Chapter 3

569 Words
Biyan sedang membersihkan apartemen laki-laki itu saat tiba-tiba terdengar suara agak keras dari pintu masuk. Ia setengah berlari menghampiri suara itu dan melihat Garrend wajahnya sangat pucat dan dipenuhi keringat. Ia baru melihat laki-laki itu lagi setelah 5 hari Garrend keluar kota untuk urusan kantor. "Ya Tuhan." Biyan menghampiri Garrend dan membopongnya berjalan menuju sofa. Ia mengambil bantal dan membantu laki-laki itu merebahkan dirinya. Ia kemudian berlutut dan membantu membuka sepatu Garrend yang belum sempat dilepas. Ia melihat Garrend mengerang sambil memegangi perutnya. Pasti terjadi masalah lagi dengan perutnya. Ia langsung ke dapur dan memasak air lalu kembali ke ruang tengah sambil membawakan air dan obat maag untuk Garrend. "Diminum dulu obatnya, Pak." Ia membantu Garrend untuk duduk dan membuka obat untuk laki-laki itu. Setelah itu ia kembali ke dapur untuk mengambil bubur yang baru saja ia buat. Garrend berusaha duduk dan memegang sendok. Namun tangannya bergetar dan lemas saat memegang sendok itu. Biyan langsung mengambil sendok itu dan menyendok buburnya dan mengarahkannya ke mulut Garrend. "Saya tiduran aja nggak papa?" tanya laki-laki itu. Ia sudah tidak kuat lagi kalau harus duduk lebih lama. Biyan mengangguk. Ia berlutut dan membantu Garrend makan. Garrend terlihat sangat berbeda jika sedang sakit seperti ini. Biyan merutuki kebodohan laki-laki itu karena masih mengabaikan makan padahal mempunyai riwayat maag kronis seperti ini. Sampai setelah selesai makan pun Garrend masih memegangi perutnya. "Perutnya masih sakit?" Garrend mengangguk lemah. "Saya panggilkan dokter ya?" Garrend menggeleng. Biyan membawa piring kotor ke dapur dan mengambil minyak hangat yang selalu ia bawa. Kelasnya di kampus sangat dingin sehingga minyak itu bisa sangat berguna. Ia membawa minyak itu ke ruang tengah. "Bapak mau pake minyak hangat?" Garrend menggeleng. "Ini bisa mengurangi sakit perut, Pak. Bapak kan gak mau ke dokter." "Nanti tangan saya bau." "Saya yang balurin." Garrend merubah posisinya dan Biyan mendekati laki-laki itu. Ia menarik kemeja laki-laki itu dan membuka sebatas perutnya. Biyan ingin mengutuk dirinya sendiri kenapa ia bodoh sekali ingin memakaikan minyak ini ke perut laki-laki itu. Setelah selesai, Biyan menutup lagi kemeja itu dan berjalan ke kamar Garrend untuk mengambil selimut. Namun ia melihat Garrend setengah berlari menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya dan memutahkan seluruh isi perutnya. Biyan langsung meletakkan kembali selimutnya dan menghampiri laki-laki itu di kamar mandi. Garrend mengisyaratkan Biyan untuk keluar namun wanita itu seakan tidak mendengarnya dan memijat tengkuk laki-laki itu. Garrend menahan tubuhnya dengan kedua tangannya lalu Biyan mengambil alih laki-laki yang sudah hampir ambruk itu setelah ia menekan tombol flush. Biyan mengambil tisue dan mengelap permukaan bibir laki-laki itu. Ia harus meminta maaf setelah ini karena membuka kemeja Garrend yang terkena sedikit muntahan dan membopongnya ke kamar. Ia mengambil selimut dan memakaikannya kepada Garrend. "Bapak makan lagi ya sedikit?" Garrend mengangguk. Biyan langsung ke dapur untuk menyendok sedikit bubur yang Ia buat. Untung saja ia membuat bubur agak banyak tadi. "Makan dulu, Pak." Biyan mengambil kursi kerja Garrend dan menyeretnya ke samping kasur berukuran besar yang sedang ditiduri Garrend. Biyan membantu laki-laki itu makan. "Kamu nggak ke kampus?" "Nanti jam 1 saya ke kampus untuk ujian." "Nanti kesini lagi ya?" Biyan mengangguk. Ia memang berencana untuk kesini lagi dan memastikan bahwa laki-laki itu masih hidup. "Saya akan memasak makan malam untuk Bapak." "Saya mau pakai minyak hangat lagi, Biyan.” Biyan mengambil botol kecil berisi minyak hangat dan membalurinya lagi ke perut rata laki-laki itu. Ia membantu Garrend meminum airnya dan laki-laki itu tertidur setelah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD