Bebebrapa hari kemudian. Akira mendatangi seorang dukun dengan harapan bisa membantunya terlepas dari gangguan-gangguan makhluk tak kasat mata. "Ayo, kita masuk, Nak!" sahut sang dukun. Akira yang dari tadi hanya bisa melongo melihat rumah beraura dingin itu, matanya melirik ke mana-mana seakan merasa diawasi. "Nak Akira, silakan duduk." Dukun itu mempersilahkan Akira untuk duduk. "Iya, Mbah," tukas Akira. Tampak di depannya dukun dengan berperawakan kakek-kakek bertubuh tinggi dengan raut wajah penuh keriput. Baju serba hitam, rambut panjang yang tak tersisir dan acak-acakan seperti bintang ‘ rock’. Namun yang membuat Akira lebih kaget lagi, kalung dengan deretan tengkorak kecil melingkar di leher dukun itu. Belum termasuk cincin batu yang memenuhi jari-jarinya. "Seram banget,