Chapter 2

839 Words
Biyan dengan susah payah membuka pintu apartemen Garrend dengan 4 plastik penuh makanan yang ia beli kemarin di tangannya. Ia langsung melihat Garrend yang masih dengan kaus dan celana pendek selutut begitu pintu terbuka. "Itu apa, Abiyan?" "Supply makanan buat kulkas Bapak." Garrend yang sedang meminum air putih meletakkan gelasnya menghampiri wanita itu untuk membawakan semua kantong plastiknya. Ia meletakkan semua plastik di meja dapur. Biyan memulai dengan merapihkan ruang tengah dan dilanjutkan dengan ruang-ruang lain. Ia masih heran melihat apartemen laki-laki itu yang sangat berantakan hanya dengan satu malam. Apa yang sebenarnya laki-laki itu lakukan? "Buatkan saya makanan setelah ini, Abiyan." "Iya, Pak." Ia mencuci tangan setelah selesai merapihkan apartemen laki-laki itu dan mencuci ayam-ayam yang ia beli di supermarket kemarin. Garrend mengambil kantong plastik berisi makanan itu dan membantunya memasukkan makanan ke kulkas. "Buat siapa s**u ini, Abiyan?" "Buat Bapak." "Memangnya saya anak kecil kamu kasih susu." Attar menyarankannya untuk membeli s**u dan memang temannya itu suka s**u, namun bosnya tidak. Ia ingin mengetok kepala Attar saat ini. Setelah selesai memasukkan makanan ke dalam kulkas, Garrend ke kamarnya untuk mandi. Biyan membuka pintu apartemen setelah beberapa kali bel berbunyi dan tak lama kemudian, orang tua Garrend masuk. Biyan tidak berharap bertemu orang tua Garrend saat ini. Ia tidak bertanya kapan mereka akan datang. Apa yang akan mereka katakan setelah melihatnya seorang wanita yang belum menikah pagi-pagi di apartemen laki-laki bujangan? "Selamat pagi, Pak, Bu." "Loh, Garrend nyimpen cewek disini?" "Saya asisten rumah tangga Pak Garrend, Pak," jawab Biyan sopan. Ia mengambil alih kantong-kantong yang dibawa oleh Ayah Garrend. "Nama kamu siapa, Nak?" "Nama saya Abiyan, Ibu" Mereka berjalan masuk diikuti Biyan dibelakang mereka dan melihat meja makan sudah tersedia makanan. "Kamu yang buat makanan untuk Garrend, Biyan?" Ia mengangguk. Kedua orang tua Garrend langsung duduk dan mencoba satu sendok makanan yang ia buat. "Mama nggak usah khawatir sama maag nya dia kalau begitu," ujar ibu Garrend senang. "Will he be okay if i eat this? I mean this is Garrend's" laki-laki paruh baya itu bertanya. "Saya bisa memasaknya lagi, Pak." Ayah Garrend menyendok nasi dan memakan ayam di meja makan itu. "Enak ya Pa?" "I always love this kind of food." "Silahkan di makan makanannya. Saya permisi membuat makanan lagi untuk Pak Garrend, Pak, Bu." Ibu Garrend berdiri dan mengikutinya ke dapur. "Papa sama mama udah datang." Garrend berjalan mendekat setelah ia selesai mandi. Rambut laki-laki itu masih sedikit basah. Ia melihat ayahnya di meja makan yang sedang memakan makanannya. "Itu kan makanan Garrend, Pa." Garrend menatap ayahnya tak percaya karena piring berisi ayam itu sudah kosong. "Mama sama Abiyan lagi buat lagi kok," ujar ayahnya santai dan melanjutkan makannya. -- Abiyan sedang mencuci piring sementara keluarga kecil itu mengobrol di ruang tengah. Ia harus ke kampus sekarang. Setelah merapihkan dapur, ia berjalan ke kamar mandi, mengganti bajunya dan berjalan keluar dari dapur. "Biyan? Jadi lo kerjanya disini? Garrend tuh sepupu gue." Biyan menoleh dan melihat Attar disana. Laki-laki itu sedang duduk bersama keluarga Garrend yang lain. Ia mengangguk. "Kalian kenal?" tanya Garrend bingung. "Temen kampus gue." Attar menjawab. Biyan berdiri canggung disana. "I see." "Mas, kemarin Biyan beli s**u kan? s**u nya masih ada nggak?" Garrend mengeritkan keningnya. Lalu Ia ingat s**u kotak yang kemarin Ia bereskan. "Oh masih ada di kulkas." "Gue ambil ya. Mas nggak suka s**u kan?" "Ambil aja." "Anterin gue ke dapur yuk, Bi." Attar berdiri dan menarik Biyan ke dapur. Mereka mengambil dua kotak s**u ukuran besar dan memasukkannya ke dalam plastik. "Lo yang nyaranin gue buat beli s**u, Attar,” desis Biyan begitu Ia dan Attar sampai di dapur. Laki-laki itu tertawa keras. "Kan mana gue tau kalo bos lo ternyata Mas Ayen." Mereka berjalan ke ruang tengah lagi. "Om, Tante, Mas Ayen, Attar sama Biyan kuliah dulu ya." Garrend mendelik kesal mendengar Attar menyebut namanya. Ayen adalah panggilan kecilnya. "Saya juga pamit dulu Om, Tante, Pak Garrend." "Makasih ya Abiyan." Ujar Ibu Garrend. Biyan tersenyum dan mengangguk. "Hati-hati di jalan, Abiyan, Attar." -- "Nyokap gue adeknya nyokapnya Ayen." Attar bercerita saat mereka dalam perjalanan ke kampus. Biyan tertawa. "Aneh banget waktu lo panggil bos gue ‘Ayen’." "You can call him like that too." "Gue masih mau kerja, Attar." Attar tertawa. "It's gonna be fun. Gue bakal sering-sering main ke tempat Mas Ayen deh." -- "Sarapan apa pagi ini?" Tanya Garrend yang tiba-tiba di dapur. Laki-laki itu sudah berpakaian lengkap dan mengambil kopinya. "Daging asam manis, Pak." Garrend membantu membawakan makanan ke depan. Biyan menyusulnya dengan membawakan sepiring semangka yang sudah ia potong-potong dan segelas air. "Stok makanan masih ada, Abiyan?" "Tinggal buat besok, Pak." Biyan meletakkan piring dan gelas yang ia bawa di meja makan. "Kamu bawa aja ke rumah. Besok saya harus pergi selama 5 hari. Kamu nggak usah kesini dulu. Nanti uang buat beli makanan saya transfer." Biyan mengangguk. "Ibu kamu gimana kabarnya, Biyan?" "Ibu sudah baikan." "Sudah kamu bawa ke rumah sakit?" Biyan mengangguk. "Kemarin Attar yang antar." "Kamu teman baik ya sama Attar?" Biyan mengangguk lagi. "Dia baik. Saya beres-beres dulu, Pak."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD