Tujuh

1587 Words
Suara hingar bingar musik bahkan tak dihiraukan Gustave, di otaknya jauh lebih berisik. Berbagai pikiran berkecamuk. Menikah? Sejujurnya dia memang ingin menikah, namun tidak dengan wanita yang bahkan baru ditemuinya di pasar. Yang tidak jelas kondisi kesehatannya, kejiwaannya. Makanannya? Bagaimana kalau dia orang yang jorok? Melihat dari pakaian lusuhnya saja Gustave sudah merasa ngeri. Sejujurnya dia yang meminta salah satu asisten rumah tangga membersihkan mobilnya dan menyemprot dengan desinfektan karena khawatir tertular virus yang mungkin saja dibawa wanita itu. “Kenapa sih, Bro?” tanya salah satu pria tampan dengan rambut yang sengaja ditata acak-acakan. Dia memakai kaos hitam. Celananya sobek-sobek dan dia tengah berdiri di belakang meja bartender sekarang. Dia lah Devano, sahabat Gustave. Wajahnya cukup tampan, kulitnya bersih dan dia tinggi. Lebih tinggi beberapa senti dari Gustave. “Ingat cewek kumal yang aku ceritakan?” “Ya, preman pasar itu. Kenapa? Jadi dibawa ke rumah?” “Ya! Dan gilanya, orang tuaku merestui kami!” Devano tertawa terbahak-bahak, menurutnya kata-kata Gustave saat ini sangat menggelikan, melebihi komedi yang sering dia tonton. “Kok bisa?” “Enggak tahu! Pusing!” “Jadi nikah dong?” “Enggak tahu!” ketus Gustave. Devano menepuk bahu Gustave, mengambilkan minuman dan meletakkan di depan Gustave. Gustave menggeser gelas itu menjauh. “Aku nyetir.” Devano menyeruput minuman itu dan pindah duduk di samping Gustave, “dicoba saja dulu, barangkali bagus, barangnya.” Gustave memberinya pelototan tajam, “aku bukan cowok sembarangan ya!” “Masih nunggu Diana? Sadar bro dia sudah bahagia dengan rumah tangganya,” tutur Devano. “Dia bilang enggak bahagia.” “Tapi dia masih bertahan kan? Dia sudah menikah, masa masih ditunggui juga? Enggak baik.” “Aku hanya cinta sama dia, kamu tahu itu kan?” “Whatever deh Gus, tapi bagaimana tanggapan cewek itu? Mau?” “Mau, dia kayaknya butuh uang. Tapi saat aku tawarin bantuan dia enggak mau, dia sih bilang nanti setelah menikah kalau aku mau bersama perempuan yang aku suka itu dia enggak masalah. Gila memang tuh perempuan.” “Mungkin kamu justru cocok sama yang gila kayak gitu,” kelakar Devano membuat Gustave mencebikkan bibirnya sebal. “Enggak lucu sumpah.” “Aku jadi penasaran cewek itu kayak bagaimana? Coba nanti bawa ke sini,” tutur Devano. Gustave menarik napas panjang, suara sorakan terdengar keras, dan beberapa wanita seksi naik ke atas panggung khusus dan meliukkan badannya. Pertunjukan utama dimulai. Musik semakin keras terdengar, Devano tersenyum melihat antusias para penonton yang didominasi laki-laki itu. Ini lah bisnisnya dan dia menyukainya. *** Pagi ini Merlian sudah nongkrong di depan bank, dia langsung menuju bank tersebut sesuai instruksi dari petugas administrasi yang membantunya malam tadi, berbekal surat pengantar, dan buku tabungan dia pun berjongkok seperti kucing yang menahan mulas. Tepat ketika pintu bank dibuka, dia segera berlari masuk, tak dihiraukannya para petugas keamanan yang menyapanya dengan ramah. Tentu saja dia menjadi nasabah pertama, yang langsung menuju teller, menyampaikan kepentingannya. Karena bank baru buka, maka kepala pimpinan bank itu masih berada di sana, mendengar permohonan Merlian, dia langsung mengajak Merlian menuju ruangan khusus untuk menangani pengiriman uang ke rumah sakit. Mungkin kepala pimpinan juga kasihan melihat Merlian yang pagi ini seperti orang yang putus asa. Adik sepupunya akan segera di operasi, ruangan operasi dan dokter sudah bersiap. Membuatnya ingin segera mengirimkan kewajibannya itu dan menunggu proses operasi. Tidak sampai setengah jam dia telah selesai, mendapat bukti pengiriman uang yang jumlahnya tidak sedikit itu. Dia pun berlari ke luar dari bank, tak lupa mengucap terima kasih sambil berlari pada petugas kemananan yang membantu membuka pintu. “Bukan maling kan?” tanya petugas keamanan pada temannya. “Sepertinya bukan, tapi kenapa lari-lari?” ujar temannya itu. “Tadi sepertinya dia mulas, nongkrong terus saya lihat.” “Padahal di dalam ada kamar mandi ya,” tutur petugas kemanan tersebut, mereka pun hanya menggeleng, lalu mempersilakan customer lain yang hendak masuk, tak lupa dengan senyum salam sapa sopan santunnya. Merlian bergegas ke rumah sakit, menumpang ojek yang dia temui di depan bank, meminta kecepatan penuh untuk menuju rumah sakit. Di rumah sakit, salah satu dokter menemui orang tua pasien. Alda dan Fahri juga Daffa yang berada di sana pun segera berdiri melihat dokter yang keluar dari ruang operasi. “Ada apa, Dokter?” tanya Fahri agak panik. “Kami akan mulai operasinya, ibu dan bapak tenang saja, sekarang peralatan medis sudah sangat canggih, dokter yang mengoperasi pasien pun adalah dokter-dokter berpengalaman di bidangnya, pada kasus yang sama, banyak pasien yang berhasil dioperasi dan sehat sepanjang usianya. Kami yakin putra bapak dan ibu akan sehat seperti bayi pada umumnya setelah ini. Ibu dan bapak bantu doa untuk kelancaran operasi ya,” ucap dokter itu ramah, memang tidak salah bidan merujuk ke rumah sakit ini, rumah sakit ini memang terbaik. Meskipun tidak murah untuk biaya yang dikeluarkan, namun sejauh yang mereka tahu meski memakai asuransi pemerintahan, semua pelayanan pun tetap dilakukan dengan sangat baik. “I-iya dokter, pasti. Kami akan bantu doa,” tutur Alda, Fahri merangkulnya dan menahan tangis. Dokter pamit untuk kembali masuk ruang operasi. Lampu di depan ruang itu menyala, menandakan operasi sedang berlangsung. Merlian datang dengan tergopoh-gopoh, dia baru saja melaporkan pada petugas administrasi bahwa dia sudah membayar kekurangannya. “Sudah mulai operasinya, Tan?” tanya Merlian. Alda dan Fahri duduk sebelahan, di belakang mereka ada Daffa yang sibuk berdoa dalam hatinya. “Sudah sejak setengah jam lalu, kamu sudah bayar lunas?” tanya Alda, Merlian pun mengangguk. “Nanti om cicil ya p********n ke kamu, makasih Merlian, karena kamu ... kami jadi punya kesempatan untuk mengoperasi anak kami,” tutur Fahri. “Sama-sama, Om. Biar bagaimana pun dia adikku juga, dan sudah seharusnya aku membantu, om dan tante saja mengurusku dari kecil enggak pernah mempermasalahkan biaya meskipun kita kekurangan,” ucap Merlian yang tiba-tiba terharu. Fahri menyusut air matanya dan mengangguk. “Om, ibadah dulu ya,” tutur Fahri. Sepertinya dia akan lebih khusyu berdoa jika seorang diri. Alda memegang tangan Merlian, tangan Alda terasa sangat dingin. Pasti dia sangat takut saat ini, mereka bertiga hanya terdiam tak ada yang berbicara sepatah katapun. Bahkan jam makan siang sudah lewat namun mereka tak juga beranjak, operasi ini memang cukup panjang. Hingga lampu merah di depan ruang operasi pun padam, menandakan operasi telah selesai. Ketika pintu terbuka, Merlian dan keluarganya segera berdiri dengan sigap. Dokter ke luar dari ruang operasi. “Operasi berjalan lancar, pasien akan kami bawa ke ruang NICU,” tutur dokter itu. Alda tak kuasa menahan haru, dia menangis memeluk suaminya. Dia juga berterima kasih pada dokter. merlian menarik napas lega. Dia merangkul Daffa yang ikut menangis. Tak lama para dokter dan perawat membawa bayi itu ke ruang NICU dengan bergegas. Mereka pun berlarian mengikutinya. Kini mereka hanya perlu menunggu kondisi bayi mungil itu pulih. *** Seminggu kemudian. “Kenapa wajah kau pucat kali kutengok!” ujar Ucok pada Merlian yang hanya termenung di depan minimarket, undakan di minimarket itu dia jadikan tempat duduk. Kakinya terangkat satu. Dia mengenakan topi lainnya yang tak kalah kusut. Masalahnya sejak hari itu, Gustave sama sekali tak menghubunginya untuk mengembalikan bajunya. Nike pun hanya sesekali mengirim pesan yang menanyakan kesiapan keluarga Merlian untuk bertemu dengan mereka. Kondisi putra dari Alda sudah membaik, bahkan sudah pindah ke ruang rawat bayi. Dan beberapa hari lagi mungkin akan bisa pulang ke rumah. “Bang, kau ada duit tiga ratus? Pinjamlah aku bang,” ujar Merlian dengan logat khas batak mengikuti bang Ucok. “Tiga ratus, ada lah, gopek pun ada,” ujar Ucok merogoh sakunya dan mengeluarkan uang koin lima ratus rupiah. Dia membuka tangan Merlian dan meletakkan di genggamannya. “Kurang banyak lah bang!” “Kurang apanya, lebih dua ratus itu!” tutur Ucok seraya mengambil koin itu untuk menunjukkan jumlah angkanya. “Bang, elah! Tiga ratus juta,” ujar Merlian, Ucok membelalakkan matanya dan melempar koin itu sampai mengenai kepala pengamen yang celingukan mencari orang yang melempar uang koin padanya sambil bersungut-sungut. “Bah! Banyak kali! Lagi pula untuk apa uang itu!” “Kemarin untuk operasi Rial, Bang.” “Rial siapa pula itu?” “Anak tante Alda yang baru lahir. Aku pengen kembaliin uang yang aku pakai ke orangnya, sisanya kan enggak terpakai,” tutur Merlian yang telah merubah logat bicaranya menjadi seperti biasa. “Oiya kudengar anaknya sakit ya. Tapi uang segitu dari mana Lon? Kau tahu pemasukan abangmu ini gak seberapa. Tapi abang ada nih tiga ratus ribu, kau pakailah dulu,” ujar Ucok seraya mengeluarkan dompetnya, Merlian menggeleng dan mendorong dompet itu agar kembali masuk ke saku Ucok. Merlian sedang berpikir untuk mengganti biaya operasi dan jujur pada orang tua Gustave bahwa dia tidak berniat menikah dengan anaknya karena dia hanya berpura-pura jadi kekasihnya saja saat itu. Namun dia sangat bingung dari mana dia bisa mendapatkan uang itu. Saat sedang bingung seperti itu sebuah mobil datang dan langsung menekan klakson hingga Merlian dan Ucok terlonjak kaget. Mereka pun memelototi mobil mewah tersebut, hingga kaca mobil terbuka dan muncullah sosok wajah orang yang baru saja singgah di otak Merlian. Gustave! “Masuk!” ujar Gustave tanpa berniat ke luar dari mobilnya. Merlian berdecak dan berdiri, Ucok menarik tangannya dan menggeleng. Khawatir Merlian diculik. Pasalnya kasian penculiknya pasti rugi menculik Merlian yang makannya sangat banyak. “Enggak apa-apa Bang, calon suamiku itu!” ujar Merlian. Ucok melepas tangan Merlian. “Dunia mau kiamat apa? Mana belum tobat,” gumam Ucok yang melihat kejadian itu seperti salah satu dari beberapa keajaiban dunia. Seorang Merlian yang dikenal tomboy dan boro-boro ada pria yang suka, tiba-tiba mau menikah, dengan konglomerat pula! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD