3.Isshy

1087 Words
Lima tahun berlalu.. Tok Tok Tok "Gwennn ... Banguun, ini sudah hampir siang Gwen, kalau kamu gak bangun, Mama bakalan kawinin kamu bulan depan. Titik!" gadis yang tengah menutup kepalanya dengan bantal itu langsung bergerak cepat membuka pintu menghentikan ucapan ibunya. Ia membuka pintu dengan wajah berantakan khas orang bangun tidur. Ibunya melipat kedua lengannya di atas dadaa menatap putri semata wayangnya yang cantik tapi sayang malesan. Gwen kembali masuk kedalam kamarnya diikuti oleh ibunya yang siap ngomel dari lebaran tahun ini hingga lebaran monyet. Karena ibunya selalu ngomel hingga kuping Gwen terasa panas setiap harinya. "Kamu sebenarnya mau sekolah apa enggak?" ibunya bertanya sambil melipat kedua lengannya di dadaa, menatap putrinya tajam setajam silet. "Mama, ini masih pagi Ma, Gwen tidur sebentar lagi juga masih sempet kok!" elak Gwen, membuat mata ibunya yang sudah melotot semangkin melotot. "Kamu ini, Mama heran deh, dulu itu Mama hamil kamu ngidamnya apa! Kok bisa anak Mama seperti ini malesnya, sekolah males, mandi males, bangun pagi males, udah. Mulai semester ini kalau kamu pindah kuliah lagi, Mama dan Papa kawinin kamu aja, mungkin memang hobbinya kamu ngurusin anak!" ucap mama Gwen membuat ia menatap ibunya horor. Bagaimana mungkin ia menikah sementara mengurus dirinya sendiri saja ia sangat sangat malas. Dan lagi Gwen bahkan selalu pindah universitas setiap masuk semester baru, ya karena dia selalu bolos dan tidak kuliah. Untung saja ia kuliah di negara sendiri, kalau tidak mungkin orang tuanya hanya bisa mengelus dadaa. Setelah mendengarkan ceramah panjang ibunya Gwen akhirnya memilih pergi masuk kekamar mandi bersiap untuk pergi kekampus. Ia menuruni tangga melihat kemeja makan dan ibunya sedang sibuk menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Satu yang Gwenis sukai adalah makanan, jangan di tanya ia selalu abis lebih dari satu porsi setiap makan dimana saja, tapi badannya tetap kecil layaknya anak remaja meskipun makan banyak. Gwen mendekati ibunya lalu menarik tempat duduk di meja makan itu lalu mencomot tempe mendoan kesukaan sang ayah. Papa Gwen adalah pengusaha kilang kayu, mereka memiliki toko furniture di berbagai daerah dengan berbahan kayu asli. Pria paruh baya itu sedang asik membaca koran di samping Gwen, melihat putrinya duduk dan memakan dengan lahap apa saja yang ada di hadapannya membuat ayahnya geleng geleng kepala. "Kamu itu makannya banyak, tapi kenapa gak gedek gedek?" Papa Gwen menatap putrinya yang terlihat cemberut mendengar ucapan Ayanya. "Papa ih, ini masa pertumbuhan Pa, wajarlah kalau Gwen makan banyak, biar cepet tumbuh besar!" anak dan ayah itu terkekeh bersama membuat sang Mama menatap keduanya. "Pertumbuhan gimana? Lah kamu itu udah 23 tahun Gwen, sekolahnya aja yang gak tamat tamat!" Gwen menatap ibunya yang duduk di hadapannya dengan tatapan sinis, ibunya selalu marah dan ceramah tentang perkuliahannya. "Mama kenapa sih, marah mulu. Udah terimah aja kenapa kalau emang anak gadisnya suka sekolah sampai lama lama!" jawab Gwen asal membuat ibunya melotot. "Kamu ini, kalau sekolahnya lama tapi naik tingkat sarjananya yah tidak apa apa! Mama dan Papa senang sekali sekolahin kamu. Ini S1 saja kamu tidak selesai selesai!" gerutu ibunya membuat sang suami ikut mengangguk anggukkan kepalanya. Sedangkan Gwen hanya mencibirkan bibirnya mendengar ucapan ibunya, ia ingin mempercepat makannya jika tidak, sudah pasti ibunya ceramah dari tahun ini hingga tahun depan. *** Wanita dewasa yang terlihat lihai menggariskan pinsilnya diatas kertas putih itu tampak menatap keluar jendela. Ia merindukan sosok yang tidak pernah ia lihat dan tidak ia inginkan dalam hidupnya. Kalila menatap sendu keluar jendela, ia merasakan sedih dihatinya. Sebuah rasa penyesalan seakan membunuhnya secara perlahan lahan. Ia ingin tahu bagaimana kabar seseorang di luar sana yang membawa sebagian dari dirinya. Tomi bahkan tidak pernah lagi menghubunginya dan menghilang begitu saja. Kalila menunduk merasakan sesak di hatinya, ia menangis dalam diam. Mengingat Tomi, ia merasa sangat jahat karena menyia nyiakan rasa sayang Tomi yang tulus kepadanya (Baca story Sabrina). Dan untuk putri kecilnya, Kalila sangat merindukan putri kecilnya. Ia ingin tahu bagaimana wajahnya, lebih mirip pada dirinya atau pada Tomi. Setelah lima tahun berlalu ia bukan malah melupakan kejadian itu. Ia semangkin merindukan dua orang itu dan semangkin merasa menyesal telah membuang keduanya. Kalila terkejut saat Nadia masuk kedalam ruangannya, sahabatnya itu tampak tersenyum mendekati Kalila. Kalila langsung mengusap air matanya mendapati Nadia disana. "Nangis lagi?" ucap Nadia sambil menghembuskan nafasnya lelah. Kalila hanya tersenyum menenangkan. "Enggak kok, tadi kelilipan!" jawab Kalila mencoba mengelak, wanita berkerudung itu tersenyum kearah sahabatnya. "Tuh di luar ada Ardan, katanya mau jemput kamu!" ucap Nadia membuat Kalila sedikit terkejut. "Ardan?" Kalila bertanya seolah memastikan. "Kenapa gak di suruh masuk aja sih!" ucapnya menatap Nadia dengan dahi berkerut. "Katanya cuma sebentar, mau jemput kamu aja, mau lihat cincin katanya!" Nadia mengucapkan dengan tersenyum menggoda membuat Kalila menunduk malu. "Apaan sih, ya udah. Jaga Toko dulu ya, aku mau pergi dulu!" Kalika meraih tasnya membereskan pekerjaannya. Sedangkan Nadia mengangguk mengerti. "Oke, semoga lancar sampai hari H ya, jangan yang aneh aneh lagi, Ardan pria yang baik, dia pria yang sudah mau menerima loe apa adanya Lila!" ucap Nadia membuat Kalila mengangguk mengerti. Ia bersyukur setelah hijrah menjadi lebih baik mengikuti adiknya tersayang Sabrina. Ia selalu di pertemukan dengan orang orang yang menyayanginya dengan setulus hati. Seperti Ardan pria tampan itu menerima Kalila apa adanya, meskipun dia sudah tidak lagi seorang gadis dan berstatus janda. Mengingat itu ia kembali mengingat pria yang dulu pernah benar benar mencintainya. Kalila selalu merasa sesak di hatinya mengingat sikap dan tingkahnya yang menurutnya keterlaluan. Mungkinkah ia masih mencintai Tomi di hatinya, entahlah. Yang ia tahu saat ini ia akan menikah dengan Ardan pria baik hati yang mau menerima ia apa adanya. Kalila berjalan keluar mendekati pria yang tampak sibuk dengan gadgetnya, Ardan mengangkat pandangannya ketika sudah mendapati Kalila berdiri di hadapannya. "Sudah siap?" Kalila mengangguk tersenyum kearah calon suaminya. Ardan meraih tangan Kalila lalu membawa wanita itu untuk melihat cincin pertunangan mereka yang akan diadakan satu minggu lagi. "Kami berangkat dulu ya, aku culik bis kamu dulu!" ucap Ardan membuat Nadia tertawa lalu menunjukkan oke dengan gerakan tangannya. Kalila tertawa lalu mengikuti langkah Ardan yang menariknya, menuntun keluar. Ardan membukakan pintu mobilnya untuk Kalila mempersilahkannya layaknya tuan putri. "Silahkan!" ucapnya sambil membungkukkan tubuhnya membuat Kalila tertawa. "Ih, apa apa an sih Mas, gak lucu tau!" jawab Kalila membuat Ardan tersenyum menatap pujaan hatinya. "Gak lucu tapi kamu tertawa!" jawab Ardan membuat Kalila tersenyum lebar. Pria itu selalu saja menghibur dirinya yang terlihat sedih. Ardan menyuruh Kalila masuk mobil dengan gerakan matanya karena Kalila tidak juga masuk kedalam mobil. Kalila tersenyum simpul lalu masuk kedalam mobil dan diikuti Ardan yang juga masuk kedalam mobilnya. Membawa Kalila pergi menjemput cincin pertunangan mereka. ________________________________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD