balutan pakaian hitam dan putin, tak lupa aksesoris kecil yang membuatnya tampak manis.
***
Sueny terpaku. Di depannya terpampang sebuah gedung puluhan lantai, yang jujur saja Sueny lupa totalnya. Tampak jelas kalau kantor Sheonn Company ini tidak sebesar kantor pusat perusahaan yang didirikan Harold, tapi arsitekturnya tampak mewah dan nyaman. Ditambah letaknya yang tak dekat dengan daerah kemacetan, di sepanjang jalan menuju pintu masuk pun ditumbuhi banyak pohon hijau.
Sueny menghampiri meja resepsionis. Beberapa karyawan yang berada di sekitar meja resepsionis memandanginya intens. Jujur saja, Sueny benar-benar merasa tak nyaman dan canggung.
"Maaf, boleh saya bertanya ruangan Pak Kevin berada dimana?" Sueny benar-benar tidak tahu banyak tentang kantor ini, terlebih tidak ada pelatihan singkat, pengenalan atau sejenisnya. Sepertinya mereka benar-benar membutuhkan sekretaris baru sesegera mungkin.
"Maaf, tapi, Anda siapa? Ada keperluan apa ingin bertemu pak Kevin? Sudah membuat janji?" Resepsionis wanita itu melemparkan pertanyaan bertubi-tubi untuk Sueny.
"Saya Sueny Anya, sekretaris baru Pak Kevin."
"Benarkah? Semuda ini?" tanya sang resepsionis dengan nada bicara dan ekspresi yang tampak seolah tak percaya. Sueny hanya mengangguk canggung. Memangnya kenapa kalau masih muda?
"Kau terlalu banyak bertanya. Pak Kevin sudah datang, dia pasti menunggu kedatangan sekretaris barunya.” Seorang wanita yang tampak lebih senior dari sang resepsionis berjalan menghampiri Sueny, "Saya akan mengantar Anda ke ruangan pak Kevin."
"Terima kasih." Jawab Sueny gugup sembari meninggalkan meja resepsionis dengan perasaan campur aduk, sepertinya Sueny harus berusaha lebih keras untuk menyesuaikan diri sesegera mungkin.
Henny membawa Sueny ke arah lift kemudian ia menekan tombol yang mengarah ke lantai di mana ruangan kerja pribadi Kevin berada. Henny tersenyum ramah, membaca raut wajah canggung Sueny, "Kamu gugup?"
"Ah, iya, sepertinya begitu.”
"Aku pertama kali bekerja di perusahaan ini sebagai pegawai magang, sebelum aku menjadi asisten manajer. Aku tidak memiliki pengalaman kerja di mana pun padahal usiaku sudah tidak sepantara para fresh graduate, jadi saat itu aku merasa benar-benar takut. Tapi, setelah aku jalani, ternyata tak se-menakutkan yang kubayangkan. Ikuti saja sungainya, tapi jangan sampai terseret arusnya."
"Ah, di usia dua puluh enam ini pun, saya juga tidak memiliki pengalaman bekerja, tapi saya akan mencoba sebaik yang saya bisa. Terima kasih sudah membantu saya."
Sesaat, Sueny mempertanyakan apa saja yang sebenarnya ia lakukan selama ini, hingga di usia yang hampir menginjak dua puluh tujuh tahun, status Sueny hanyalah pengangguran ber-ijazah tanpa pengalaman bekerja. Beruntung sekali pengalaman berharga seperti ini datang padanya. Tentu saja, Sueny akan lebih banyak berterima kasih lagi kepada orang tuanya, karena tanpa mereka tidak mungkin Sueny bisa hidup nyaman meskipun ia tidak bekerja.
"Dengan senang hati, dan sekarang kamu sudah sampai, ini di sana ruangan pak Kevin, semangat untuk hari pertamamu, semoga berhasil. Aku harus segera turun," kata Henny, lalu Sueny bergegas keluar dari lift meninggalkan Henny yang masih berdiri di dalam lift.
Bergegas Sueny memasuki ruangan sekretaris yang berada tepat di depan ruangan kerja CEO Sheonn Company. Lalu dengan langkah tergesa-gesa, ia pun segera berjalan menuju ruangan CEO. Membuka pintu perlahan, dan dilihatnya seorang laki-laki tengah duduk di kursinya dan berkutat dengan berkas-berkas kantor.
"Permisi, Pak. Saya Sueny Anya. Saya adalah sekretaris baru Bapak." Sueny membungkuk sedikit. Ia belum terbiasa berbicara formal, namun baginya, lebih baik bersikap formal kepada orang lain daripada harus diperlakukan formal oleh orang lain.
"Terlambat enam menit dari jam masuk kantor. Aku tidak suka karyawan yang datang terlambat, terutama jika sekretarisku datang lebih siang dariku."
"Tadi saya ada beberapa kendala ketika mencari ruangan Bapak, Maafkan saya, Pak."
“Sudah tahu kau tidak menerima pelatihan singkat, harusnya kau datang lebih awal dan bertanya kepada yang lain. Aku tidak tahu bagaimana ceritanya kamu bisa terpilih, tapi kamu terlihat seperti seorang yang berpikiran sempit.”
Sueny terpaku. Ia tak tahu harus menjawab apalagi. Kata-kata yang dilontarkan bosnya menyebalkan. Hari pertamanya kerja, terlambat enam menit yang bahkan bukan kesengajaan, dan langsung marah-marah panjang lebar.
"Jangan buat saya harus menyalahkan Mbak Maya dan tim personalia yang telah memilihmu, ingat itu," kata Kevin dengan nada yang terdengar mengancam.
Sueny hanya dapat mengangguk pasrah. Ia tak menyangka kalau bosnya adalah orang yang seperti ini.
“Manusia ini menyebalkan juga, sepertinya ketika sarapan, selai stroberinya tertukar dengan pasta cabai.”
***
Sueny merutuk dalam hati. Ucapan bosnya tadi sangat menyebalkan, apa kesalahannya benar-benar fatal hingga ia dikatai seperti itu di hari pertamanya bekerja. Ia berpikir, kesalahan seperti ini saja ia sudah dimarahi, apalagi jika ia melakukan kesalahan lebih besar lagi.
Dibacanya beberapa kertas-kertas yang berisi jadwal milik bosnya. Jadwal seorang CEO sangat membosankan. Masuk ruangan, membaca berkas lalu menandatanganinya, makan siang, meeting, bertemu klien, dan rutinitas membosankan lainnya. Pantas saja Hendji—kakak laki-lakinya—seringkali mengeluh karena bosan.
“Mengerjakan hal seperti ini saja tidak becus. Aku tunggu revisi secepatnya."
Samar-samar Sueny mendengar suara seorang laki-laki yang terasa seperti sedang marah-marah dari dalam ruangan bosnya—Sueny yakin kalau Kevinlah yang tengah marah-marah. Dan tak lama, seorang wanita pun keluar dari ruangan Kevin, wajahnya terlihat kusut.
“Maaf, tapi, boleh saya bertanya? Ada apa di dalam ruangan tadi?” tanya Sueny hati-hati.
“Oh, Mbak sekretaris baru, ya. Perkenalkan aku Sherly, wah, Mbak cantik sekali," kata Sherly. Alih-alih menjawab pertanyaan Sueny, ia lebih memilih memperkenalkan dirinya, kemudian ia pun mengulurkan tangannya.
“Aku Sueny Anya, tak usah terlalu formal, panggil saja aku kakak,” kata Sueny sembari membalas uluran tangan Sherly.
“Iya, Ka.” Sherly tertawa kecil, mencoba memecahkan kecanggungan sekaligus rasa gugup setelah berhadapan dengan petinggi perusahaan tempatnya bekerja.
“Tadi ada apa di dalam?”
“Ah bukan hal besar. Padahal aku pikir ruangannya kedap suara. Kalau begitu aku pergi dulu ya, Kak, ada hal yang harus dikerjakan.” Sherly tersenyum simpul kemudia melenggang dari hadapan Sueny.
Teman pertama Sueny kenal di kantor, karena Sueny belum sempat berkenalan dengan perempuan yang mengantarnya menuju ruangan Kevin. Namun sepertinya perempuan tersebut memiliki posisi yang lumayan tinggi, jadi Sueny pasti akan segera mengenalnya.
Tiga puluh menit lebih Sueny berkutat dengan laptop dan kertas-kertas di atas meja, meladeni telepon dari berbagai instansi hingga membaca jadwal bosnya hingga besok. Tak lama, Kevin keluar ruangan dan berjalan ke arahnya.
“Apakah Anda akan makan siang sekarang, Pak?” tanya Sueny.
“Simpan dulu makanan dari pikiranmu, sekarang mari ikut aku ke Jakarta Utara,”
“Sekarang, Pak? Tapi tidak ada di jadwal atau pun info yang masuk ke saya untuk pergi ke--”
“Keinginanku fleksibel, aku bisa melakukannya kapan saja tanpa harus terpaku jadwal. Dan tentu saja kita pergi sekarang.”
"Tapi untuk apa pergi ke Jakarta Utara?"
"Di sana ada proyek yang perlu aku tinjau secara langsung."
Sueny menelah ludah, “Lalu bagaimana dengan makan siang Bapak? Sebentar lagi jam istirahat.”
“Jangan bersikap seperti kita akan pergi ke luar angkasa, makanan bisa dibeli di mana pun. Sekarang cepat bersiap, aku akan menunggu di mobil,” kata Kevin. Ia pun berlalu dari hadapan Sueny tanpa penjelasan lagi.
“Mobil CEO di parkir di tempat khusus, kan? Dia tidak memberitahu di mana mobilnya.” Gerutu Sueny.
Sueny mengambil beberapa berkas dari atas mejanya kemudian bergegas turun menuju tempar parkir. Orang-orang menatap Sueny sekilas sepanjang Sueny berjalan, kemudian saling berbisik, entah apa yang mereka gunjingkan dari Sueny Anya. Dan dengan hati yang tegar, Sueny pun berhasil melewati suasana canggung itu hingga ia pun akhirnya sampai ke tempat parkir.
Sueny tidak melihat tanda-tanda keberadaan Kevin. Setelah bertanya kepada salah satu penjaga, akhirnya Sueny menyadari kalau bosnya tersebut sudah berada di depan pintu masuk utama. Bodoh, seharusnya ia menyadari hal sekecil itu.
"Apa aku memang sebodoh ini?" Sueny menggerutu kepada dirinya sendiri.
Setelah berjalan tergesa-gesa menuju pintu masuk utama, akhirnya Sueny melihat mobil mewah berwarna hitam sudah terparkir tepat di depan pintu masuk. Bergegas ia memasuki mobil dan duduk bersebelahan dengan Kevin.
“Kau benar-benar lambat, ya, baik otak maupun waktu. Kau benar-benar paket komplit yang Mbak Maya berikan untukku,” ucapnya sarkas.
“Maafkan saya, Pak, tadi ada beberapa hambatan—”
“Aku tidak suka alasan yang dibuat-buat oleh orang yang jelas-jelas salah.”
Keheningan menyelimuti mereka yang duduk bersebelahan di belakang supir yang tengah fokus mengemudi.
“Maaf, Pak, boleh saya bertanya? Memangnya, kesalahan apa yang dibuat oleh pegawai magang bernama Sherly tadi sehingga bapak memarahinya?” Sueny bertanya dengan nada ragu.
“Kamu menguping?”
“Tidak. Bapak berteriak, maka itu saya dapat mendengarnya." Sueny mengelak cepat, tidak ingin Kevin menyerangnya lagi.
“Kalau memang tidak sengaja mendengar, simpan saja rasa ingin tahumu itu."
“Saya rasa setiap kesalahan masih bisa diperbaiki, tidak perlu sekeras itu kepada pegawai magang yang masih muda dan perlu bimbingan.”
Kevin mengangkat bibir kanan atasnya, hinga tampak seolah ia sedang tersenyum sinis, “Selain otakmu yang lambat, ternyata kamu juga naif ya,” Kevin tertawa kecil.
“Maaf?”
“Masih butuh bimbingan katamu? Kalau begitu itu caraku membimbingnya. Dan juga, aku ingin mengajarkan kepadanya, bahwa tidak semua kesalahan dapat diperbaiki, kalau saja kesempatan kedua selalu ada, untuk apa Tuhan menciptakan rasa penyesalan di dalam hati manusia.”
“Tetap saja cara Bapak terlalu keras untuk seorang pegawai magang yang masih muda.” Celetuk Sueny kesal. Namun Kevin tak membalasnya lagi.
Mereka berdua terdiam. Hening. Sueny menatap Kevin, memperhatikannya dalam diam. Dan beruntungnya, yang ditatap tak menyadari itu.
Kevin, seorang pria yang tampan, kaya, muda, single, terlihat sempurna. Sueny pun mengakuinya. Namun, belum mampu membuatnya jatuh hati, setidaknya hari ini. Entah bagaimana besok, minggu depan bulan depan, atau pun tahun depan Sueny tak bisa memastikannya, yang pasti, ia harap itu tak akan pernah terjadi.