Chapter 5

476 Words
"Bapak kenapa nggak suka makan?" "Saya suka makan. Saya hanya terlalu sibuk sampai kadang saya lupa makan." "Makan saja sampai lupa?" "Kadang saya bekerja tiba-tiba sudah jam 1 lalu ada meeting atau ada kerjaan yang tidak bisa saya tinggal. Seperti itulah." "Udah tau punya maag kronis pakai lupa makan segala." Garrend tidak fokus dengan apa yang sedang ia kerjakan saat ini. Percakapannya dengan Abiyan memenuhi pikirannya. Ia menopang kepalanya dengan sebelah tangannya. Ini tidak benar. Yatuhan laki-laki mana yang terbawa perasaan hanya karena asisten rumah tangganya merawatnya dan mengkhawatirkannya? Bahkan Ia tidak marah saat Biyan memarahinya. Ia merasa seperti laki-laki murahan yang sedang kasmaran saat ini dan ini tidak benar. 'Kamu nggak usah ke apartemen hari ini. Saya beli makanan diluar saja.' 1 menit... 2 menit... 5 menit... 39 menit... Garrend terus-terusan melihat ke layar ponselnya sampai ponsel itu berbunyi dan ia langsung mengambilnya. 'Okay.' Hanya okay? Apa yang sebenarnya ia harapkan dari wanita itu? 'Oh iya, Bapak jangan sampe lupa makan. Kalo maagnya kambuh saya jadi repot' Wanita itu menambahkan. Garrend langsung tersenyum. 'Nggak jadi. Kamu datang ke apartemen saya saja. Saya malas makan diluar.' 'Maaf sebelumnya, Pak, Tapi saya baru saja bikin janji dengan Attar.' 'Kemana?' Garrend mengutuk jarinya yang mengetik begitu saja. Buat apa Abiyan memberitahunya kemana ia dan Attar akan pergi? 'Pondok Indah. Attar mau cari buku.' 'Saya ikut. Nanti ketemu di Pondok Indah aja.' 'Ah elah. Ini urusan anak kuliah, Mas Ayen. Mas nggak usah ikut ah bikin repot aja.' Garrend menerima pesan dari Abiyan yang ia tahu kalau Attar yang mengirimnya. Sepupu kurang ajar. 'Mas ikut pokoknya. See you there' -- “Tadi kan saya bilang nggak usah pakai daun bawang," Protes Garrend kepada seorang pelayan yang baru saja mengantar makanannya. "Mohon maaf, Pak. Saya ganti yang baru, ya," sahut pelayan laki-laki itu yang wajahnya terlihat sangat pucat. "Pak, daun bawangnya saya bantu singkirin aja ya? Kasian masnya kalau harus buat baru." Biyan berujar hati-hati. Ia juga kasihan melihat pelayan itu yang harus mengganti makanannya dengan yang baru. "Terserah." Biyan mengucapkan terima kasih pada pelayan itu dan mengambil sendok. Setelah pelayan itu pergi, Ia mulai mengambil daun bawang pada mangkuk Garrend dan meletakkan di mangkuknya. "Nah sudah. Bapak bisa makan sekarang." Biyan meletakkan sendoknya dan menggeser mangkuk udon milik Garrend. "Makasih, Abiyan." Biyan mengangguk. “Saya butuh sumpit.” “Tunggu sebentar ya, Pak.” Biyan berdiri lagi dan mengambilkan Garrend sumpit. Tidak lama kemudian, Ia kembali ke kursinya dan memberikan sumpit itu pada bosnya. "Kamu kan lagi nggak kerja, Bi," ujar Attar kesal melihat Abiyan tetap membantu Garrend disini. "Kan aku bantuin Pak Garrend, Tar." "Mas Ayen kan bisa ambil sumpit sendiri." "Kamu tuh ya masalah sumpit aja ribut. Makan yuk." Garrend diam-diam tersenyum dalam hati mendengar Abiyan membelanya. Ia sepertinya harus berterima kasih pada pelayan tadi. Ia tidak memotong percakapan dua anak muda itu dan fokus memakan makanannya   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD