Bab 5

1313 Words
Hari-hari berlalu. Sueny tetap dalam rutinitasnya sebagai sekretaris Kevin. Setiap hari ia harus bersabar menghadapi tingkah unik serta kata-kata Kevin yang kerapkali membuat Sueny harus mengelus d**a. Mata Sueny menangkap seorang wanita yang tampak asing keluar dari lift berjalan ke arahnya. Sueny tak mengenal siapa perempuan itu. Wajahnya datar, terlihat seperti seseorang yang ketus di mata Sueny. Perempuan itu semakin mendekat ke arahnya. “Kamu siapa?” tanya wanita itu ketus. Sueny kaget, bagaimana bisa perempuan ini bersikap seperti itu padahal ini kali pertama mereka bertemu, “Saya sekretarisnya Pak Kevin." Sueny bertanya dengan nada biasa. Meskipun bisa diakui Sueny mudah sekali kesal, setidaknya ia masih bisa mengontrol emosinya “Ada Kevin di dalam?” alih-alih menjawab, perempuan itu lebih memilih untuk bertanya lagi, tentunya masih dengan nada ketusnya. “Ada, tapi maaf, Anda siapa? Ada keperluan apa Anda datang kemari?” “Ah, benar-benar banyak bicara, menyebalkan.” Perempuan itu tak menghiraukan Sueny dan pertanyaannya. Ia langsung berjalan ke arah ruangan kerja Kevin. Sontak Sueny berdiri dari kursinya. Ia berlari ke arah perempuan tersebut yang baru saja akan membuka pintu ruangan kerja Kevin. Tangannya menghalangi badan perempuan itu. “Apa-apaan ini?” tanya perempuan itu kasar. Ia terlihat tak terima dengan perlakuan Sueny. "Anda yang apa-apaan. Ingin masuk ruangan Pak Kevin begitu saja. Anda bahkan tidak berkata apa-apa kepada saya tentang siapa Anda. Anda sudah membuat janji? Pak Kevin sungguh tidak menyukai apabila ada orang yang sembarangan masuk ke ruangannya.” Mata perempuan itu mendelik tajam ke arah Sueny. “Kamu sekretaris barunya? Kamu tidak tahu siapa aku? Kamu benar-benar masih butuh belajar.” “Iya saya tidak tahu.” Jawab Sueny tegas. "Aku adik dari dewan direksi di perusahaan ini. Jadi kamu tidak berhak melarangku. Aku sudah biasa pergi ke ruangan Kevin.” “Lalu apa hubungannya? Itu kakak Anda, bukan Anda. Setidaknya saya harus meminta izin dulu kepada Pak Kevin sebelum Anda ingin menemuinya.” Sueny tetap berkeras melarang perempuan itu masuk ruangan Kevin tanpa izin. “Hei dengar, aku dan Kevin sudah sangat dekat, jadi, izin seperti apalagi yang kamu butuhkan dasar sekretaris murahan?” “Maaf, tapi apa yang anda tadi katakan?” “Mu-ra-han. Puas kau?" Sueny tertegun. Selama dua puluh tujuh tahun ia hidup, baru kali ini ia mendengar ada seseorang yang mengatainya murahan. Perempuan itu pun membanting kasar tangan Sueny yang menghalangi jalannya untuk masuk ke ruangan Kevin. Sueny tak bergeming, ia menggigit bibirnya. Bagaimana mungkin perempuan itu mengatainya murahan, sedangkan mengenalnya saja tidak. Bahkan orang-orang yang benar-benar sudah mengenalnya pun tidak pernah mengatakannya. Dia menilaiku seperti itu darimana? Mengenalku saja tidak. Menjijikkan. Kakakmu orang penting katamu? Bahkan perusahan papa yang sekarang diurus kakak, bisa membeli seluruh aset kakakmu kalau mau Sueny kembali duduk di kursinya, menghela napas kasar. Mengapa banyak sekali jenis manusia menyebalkan di dunia ini? Sueny sedikit menyayangkan dulu tak begitu banyak bergaul dengan orang-orang, ia belum begitu terbiasa berinteraksi dengan orang-orang baru dengan berbagai macam sifat mereka. Mencoba menjernihkan pikiran, Sueny membuka ponselnya. Ternyata ada pesan masuk dari kakaknya, Haiden. Suenyterlalu fokus dengan ponselnya sehingga ia tak sadar ada seorang laki-laki yang mendekat ke arahnya. “Sueny!” seru laki-laki itu mengagetkan Sueny yang tengah fokus dengan ponselnya. Dia Bram. “Bram? Mengagetkanku saja.” “Itu karena kamu terlalu fokus dengan ponselmu,” kata Bram sembari terkekeh pelan. “Iya iya.” Mereka sudah mulai dekat, kecanggungan diantara mereka sudah mulai hilang, dekat dalam artian teman tentunya. Bram begitu asyik, dia humoris, mudah bergaul, membuat Sueny nyaman berteman dengannya. Selain itu, Bram juga banyak membantunya. Ia selalu mau mendengar keluh kesah Sueny. “Kenapa mukamu suram begitu? Karena Kevin? Apalagi yang ia lakukan?” tanya Bram. “Bukan, lagipula dari tadi ia sama sekali tak keluar dari ruangannya.” “Lalu, kenapa mukamu seperti itu?” “Tadi ada perempuan menyebalkan sekali.” “Hmm.. lalu?” “Dia mengataiku murahan, enak saja, dua pulih tujuh tahun aku hidup, tak pernah ada yang mengataiku seperti itu,” jelas Sueny kesal. “Siapa dia?” “Dia bahkan tidak bilang siapa namanya, tapi dengan seenaknya menerobos ke dalam ruangan Kevin. Dia bilang sih adik dewan direksi di sini." “Oh, pasti maksud kamu Adara. Dia memang menyebalkan. Jangan masukan ke hatimu. Dia hanya perempuan manja yang tak pernah berpikir ketika akan berbicara.” “Akan aku coba.” “Tidak usah hiraukan dia, entah dia itu mengaku pacarnya Kevin, tungangannya Kevin, atau apalah itu. Aku akan tetap mendukungmu dengan Kevin.” Bram tersenyum. “Bicara apa sih kamu Bram. Sudah, ada apa ke sini?"” Entah mengapa Sueny merasa gugup. Rasanya, dadanya seperti berdetak sedikit lebih kencang daripada biasanya. Ah, aku ini kenapa! *** "Kevin." Seorang perempuan yang memakai dress selutut berwarna hijau berteriak di ruangan Kevin. Sedangkan Kevin tampak tengah fokus pada pekerjaannya. "Jangan berteriak, berisik." Perempuan bernama Adara itu tidak menghiraukan perkataan Kevin barusan. Ia lebih memilih untuk mendekatinya dan berdiri di samping Kevin yang tengah duduk di kursi kerjanya. "Mau makan siang bersama? Sudah lama loh kita tidakmakan siang bersama." "Memang terakhir kali makan siang bersama kapan?" tanya Kevin datar. "Tiga minggu lalu, setelah rapat dewan direksi, kita makan bersama kakakku di Lumiren Caffe. Ingat?" "Itu karena ada kakakmu. Aku pribadi tidak ingin makan siang denganmu." "JO!" Adara berteriak kesal. "Jangan panggil aku begitu. Aku tidak suka!" tegas Kevin. "Memangnya kenapa? Bram memanggilmu begitu, Mbak Maya juga, kenapa aku tidak boleh?" "Sederkana, karena kamu bukan siapa-siapa aku." Adara menggigit bibirnya, berusaha menahan emosinya, "Memangnya hal buruk apa yang aku lakukan kepadamu? Aku selalu baik padamu, apa yang kurang sehingga kamu selalu seperti itu?" "Kamu selalu menanyakan hal yang serupa, maka jawabanku juga akan selalu sama. Karena aku tidak menyukaimu." "Kamu tidak takut menyesal?" "Tentu saja aku takut kalau harus mengalami penyesalan. Tapi menyesal untuk kamu, aku pastikan itu tidak akan terjadi," kata Kevin datar. Ia berdiri dari kursinya dan mendekati Adara. Kevin menunduk, mempersempit jaraknya dengan Adara. Wajah mereka kini hanya berjarak lima sentimeter. Wajah Adara jelas-jelas tampak gugup. Jantungnya berdegup kencang. "Aku mengatakan ini karena aku peduli kepadamu, aku telah lama mengenalmu Adara. Berhentilah menggangguku, kamu masih muda, kamu juga cantik. Pergi dan carilah laki-laki lain. Kamu masih dua puluh lima tahun, pasti banyak laki-laki dari segala usia yang menginginkanmu." "Aku tidak mau." "Jangan keras kepala. Aku tidak akan pernah terjatuh untukmu." "Dasar batu, salju!" kata Adara kesal, "Setidaknya, makan siang bersamaku, aku sudah datang kemari." "Aku akan makan siang dengan seseorang." "Siapa? Bram? Dia tidak akan keberatan kok kalau aku juga ikut makan siang." "Dengan Sueny." Ucap Kevin mantap. "Huh? Siapa dia?" "Sekretarisku." Adara membelakkan matanya. Sekretaris menyebalkan itu? Bagaimana bisa? "Kamu bohong. Coba buktikan." Kevin berjalan keluar ruangan, Adara mengikutinya dari belakang. Didapatinya Sueny sedang melihat ponselnya. Dan melihat Kevin bersama Adara menghampirinya, ia terkejut dan segera beranjak dari duduknya untuk menghampiri Kevin dan Adara. "Ada apa, Pak?" tanya Sueny sementara Adara menatapnya tajam. "Kamu akan makan siang denganku, kan?" tanya Kevin. Matanya melotot ke arah Sueny. Sueny bingung, karena ia yakin betul kalau Kevin tidak pernah mengajaknya makan siang. Pikirannya kemana-mana, Sueny bingung harus menjawab apa. Tapi melihat Kevin melirik ke arahnya seperti tadi, sepertinya ia tahu harus menjawab apa. "Iya." Sueny menjawab dengan tegas. "Sekarang pergilah, kehadiranmu tidak aku harapkan." Adara menatap Kevin dan Sueny tajam, "Kamu keterlaluan, tidak menghargai sama sekali, satu jam perjalananku sia-sia." Adara benar-benar kesal kemudian segera meninggalkan mereka berdua dengan wajah kusut. "Ada apa menatapku? Tenang, saja aku tidak benar-benar mengajakmu makan siang." Kupikir beneran jadi. Kenapa bohongnya tidak tuntas. Kalo bohong seperti ini doang, gak puas namanya! Sueny merutuk dalam hati. Ia kesal. "Iya, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, saya rasa perlakuan Anda barusan kepada pemepuan itu sedikit...." Sueny tidak bisa melanjutkan kata-katanya, takut salah bicara lagi. Tapi di satu sisi Sueny puas melihat perlakuan Kevin kepada perempuan yang mengatainya murahan. "Kalau tidak ingin merasakan perlakuan kasarku, jangan sampai menjadi parasit dan menggangguku. Aku benar-benar membencinya, tidak ada toleransi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD