12.Isshy

2226 Words
Kalila termenung di pinggir ranjang masih memikirkan pertemuannya dengan pria bernama Akash tersebut. Ia tidak bisa menghentikan pikirannya untuk berpikir tentang Akash ataupun Tomi. Kalila menghela nafasnya, ia menoleh memandang foto yang terbingkai cantik di atas nakasnya. Foto putrinya yang masih berumur satu hari. Bayi mungil itu tengah berada di dalam inkubator karena putri Kalila terlahir prematur. Kalila mengusap foto itu dengan hati teriris, bagaimana ia begitu kejam membuang putrinya sendiri karena keegoisan dirinya. Sekarang Kalila tengah menjalani apa yang orang sebut dengan nama 'Karma'. Kalila selalu merindukan Tomi dan putrinya dengan perasaan bersalah. Air matanya luruh menetes mengenai foto yang Kalila pegang. Suara pintu terbuka membuat Kalila dengan cepat mengusap air matanya. Wanita yang sudah terlihat tua itu melirik putrinya yang tidak juga keluar kamar. Siska tersenyum kearah Kalila lalu berjalan mendekati putrinya. "Kenapa masih di kamar, sayang? Papa sudah menunggu loh, ayo kita makan malam dulu!" Siska mengusap kepala Kalila yang terbebas dengan kerudung. Rambut hitam bergelombang itu tergerai indah tanpa Kalila kucir. Bukan karena ia tak tahu jika Kalila tengah bersedih. Jelas, Siska tahu, dari mata merah putrinya. Kalila tampak jelas sedang menangis. Hanya saja, Siska tahu, Kalila mencoba menutupi hal itu. Apalagi Kalila tengah memegang foto cucunya yang tidak pernah ia temui. "Sebentar lagi Ma, Kalila sisir rambut dulu!" Siska mengangguk lalu tersenyum menatap putrinya. "Mama tunggu di bawah, jangan lama lama ya?" Kalila mengangguk lalu beranjak ke meja rias. Siska sendiri menjauhi putrinya. Siska turut sedih melihat Kalila tampak belum siap menyambut kehidupan barunya. Siska duduk di meja makan berdampingan dengan suaminya Amier Husein. Pria itu tengah membaca koran sambil sesekali menyesap kopi di hadapannya. Meskipun jaman sudah canggih semua serba online. Tapi Amier masih suka membaca berita melalui koran karena ia masih terbilang orang dulu dan tidak terlalu menikmati ponsel canggih. Meskipun sesekali ia menggunakannya untuk mengecek email dan beberapa pekerjaan. "Apa Mas sudah menghentikan pencarian?" Siska memecah keheningan diantara suaminya. Amier mengerutkan dahinya lalu melipat koran yang ia pegang. Amier meletakkan koran di meja makan agak jauh dari tempat makanan. Karena menghindari makanan menumpahi koran tersebut. Amier membuka kacamatanya lalu memandang istrinya yang tentu saja bicara padanya. "Pencarian siapa?" tanya Amier ambigu. "Cucu kita, putri Kalila!" Amier mengangguk mengerti kemana pembicaraan mereka. Amier memang mencari keberadaan cucunya. Tanpa sepengetahuan Kalila. Tapi sampai detik ini, ia tidak menemukan Tomi dimanapun. "Belum, kami masih mencari, tapi tetap belum menemukan dimana Tomi membawa putrinya. Mereka seperti hilang di telan bumi!" Siska menghela nafasnya mendengar ucapan suaminya. Mengapa sulit menemukan Tomi dan cucunya. Siska menoleh kearah suara sendal rumahan yang berjalan kearah mereka. Kalila mendekati kedua orang tuanya dengan baju tidur berbahan satin berlengan panjang. Ia mengucir rambutnya membentuk ekor kuda. "Malam, lagi bahas apa sih ini. Serius banget kayanya!" Kalila menarik kursi di sebelah ibunya. Amier tersenyum lalu menggeleng menatap Kalila. "Tidak ada Nak, kami hanya membahas masalah pernikahan mu dengan Ardan nanti. Mungkin lebih cepat lebih baik, apalagi kalau kamu sudah memiliki anak. Pasti rumah Papa dan Mama terasa ramai!" Kalila menarik sudut bibirnya tersenyum mendengar ucapan ayahnya. Mengapa hatinya mendadak nyeri mendengar hal itu. Ia malah teringat pada putrinya sekarang. "Sabrina suruh main kemari Pa, biar rame!" jawab Kalila sambil menyibukkan mengambil makan malamnya. Siska melirik putrinya yang tampak berubah raut wajahnya menjadi sendu. "Sabrina repot kalau mesti kemari Nak, Ayaz selalu melarang ia bepergian sendiri membawa dua jagoannya. Sesekali sebagai Mamanya juga. Kamu ambil salah satu putra Sabrina, biar disini ramai!" usul Siska membuat senyum di sudut bibir Kalila melebar. "Gak bisa Ma, Ayaz gak ijinin, Ayaz terlalu protektif soal anak anaknya!" ucap Kalila mulai melupakan masalahnya. Siska bermaksud membuat Kalila sibuk dengan aktifitas dan ponakannya agar tidak selalu diam dan termenung memikirkan putrinya. "Tapi, apa yang Papa kamu bilang itu benar sayang. Pernikahan kamu dan Ardan tidak perlu lama lama di lakukan, kalian sudah sama sama siap, lebih cepat lebih baik!" Kalila menghentikan gerakan tangannya, ia menghela nafasnya lalu memandang ibunya dengan senyum getir. "Kalila butuh waktu Ma, Kalila belum siap!" ucapnya dengan raut wajah sedih. Siska dan Amier menghela nafasnya berat. "Kalila, jangan membuat dirimu tenggelam dalam penyesalan. Hiduplah dengan bahagia agar penyesalan itu sedikit berkurang. Ardan sudah terlalu sabar menunggumu Nak, jangan sampai ia meninggalkan kamu hanya karena belum bisa lepas dari bayang bayang masa lalu!" Kalila menunduk, ia tahu Ardan tulus mencintainya, dan ia juga menyayangi Ardan. Tapi mungkinkah rasa itu bisa di katakan sebagai cinta. Tidak! Kalila akui ia menyayangi Ardan. Tapi hatinya masih belum siap menerima cinta tulus yang Ardan berikan. Ia menerima pertunangan Ardan hanya karena tidak ingin menyakiti kebahagiaan di mata Ardan yang begitu tulus mencintainya. "Ardan tidak seperti itu Ma!" jawab Kalila lirih. Wanita itu menghentikan makannya lalu mengelap mulutnya dengan lap yang berada dekat padanya. "Mama tahu, Ardan tidak seperti itu. Tapi, apa kamu akan kembali pada Tomi, jika kamu bertemu dengannya kembali? Apa kamu tidak memikirkan Ardan di sisimu. Semua hanya masa lalu sayang. Mungkin Tomi sudah memiliki penggantimu, ibu untuk putrimu. Ini sudah lima tahun berlalu Nak, tidak mungkin Tomi tetap sendiri mengurus bayi kecil itu! Mama mau, fokus dengan pernikahanmu. Jika waktunya tiba, kamu pasti akan bertemu dengan putrimu!" Kalila memalingkan wajahnya kearah lain. Ia menangis, dadaanya terasa sesak. Mengapa ucapan ibunya yang mengatakan Tomi sudah menjalin hubungan dengan orang lain membuatnya tidak rela. Tomi selalu memujanya, mencintainya begitu dalam. Memperlakukan ia dengan kelembutan. Mencintainya meskipun Kalila memaki, menghina, dan merendahkannya. Tidak ada cinta sebesar Tomi mencintainya. Dan Kalila benar benar menyesal membiarkan Tomi pergi dari hidupnya. Jadi jangan katakan jika Tomi semudah itu melupakannya. Kalila yakin pria itu masih mencintainya seperti dulu. Tapi apa yang ibunya katakan adalah benar, mungkinkah ia akan kembali bersama Tomi, jika nanti mereka bertemu. Kalila menghela nafasnya lelah. Bukankah lima tahun sudah cukup untuknya tersiksa. Mengapa Tomi tetap tak muncul di permukaan, bahkan ia tahu alamat rumah orang tuanya. Mengapa Tomi tidak pernah kembali lagi. "Siska, sudahlah!" Amier mengusap tangan istrinya membuat ibu Kalila menghela nafasnya. Ia tahu putrinya tengah menyesal. Tapi ia ingin Kalila bangkit dari rasa penyesalan itu. Kalila beranjak dari meja makan tersebut dan naik ke lantai dua lalu masuk kedalam kamarnya. Ia terduduk lemah bersandarkan ranjangnya. Kalila memeluk erat foto putrinya yang Sabrina berikan sebelum Tomi membawanya pergi entah kemana. Ia terisak, sedih, mungkinkah ini 'Karma' yang ia dapat dari merusak kebahagiaan adiknya Sabrina. Tapi ia sudah berdamai dengan masa lalu, mengapa hingga saat ini Tuhan belum juga mempertemukan ia dan putrinya. Lima tahun, seperti apa rupa putrinya, mungkinkah ia sudah sekolah, batin Kalila menjerit pilu. *** Akash berjalan di lorong kantornya menuju ruangannya. Pria tampan dengan bulu bulu halus yang berada di pipi hingga ke dagunya itu terlihat sempurna dimata kaum hawa. Mata tajam seperti elang, rahang tegas dan hidung mancung membuat para wanita meleleh melihatnya. Akash pria yang serius dalam bekerja, itu terlihat jelas ketika ia sedang memeriksa pekerjaannya saat duduk di meja kerjanya. Tapi tahukah semua orang jika pria itu adalah seorang pria yang memiliki satu orang putri. Tidak, tidak ada yang tahu, hanya beberapa orang terdekatnya saja yang tahu status Akash sebenarnya. Semua menatapnya sempurna tanpa tahu jika Akash memiliki masa lalu yang pilu. Serta masalah hidup yang rumit. Pernah mencintai wanita sedalam itu tapi selalu di tolak. Memikirkan hal itu selalu membuat Akash ingin marah, tapi ia tidak pernah menyesal karena sekarang ia memiliki hal yang paling berharga dalam hidupnya yaitu Isshy. Putrinya. Akash berjalan diikuti sekertarisnya sambil membacakan jadwalnya. Disebelah Akash ada pria bernama Dennis, dia adalah teman dekat Akash. Pria dengan setelan jas yang sama rapinya dengan Akash itu ikut masuk kedalam ruangan produser Pardipta Akasha Rajasa. Sekertaris Akash keluar setelah selesai membacakan semua jadwal Akash hari ini. "Gimana?" Denis menautkan alisnya memandang Akash dengan tatapan jahil. "Gimana apa?" Akash duduk di kursi kebesarannya menatap Denis yang sedang menatap Akash dengan senyuman memuakkan. "Perjodohan orang tua. Loe belum ada cerita sama gue tentang orang tua loe yang mau jodohin loe, gimana? Cantik?" tanya Denis lagi merasa penasaran. "Lumayan!" jawab Akash acuh. Ia sibuk membuka file di hadapannya sambil mendengarkan Denis berceloteh. "Jawaban apaan itu lumayan!" Denis memandang Akash dengan tatapan tak terima. "Terus mau loe gimana, gak usah banyak pertanyaan. Kerja sana, gue gaji loe bukan buat ngerumpi!" Akash menjawab tanpa memandang kearah Denis. Denis mencebikkan bibirnya memandang Akash dengan sengit. "Kira kira gimana gitu, montok kah, sexy kah, atau dia tidak ada body. Masa lumayan, gue gak ngerti lah, cewek lumayan itu gimana!" Akash menghela nafasnya menatap Denis tajam. "Biasa aja, gak montok, dan gak sexy. Biasa aja!" tegas Akash membuat Denis menghela nafasnya. "Wahh, gak bersemangat dong kalau begitu. Gimana bisa lo nikahin cewek biasa aja!" Akash menggeleng sambil tersenyum mendengar ucapan Denis. "Loe kira gue mau cari istri kaya apa? Sebenernya simple sih. Kalau dia bisa masak, pinter di ranjang, sama sayang dengan Isshy. Gue terima apa adanya, itu poin yang penting!" ucap Akash kepada Denis. "Tapi yang namanya seumur hidup Bro, cari yang bisa membuat kita puas lahir batin!" Akash terkekeh. Ia menggeleng sambil meletakkan pekerjaannya. "Kaya udah pernah nikah aja loe, gak usah ceramahin gue, pikirin hidup loe juga, sudah mendekati bujang lapuk!" Denis berdengus menatap Akash. "Ck, gue masih sanggup 4 ronde dalam semalam. Loe jangan fitnah deh!" Akash hanya tertawa, setidaknya masalah rumah sedikit menghilang sejenak dari pikirannya. Pintu terbuka menunjukkan wanita cantik bertubuh semampai menggunakan gaun mini menunjukkan paha nya yang putih mulus. Wanita bernama Raya, salah satu Model ternama dalam naungan Agency di perusahaan keluarga Akash. Wanita itu sangat memuja Akash dan berharap menjadi istrinya. Akash hanya menikmati saja, tanpa berniat serius pada Raya. Raya mendekati Akash lalu mencium Akash tanpa segan ada Denis disana. "Hai sayang, kamu kenapa sibuk banget sih. Udah berapa hari ini kita gak pernah ketemu tahu!" Raya terlihat mengerucutkan bibirnya, Akash hanya tersenyum smirk kearah Raya. Ia meraih pinggang ramping itu lalu memeluk tubuh Raya yang dengan senang hati membungkuk memeluk Akash. Menunjukkan bukit indahnya yang putih mulus karena menunduk memeluk Akash. Akash tidak tergoda, ia bahkan tidak bergairaah. Entahlah, ia juga tidak mengerti mengapa moodnya tidak pernah baik didepan wanita seperti Raya. Meskipun mereka sesekali melakukan hubungan di luar pernikahan. Menurutnya tidak ada yang istimewa pada wanita di hadapannya ini. Selain murahaan, mereka hanya ingin kehidupan mewah dengan cara apa saja. Akash sudah sangat hafal, karena setiap artis yang ia kenal selalu seperti itu. Dan menurut Akash tidak ada yang istimewa meskipun mereka cantik dan sangat sexy. Ia tidak berselera dan tidak menantang untuknya. "Kamu mencariku?" tanya Akash pada Raya yang sudah melepas pelukan Akash. "Iya sayang, kita udah lama tahu gak habisin waktu bersama!" ucap Raya dengan nada merdu dan sensual di buat buat. Denis hanya menunjukkan wajah ingin muntah di hadapan Akash. Pria itu sudah biasa melihat Akash di kerumuni wanita cantik. Selain Akash tampan, dia kaya, dan Akash pria single tanpa ada hubungan. Serta royal, siapa wanita yang tidak menyukainya. Meskipun semua wanita itu tidak ada yang ia bawa ke jenjang yang serius. "Nanti kita makan siang bersama, aku akan menghubungimu!" Raya tersenyum lebar dan langsung mengecup bibir Akash begitu saja. Wanita itu lalu berjalan keluar dengan melambaikan tangan kearah Akash. "Masih juga?" tanya Denis dengan raut mengejek. "Pelepas penat!" ucap Akash asal. "Bukannya pelepas nafsu ya?" tanya Denis membuat Akash hendak memukulnya dengan file di tangannya. Denis terbahak melihat reaksi Akash. "Brengseek loe!" ucap Akash sedikit kesal. "Sampai kapan lo begini terus. Isshy semangkin besar Akash, Loe perlu istri bukan mainan kaya begitu. Gue juga tahu kok, loe gak doyan sama mereka. Tapi loe perlu hati hati, gue takut mereka jadi bikin loe susah nantinya, karena terlalu baper, ingin loe nikahin!" Akash menghela nafasnya, ia memijit pelipisnya lelah. "Gue berusaha serius sama calon yang orang tua gue jodohin!" ucap Akash membuat Denis menatapnya heran. "Jadi loe mau di jodohin, gue kira enggak?" tanya Denis sedikit heran. "Menurut gue dia gadis yang baik, gak seperti wanita yang sering gue temui, dia terlihat natural Den, dia juga cocok dengan Isshy. Cuma dia masih terlalu muda!" ucap Akash sambil membayangkan wajah Gwen yang seperti remaja belasan tahun. Karena sikap ketus dan Absurd yang dilakukan gadis tersebut. "Tunggu! Loe ngaku ke dia kalau loe udah punya anak?" tanya Denis dengan kerutan di dahi. Akash menggeleng membuat Denis semangkin bingung. "Gue, bilang Isshy keponakan gue. Jahat banget gak gue?" Denis terkekeh, ia kira Akash sudah berani mengakui identitasnya sendiri. "Jadi, saat loe bilang dia keponakan loe, tanggepan cewek itu gimana?" Akash sedikit berpikir mengingat Gwen saat itu. "Dia percaya, gue bilang, dia itu natural, meskipun terlihat tidak anggun, tapi dia gadis yang baik, dan sayang dengan Isshy!" Denis mengangguk, sambil mengusap dagunya. "Kayanya bisa juga, coba deh sekali sekali loe suruh main kemari, gue penasaran. Kaya apa, emang semuda apa dia?" tanya Denis penasaran. "Gue rasa dia gak bakal mau kemari!" ucap Akash sambil menahan senyumnya. "Kenapa?" tanya Denis dengan mata memicing. "Dia menolak keras perjodohan ini. Dia gak mau sama gue Den, emang gue segitu gak bagusnya ya. Mesti di tolak!" Denis seketika terbahak mendengar ucapan Akash. Pria itu menertawakan Akash karena telah di tolak. "Gila, loe di tolak sama tuh cewek?" Akash mengacak rambutnya menatap tajam Denis. "Bukan di tolak ya, tapi dia tidak mau dengan perjodohan ini!" ucap Akash mencoba menjelaskan. "Sama aja itu mah, intinya dia nolak loe, gue baru tahu, ada cewek yang nolak loe. Wahh... langkah tuh!" ucap Denis sambil terlihat berpikir. Akash terdiam mendengar hal itu, ya, hanya Gwen yang menolaknya. Dan satu wanita lagi, yaitu, Kalila. __________________________________
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD