8. Identitas Baru

864 Words
'Bruk!' Suara pintu mobil yang ditutup dengan cukup kencang, membuat seorang pria yang ada di dalamnya terkejut lalu menoleh ke samping. "Kenapa kamu?" "Andre, kenapa kamu gak bilang kalau dia ada di sini?" "Apa sih, Nia? Kalau bicara itu yang jelas bisa kali. Dia siapa?" balas Andre. "Gak usah pura-pura deh. Aku yakin kamu tahu," sungut Dania. "Lah? Emang ya ini cewek satu, suka gak jelas. Aku gak tau apa-apa, diomelin juga." "Mantan suamiku. Dia ada di sini." "Hah? Serius kamu?" Andre terkejut hingga urung melajukan kendaraan keluarga dari tempat itu. Dania menatap sang pria. "Memangnya kamu gak tahu?" "Mana aku tahu. Dulu waktu ke sini aku gak ketemu dia perasaan." "Dia Dokter di sini. Kata Om Rama dia CEO." "Jadi dokter apa CEO?" "Dua-duanya." "Boleh juga ya dia." Dania menepuk lengan pria itu cukup kencang. "Kamu malah belain dia." "Gitu aja sewot. Katanya kamu udah move on tapi ternyata apa? Kamu blingsatan juga pas ketemu dia. Harusnya ya biasa aja dong," sindir Andre. "Aku cuma gak mau ketemu sama dia lagi. Kalau perlu seumur hidup!" tegas Dania. "Ya tapi mau gimana lagi? Kalian udah ketemu. Emangnya kamu bisa ngulang waktu?" sahut Andre. Dania terdiam. Waktu yang telah berlalu memang tidak bisa diulang. Seandainya bisa, ia pasti memilih kembali ke waktu di mana Fani memintanya untuk menikah dengan Damar dan dia akan menolaknya dengan tegas. "Terus? Gimana respon dia? Terkejut gak waktu dia tau kamu siapa?" tanya Andre lagi. "Mana aku tahu! Males aku ngomong sama dia. Aku pura-pura gak kenal aja." "Yaelah, Nia. Kamu ini harusnya tunjukin dong sama dia kalau sekarang kamu bukan lagi Dania yang dulu. Kalau perlu, kamu bikin dia nyesel karena udah mencampakkan kamu dulu." "Maksud kamu apa?" tanya Dania, tidak mengerti. "Balas, Dania ... masa gitu aja kamu nggak ngerti. Bikin dia jatuh cinta sama kamu terus abis itu kamu tinggalin biar dia ngerasain apa yang kamu rasakan dulu. Terus abis itu tunjukin kalau kamu justru lebih bahagia tanpa dia," sahut Andre dengan menggebu-gebu. "Kamu ini kebanyakan nonton sinetron," cibir Dania sambil memakai sabuk keselamatan. "Ayo, jalan!" "Aku cuma ngasih saran. Jangan terlalu baik jadi orang. Kalau kamu mau bales dia, aku siap bantu kamu." Andre masih memberi semangat. "Sudahlah. Gak usah bahas soal dia lagi," pungkas Dania. Jangankan bertemu memikirkan Damar saja ia enggan. "Gimana perkembangan soal Arion?" "Masih belum ada. Tapi aku udah buat selebaran," jawab Andre sambil melajukan kendaraan meninggalkan tempat itu. "Selebaran apa?" "Seperti saran kamu. Aku kasih imbalan buat yang nemuin Dion," jawab Andre. "Bukannya dari beberapa bulan kemarin juga selebaran itu udah disebar dan sampai sekarang gak ada hasil, malah yang datang kebanyakan yang memanfaatkan kesempatan." "Iya, tapi kali ini imbalannya lebih banyak dan disebar di kalangan tertentu aja, jadi nanti mereka yang gerak ke masyarakatnya," jawab Andre. Dania menghela napas panjang. "Sebenarnya aku gak suka cara ini, selebaran dengan imbalan uang cuma bikin pusing. Mereka datang bawa anak dan dibilang itu Arion padahal bukan." "Kalau kamu gak suka kenapa kamu saranin kayak gitu?" "Itu saran dari temen aku. Katanya dengan cara ini bisa bikim orang semangat nyari Arion karena ada imbalan uang. Tapi semoga aja kali ini cepat ketemu." "Aamiin." Andre menggenggam tangan wanita yang duduk di sampingnya tersebut. "Kita akan terus berusaha mencari Arion sampai ketemu. Dania hanya mengangguk, tak lagi bicara. Memilih menatap lurus ke depan. Wajahnya tampak muram. Dihempaskannya napas lelah. *** "Gita, lihat ini!" Seorang pria berlari mendekati wanita bernama gita yang sedang membereskan barang-barang di etalase sebuah minimarket. "Dodo, ngapain kamu ke sini? Gangguin orang kerja aja," sungut Gita. "Kamu harus lihat ini." Pria yang dipanggil Dodo tersebut memperlihatkan ponselnya. Dengan malas Gitu melihat layar benda canggih tersebut. "Satu milyar untuk yang bisa menemukan ...," gumamnya kemudian merebut ponsel itu dari tangan sang teman. "Tadi aja bilang aku ganggu," sindir Dodo. "Kamu dapat ini dari mana? Pasti gak ini asli? Jangan-jangan cuma hoax." "Pasti, aku udah cek dan ini benar," jawab Dodo. Gita Diam. "Tapi Git, gimana caranya kita dapetin anak itu? Aku gak mau digebukin lagi kayak dulu. Kamu masih ingat kan? Waktu itu kita dihadang orang-orang yang badannya kayak kingkong terus dihajar. Mereka bilang kita nggak boleh gangguin anak itu lagi, kalau enggak nasib kita sampai di kuburan," ujar Dodo Ia mengenang kejadian beberapa bulan yang lalu saat mereka berusaha mencullik seorang anak dengan cara bersandiwara menjadi keluarga dari anak itu. Tetapi sayangnya aksi mereka diketahui sebelum berhasil membawa pergi anak yang mereka incar. "Tapi itu udah lama, Do. Mereka juga pasti udah lupa," sahut Gita. "Kamu yakin?" "Yakin lah. Ngapain mereka buang duit cuma buat ngawasin kita selama berbulan-bulan. Itu gak mungkin," jawab Gita. 'Ekhem!' Mereka menoleh ke arah suara orang yang berdehem. Tampak seorang pria berbadan kekar sedang memasukkan barang ke dalam keranjang belanja kemudian menoleh dan menatap mereka dengan tajam. "Gita! Kerja! Malah ngobrol. Suruh temen kamu itu pulang. Kalau mau ngobrol, jangan di waktunya kerja!" hardik seorang pria yang merupakan manager di minimarket tersebut. "Iya, Pak!" sahut Gita kemudian mengembalikan ponsel pada temannya. "Kamu balik dulu. Nanti kita ngobrol lagi." Dodo hanya mengangguk kemudian berlalu dari sana. Ia sempat menoleh pada pria tidak dikenal tadi tetapi tidak ada waktu untuk memperhatikan. "Kayak pernah lihat iru orang. Tapi di mana ya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD