Tidak bohong, Katarina dibiarkan pulang sendiri ke Dom Komandria. Sesampainya di rumah, mood Katarina semakin buruk sebab Irina dan para istri yang lain akan pulang. Katarina tertahan, sebab dia harus menyelami dengan baik kehidupan tentara yang begitu sibuk.
“Tapi jika kau memiliki kesibukan sebagai Duchess atau perkuliahan, kau bisa pulang lebih dulu, Katarina,” ucap Irina. “Suamiku yang meminta menyampaikan ini, dia tahu betul bagaimana sibuknya bangsawan.”
“Akan aku usahakan bertahan seminggu disini dengan penuh kebosanan,” jawabnya dengan bercanda.
“Ayolah, kau hanya akan bosan saat siang. Jika malam, pasti akan menyenangkan. Ini untukmu.”
Katarina membulatkan mata, tahu apa yang direncanakan Irina. Setelah berpamitan, Katarina masuk ke rumah dan membukanya, benar saja semuanya isinya lingerie. “Jika kau menjamin Mikail tertarik padaku, pasti akan aku kenakan semuanya. Sayangnya hari ini Mikail sedang marah-marah.”
Menutup kembali tas dan berbaring di atas ranjang. Tidak ada yang bisa dilakukan di rumah jenis studio ini selain tidur. Dan tidur saja terganggu ketika AC nya tidak menyala. “Astagaaaa!” Katarina benar-benar kesal, tubuhnya terasa panas di kamp yang gersang ini. “Terserahlah.”
Memanfaatkan lingerie, Katarina mengenakannya setelah memastikan pintu dan jendela tertutup. Kemudian dia berbaring dengan penampilan seperti itu. Katarina sedikit kecanduan karena semalam memakai baju tipis ini, membuat tubuhnya terasa bebas.
Tanpa Katarina sadari, Mikail kembali setelah matahari tenggelam. Matanya membulat melihat Katarina yang berpakaian seperti itu. Mikail mendekat untuk mencium aroma tubuhnya, apakah dia meminum obat perangsang lagi?
“Anghhhh….” Katarina bergerak hingga terlentang, membuat tubuhnya semakin terbuka.
“Dasar gila,” gumam Mikail pergi ke kamar mandi. “Sialan!”
Barulah ketika mendengar suara air, Katarina terbangun. “Oh, dia sudah pulang?” sambil mengucek matanya dan bergerak ke dapur. Katarina memang seorang bangsawan, tapi dia diajarkan menjadi istri yang baik juga. Saat Mikail keluar, Katarina sudah menyiapkan makan malam. “Aku pikir kau mandi, apa yang membuatmu lama disana?”
“Pakai bajumu, itu menggangguku.”
“ACnya rusak, aku gerah. Lagipula kau tidak akan tertarik denganku bukan?”
“Itu tampak menjijikan,” ucap Mikail membuat Gerakan Katarina menata meja langsung terhenti seketika. Dia tahu akan dipandang seperti itu, tapi berjuang demi mendapatkan cintanya tidak apa bukan? sebab tidak ada pintu untuknya mundur dan mengecewakan keluarga Belova. Jadi Katarina terobos saja, mengenyampingkan hinaan dan perlakuan merendahkan.
“Yasudah jangan dilihat, kau makan duluan saja. Nanti aku makan berikutnya.”
“Apa yang akan kau lakukan?”
“Tidur lagi,” jawabnya naik ke atas ranjang dan kembali tengkurap. “Seminggu disini, aku bisa bebas tugas. Jarang sekali mendapatkan tidur seperti ini. Ahhh… Tidak buruk juga jadi istri tentara. Tidak terlalu melelahkan.”
“Kau menghabiskan energymu untuk bersikap buruk pada pelayan.”
Dengan posisi membelakangi, Katarina memeluk guling. “Aku tidak akan memarahi mereka jika tidak sesuai aturan,” gumamnya dan mulai memejamkan mata.
Benar-benar menikmati moment ini, dan Katarina berharap setelah tidur sebentar lagi, Mikail menghabiskan makanan, tapi yang dia dengar adalah kekesalan Mikail memintanya menyelimuti tubuh dan berakhir pria itu kembali ke kamar mandi. “Dia mulas kah?” gumam Katarina sebelum akhirnya terlelap lagi.
Bangun-bangun diguncang oleh suara yang dikenalnya. “Yang Mulia…. Bangunlah… Yang Mulia…”
Katarina membuka mata perlahan. “Polina?”
“Iya, Yang Mulia. Ini saya…”
“Polina? Kenapa kau disini?” seketika mendudukan dirinya, Polina dengan mata sendu menunjuk dengan tatapan ke bagian dapur rumah ini. Katarina mengikuti arah pandangan, disana ada Mikail yang sedang disuapi Alaya, sementara makanan yang dia buat masih utuh di meja.
****
Alaya datang ke Dom Komandria bersama Polina supaya tidak ada kecurigaan. Spesial bagi Duke dengan segala kesibukannya hingga boleh ada kunjungan selain istri, tapi itu malah membuat Katarina geram dan tidak mau berada di rumah.
Polina mengejarnya keluar. Mengikuti langkah sang majikan menuju ke bukit yang dipenuhi oleh Pohon, berada di belakang Dom Komandria. “Yang Mulia… ini sudah larut malam, dan anda belum makan. Ini berbahaya.”
“Tidak berbahaya, lihatlah masih banyak orang yang terjaga.” Duduk di atas akar pohon sambil melihat Kamp Militer Zvezda Tver yang ada dibawah sana, masih dipenuhi oleh tentara yang sedang berlatih. “Tidak bahaya, tidak ada hewan buas, Polina. Jangan khawatir.”
“Yang Mulia…”
Mendengar Mikail mengatakan, “Kenapa kau marah? Aku sudah mengirimkan 200 sapi untuk keluargamu, mereka membangun bisnis baru dari kekayaanku. Apa kau ingin menghentikannya?” berhasil membuat Katarina tidak bisa melawan, dia tidak bisa jika membahayakan keluarganya.
“Anda hanya diselimuti oleh coat, bagaimana bisa bagian dalamnya hanya Lingerie?”
“Aku berusaha menggodanya, Polina. Ingin mencintainya secara terang-terangan.”
Polina turut duduk disamping sang Duchess yang mulai melepaskan anting-antingnya.
“Aku bahkan memakai perhiasan minimalis untuk menarik perhatiannya,” lanjut Katarina. “Tapi tidak berhasil.”
“Yang Mulia…”
“Jangan… jangan merasa menyesal telah memberiku obat itu, aku baik-baik saja. Ini langkah yang benar. Jika aku tidak bisa mundur dan kembali pada kedua orangtuaku, maka aku tidak akan tahu malu mengejarnya.”
“Saya takut anda dipermalukan lagi. Sebelumnya saya mendukung anda karena berfikir…. Itu akan berhasil, nyatanya Duke malah merendahkan anda.”
“Aku bilang tidak apa, Polina.” Katarina menarik pelayannya untuk lebih dekat dan bersandar padanya. “Biarkan aku menenangkan diri dulu.”
Berusaha menghibur sang majikan dengan mengatakan beberapa informasi yang dia dapatkan, bahwa Alaya tidak bisa memasak, butuh waktu berjam-jam untuknya berkutat di dapur, tidak pandai membedakan obat dan vitamin, pokoknya tampak bodoh. “Mungkin jika saya tidak memaksakan diri untuk ikut, dia sudah meracuni Duke dengan camilan kotor yang dia beli dijalanan.”
Katarina tertawa. “Terima kasih, Polina, kedatanganmu membuatku terhibur.”
“Apapun untuk anda, Yang Mulia.”
Suara kaki berlari mengalihkan keduanya, menginjak ranting dan dedaunan kering hingga sangat mengganggu. “Tolong….,” ucap Alaya yang tersandung, jatuh tepat di kaki Katarina. “Yang Mulia Duke… dia…”
Begitu sang Duke disebutkan, Katarina langsung berlari. Mengabaikan teriakan Polina untuk tidak berlari seperti itu. Sebab hal yang sangat menjatuhkan martabat bangsawan, untung saja para petinggi militer sedang sibuk hingga Dom Komandria kosong.
BRAK! “Mikail?” Matanya membulat melihat Mikail yang tergeletak di lantai berusaha meraih udara. “Mikail, bertahanlah, Mikail….” Dia tampak kesulitan bernafas.
Katarina melihat tanda-tanda yang jelas—wajah Mikail mulai membengkak, kulitnya memerah, dan suara napasnya terdengar berderak.
"Ini anafilaksis," bisik Katarina pada dirinya sendiri, detak jantungnya berpacu, tapi pikirannya tetap jernih. "Mikail, aku di sini. Aku akan membantumu. Bertahanlah.”
Dia segera memeriksa jalan napas Mikail, memastikan bahwa tidak ada penyumbatan yang jelas. Tangan lentiknya dengan cepat membuka kancing baju Mikail agar dia lebih leluasa bernapas. "Tetap tenang, Mikail. Aku butuh kau tarik napas perlahan.”
Katarina mencari tas medis yang disiapkan di rumah, dan dengan sigap menemukan auto-injector epinefrin. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia mengambil injektor, melepaskan tutup pelindungnya, dan menancapkan jarum ke paha Mikail.
"Napasmu akan membaik sebentar lagi. Aku tahu ini sulit, tapi kau harus bertahan," katanya lembut, menenangkan suaminya, sambil mengatur ulang napasnya sendiri. Dia terus memantau denyut nadi Mikail, memastikan tubuhnya merespons obat yang diberikan. “Bernafas bersamaku, Mikail. Bernafas bersamaku.”
Setelah beberapa saat yang terasa seperti seumur hidup, Katarina melihat sedikit perubahan—napas Mikail mulai teratur kembali, dan warna kulitnya perlahan-lahan kembali normal. "Baiklah, Mikail. Perlahan, jangan buru-buru," ucapnya dan refleks mengecup kening Mikail sebelum mengambil bantal dan menyangga kepalanya.
Katarina meraih telepon. "Kami butuh doker segera. Suamiku mengalami reaksi alergi yang berat. Aku sudah memberikan epinefrin, tapi kami membutuhkan pertolongan medis tambahan.”
****
Di malam itu, Katarina duduk di sudut rumah, matanya terpaku pada sosok Mikail yang terbaring di atas ranjang. Wajahnya masih pucat, meski napasnya kini lebih teratur setelah kejadian alergi yang hampir merenggut nyawanya. Dokter sedang menanganinya, tapi melihat keadaan Mikail membuat Katarina merasakan… ada sesuatu yang lain.
“Dokter? Dia?”
“Benar, Yang Mulia. Selain anafilaksis, Kolonel juga mengalami hipotermia ringan,” ujar dokter sambil memeriksa catatan vital Mikail.
“Bagaimana bisa?”
“Ya, meski musim semi, kondisi lingkungan di sini bisa sangat bervariasi, terutama di malam hari. Suhu tubuh Kolonel turun drastis, mungkin karena tubuhnya sudah melemah akibat reaksi alergi yang parah, ditambah paparan suhu dingin yang tidak stabil. Itu cukup untuk menyebabkan hipotermia ringan.”
"Jadi, apa langkah terbaik sekarang?"
Dokter menatapnya dengan senyum tipis. “Cara terbaik untuk menangani ini adalah meningkatkan suhu tubuhnya dengan cepat tapi aman. Skin-to-skin contact adalah salah satu metode yang paling efektif, terutama dalam kasus hipotermia ringan. Kontak tubuh langsung dapat membantu mempercepat pemulihan.”
“Skin-to-skin?”
“Tidak perlu, ini hanya hipotermia ringan,” ucap Mikail yang beralih duduk. “Aku sudah pernah menangani hal seperti ini.”
“Ah, baiklah, Kolonel. Saya akan meresepkan beberapa obat saja. Semoga lekas sembuh,” ucapnya segera meninggalkan setelah memastikan Mikail baik-baik saja.
Begitu dokter pergi, Alaya yang sedari tadi berdiri diambang pintu pun masuk ke dalam rumah dan menangis memeluk Mikail. “Maafkan aku… hiks…. Maafkan aku, Yang Mulia… Hiks… aku tidak tahu… kalau kaldu itu mengandung jamur.”
Katarina memutarkan bola matanya malas. “Kalau kau merasa tidak pintar, minta bantuanlah pada orang lain! Kau hampir membuat nyawa seseorang melayang!”
Alaya semakin mengeratkan pelukannya bersembunyi dari bentakan itu. “Yang Mulia… aku takut…”
“Hentikan, Katarina! Kau membuat Alaya takut.”
Katarina tertawa hambar. “Kau membelanya setelah dia hampir membunuhmu? Cepat usir dia dari sini, Mikail. Aku ingin tidur.”
“Aku… ingin tidur disini, Yang Mulia…” alaya mendahului. “Bolehkah? Tolong… aku ingin menebus kesalahanku.” Belum sempat Mikail bicara pun, Alaya sudah membuka kancing bajunya. “Dan mereka bilang anda membutuhkan skin to skin bukan? aku yang akan membantumu, Yang Mulia.”
“Apa kau gila?!” teriak Katarina. “Keluar dari sini! Ini rumahku, aku istri sahnya.” Katarina geram, hendak menariknya pergi tapi Mikail malah melingkarkan tangan di punggung Alaya. “Mikail…,” ucapnya tidak percaya. “Orang-orang diluar sana…”
“Para petinggi sedang sibuk,” ucap Mikail sambil membuka laci disamping ranjang dan melemparkan kunci pada Polina yang setia dibelakang Katarina. “Rumahnya didepan. Tidur disana.”
“Mikail?”
“Yang Mulia… aku akan masuk ke dalam selimut ya, kau harus tetap hangat.”
Polina segera menghentikan Katarina. “Bukan waktu yang tepat, ayo kita pergi.”
“Lepaskan aku, Polina.”
“Duchess.”
Panggilan itu menyadarkan Polina, apa yang akan terjadi pada keluarganya jika dia memberontak. Katarina terpaksa menahan amarah saat Alaya sudah berada di pangkuan Mikail, memeluk d**a bidangnya sambil tersenyum miring pada Katarina.
“Sudah, Yang Mulia… ayok kita pergi.”
Seolah sengaja, Alaya dengan manjanya merengek, “Yang Mulia, cium aku. cium aku dan buktikan kalau anda tidak marah. Tidak kan? Hiks… aku takut mengecewakanmu, Yang Mulia… panggil aku dengan penuh cinta, panggil seperti itu, Yang Mulia.”
“Alaya Sayang, aku tidak marah padamu.”
Ucapan itu terdengar jelas di telinga Katarina yang belum benar-benar keluar dari rumah tersebut.