5. Atau...

1753 Words
"Kira-kira mereka lagi ngobrolin apa ya? Kok gue penasaran sih." Batin Helen yang tidak bisa memungkiri hatinya jika dirinya penasaran pada orbolan antara Rama dan Bebby. Pos satpam yang dimaksud Bebby tadi adalah pos satpam biasa yang ada di sisi gerbang sekolah. Pos itu kosong jika jam pulang sekolah tiba. Satpam hanya akan bekerja sampai para murid pulang, kecuali yang mengikuti ekstrakurikuler dan les tambahan. Di pos satpam itu tidak hanya ada Helen sendiri, di sana juga ada beberapa teman seangkatan dengan Helen yang memang sering nongkrong sambil menunggu jemputan datang. “Tidak pulang, Len?” seorang lelaki bertubuh tinggi menatap Helen sambil bertanya. “Ini gue lagi menunggu Bebby.” sahutnya dengan nada sopan. “Len, ayo kita pulang.” suara cempreng Bebby menggema di dekat pos satpam. Ada sekitar enam orang di pos satpam itu, termasuk Helen. Bebby bertanya kepada teman-temannya dan langsung pamit. Seperti biasa, Bebby dan Helen berjalan kaki dari sekolah sampai rumah dan kost. Meski nanti mereka juga akan berpisah di persimpangan jalan. “Besok minggu kan Beb, main ke rumah gue dulu sajalah sekarang.” ajak Helen, padahal ini hanya trik agar Bebby bisa lebih cepat berbagi cerita padanya tentang apa yang dikatakan Rama tadi di dekat masjid. Kepala Bebby dan Helen menoleh ke kanan kemudian ke kiri seperti kipas angin, tapi kali ini mereka sedang akan menyeberang jalan raya yang menuju kompleks mewah tempat mereka tinggal. Saat sudah dirasa tidak ada kendaraan, kedua gadis remaja ini langsung saja menyeberang. “Boleh, tapi nanti pulangnya antar ya.” kekeh Bebby sambil merangkul bahu Helen. “Tanpa lo minta juga pasti gue antar nanti pulangnya.” Tanpa disangka, Bebby menarik tangan Helen ke warung sayuran tempat biasa Sofya belanja. Di sana tidak hanya sekedar menjual sayuran saja. Tapi juga menjual kelontongan dan es untuk anak-anak sekolah. “Bu, es rasa jeruknya dua ya.” pesan Bebby tanpa bertanya ke Helen dulu apa yang dimau oleh teman akrabnya itu. Seorang ibu-ibu berhijab dan berbadan lumayan berisi datang dari arah dalam, wanita paruh baya itu langsung membuatkan es pesanan Bebby. “Loh, Mbak Bebby lagi muleh? (Baru pulang?)” tanya seorang perempuan yang juga memakai seragam sama seperti Bebby dan Helen. Gadis yang bertanya kepada Bebby tadi adalah adik kelas Bebby, dia juga bersekolah di tempat yang sama dengan dua gadis ini. “Iyo Ris, la kenopo to? (Iya Ris, emang kenapa sih?)” sahut Bebby sembari memilih beberapa jajanan ringan seharga lima ratusan. Satu es sudah jadi, Helen menerima plastik berisi es yang Bebby pesan tadi. Gadis memakai kacamata tadi langsung meminumnya hingga habis setengah. “Tadi dicari sama Mas Virgo, dia tanya apa Mbak Bebby sudah ada pulang atau belum atau ada mampir beli es begitu.” adunya secara rinci. “Kangen kali dia sama gue haha...” Bebby sudah mengambil beberapa jajanan yang dia inginkan dan menerima es bagiannya dari tangan ibu-ibu pemilik warung. Tangan Bebby merogoh saku roknya dan mengeluarkan uang warna oranye kecoklatan seharga lima ribu rupiah dan tentu dia berikan pada pemilik warung. Tak lupa, Bebby memasukkan jajanan yang tadi dia ambil ke dalam tas. Kedua remaja tadi lanjut berjalan menuju rumah Darmanto yang jaraknya bisa dibilang lumayan. Meski Helen seorang putri dari keluarga berada, dia jarang sekali diantar jemput oleh orang tuanya ke sekolah. Helen lebih suka bejalan kaki, katanya lebih sehat. “Mama lo kira-kira masak apa ya, Len?” “Kangen ya sama masakan Mama gue? Lo sih sok sibuk, lama banget tidak main ke rumah.” Sepanjang jalan, keduanya saling bercanda ria sembari menikmati es yang ada di tangan masing-masing. Bebby mengabaikan Virgo yang menanyakannya pada putri pedagang sayuran tadi. Dia hanya ingin bermain bersama Helen hari ini. Toh sekarang juga hari sabtu, Virgo pasti sibuk dengan kekasihnya. *** Selesai makan, Helen mengajak Bebby ke kamarnya. Ini adalah zona nyaman mereka jika Bebby main ke sini. Mereka lebih bebas membicarakan dan membahas apa pun di sini. Bahkan Bebby menggoda Helen saat gadis berkacamata nan lugu itu baru pertama kali mengalami datang bulan juga di kamar ini. Saat itu Helen menangis sejadi-jadinya karena takut dan tidak siap untuk bertransformasi dari gadis kecil ke gadis remaja. “Ini Beb, kebetulan tadi pagi itu Mama buat bolu ketan. Dimakan ya, kata Mama kalau kurang boleh nanti ambil lagi di kulkas.” Helen meletakkan sepiring bolu berwarna hitam ke hadapan Bebby. “Thank you ya, pasti gue habiskan kok.” kekehnya. Ponsel di atas nakas milik Helen berdering, gadis itu melihat dan ternyata ada beberapa chat masuk dari orang yang sama. Helen langsung membukanya dan memberikan kepada Bebby. “Lah kok dikasih ke gue sih?” bingung Bebby sambil memegang ponsel milik Helen. “Dari Virgo tersayang lo itu.” ujar Helen sambil menirukan gaya orang yang terlintas dalam pikirannya secara tiba-tiba. Meski sebenarnya Bebby tidak penasaran apa isi pesan dari Virgo, tapi akhirnya dia membuka pesan itu juga. “Len, kalau Bebby sama lo tolong kasih tahu dia kalau nanti sore gue mengajak dia bermain skateboard di taman.” baca Bebby pada pesan yang dikirimkan oleh Virgo. “Malas.” sambil mengetik, Bebby sambil mengatakan apa jawaban dari ajakan Virgo tadi. Usai mengirim chat balasan untuk Virgo, Bebby lanjut fokus pada Helen. Dirinya hanya ingin bermain di sini dengan Bebby dan pulang sore hari. “Tumben malas, biasanya juga berangkat kalau diajak.” Satu bantal ditarik oleh Bebby dari atas ranjang dan ikut berbaring di lantai tanpa karpet seperti Helen. Rasa dingin menyengat kulit Bebby sekarang. Dia menatap langit-langit kamar Helen karena memang arahnya lurus ke atas. “Gue lagi datang bulan dari kemarin, makanya malas.” jelasnya. Walau Bebby tidak akan melihat, tapi Helen hanya menanggapinya dengan anggukan kepala saja. Dia asih berpikir bagaimana caranya mengawali bertanya tentang apa yang dibicarakan oleh Bebby dan Rama tadi. “Lo tahu enggak, Len? Tadi Rama bilang suka ke gue.” ujar Bebby tiba-tiba. Belum juga Helen bertanya dan sedang mencari kata-kata yang pas, Bebby sudah lebih dulu bercerita. Jelas saja Helen kaget akan pernyataan Bebby tadi, dia tidak menyangka jika Rama akan mengungkapkan perasaannya pada Bebby sekarang. Selama ini Helen tahu jika Rama menyukai Bebby, terlihat jelas dari gelagat dan tingkahnya selama ini. “Terus bagaimana lagi?” Helen masih berpura-pura jika hatinya tidak tersayat mendengar kabar ini. Terlebih orang yang disukai Rama adalah teman baiknya. “Terus dia meminta gue buat jadi pacarnya.” kali ini Bebby menoleh ke arah Helen sambil memilin-milin rambut panjangnya. Rasa penasaran Helen semakin tinggi, hatinya semakin panas dan jantungnya semakin berdegup tiga kali lebih kencang dari ini. Siapkah dia akan jawaban yang Bebby berikan nanti, siapkah dirinya menahan luka setiap kali melihat Bebby dengan Rama saling menebarkan kemesraan. “Kok lo malah diam sih, Len?” “Ah... Gue Cuma kepikiran sama PR matematika tadi.” elaknya mencoba mencari alasan yang tepat agar Bebby tidak curiga. “Oh iya, ada PR matematika ya. Mending kita kerjakan sekarang biar tenang.” Bebby kembali duduk. Helen melihat saja saat Bebby mengambil tas dan mengeluarkan buku-buku matematikanya. Mau tak mau, Helen pun mengikuti apa yang Helen lakukan. Padahal tadi hanyalah alibinya saja, tapi malah dirinya sendiri yang terjebak dalam rasa penasaran. “Oh iya Beb, jadi lo jadian sama Rama?” “Enggaklah.” “Hah?” Helen kaget sekarang ketika mendengar jawaban santai Bebby barusan. “Biasa saja kali, kenapa harus kaget begitu?” kekeh Bebby sambil mengerjakan PR matematikanya. Bolpoin di tangan Helen terus menari ke atas lalu ke bawah secara berulang. Dia bingung akan jawaban Bebby. “Atau jangan-jangan lo selama ini suka ya sama Rama?” tebak Bebby sembari memandang wajah Helen yang tiba-tiba berubah. Karena takut ketahuan, Helen mencoba tertawa sebisanya agar Bebby tidak semakin curiga. Dirinya juga heran, kenapa Bebby bisa sampai sepeka ini atas perasaannya pada Rama. Padahal seingat Helen, dirinya tidak pernah bercerita apa pun kepada Bebby tentang perasaannya pada Rama. “Lo apa-apaan sih, Beb. Mengarang saja bisanya, ya mana mungkin gue suka sama Rama.” sudah menjadi hal lumrah di kehidupan anak seusia mereka apabila ketahuan memiliki perasaan pada lawan jenis akan malu. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan Helen, Bebby mencoba mengamati raut wajah Helen. Teman baiknya itu tidak berani menatap matanya secara langsung sekarang. “Jangan bohong Helen, gue tahu kalau lo itu bohong. Lo suka kan sama Rama selama ini?” Bebby masih mendesak, dia tidak ingin menyerah. “Jujur saja sama gue, lagi pula gue juga tidak akan marah kok kalau misalkan lo benar-benar suka sama Rama.” Bebby menutup buku matematikanya dan lebih memilih fokus memandang wajah ayu milik Helen. Kamar yang didiami Helen itu ber-AC, tapi rasanya sangat panas dan gerah. Keringat dingin mengucur di pelipis Helen sekarang. “Gue takut lo bilang ke Rama kalau gue jujur sama lo.” embusan napas keluar dari hidung Helen. Dia mengikuti Bebby, menutup buku matematikanya dan duduk berhadapan dengan Bebby. “Buat apa gue bilang-bilang ke Rama, itu bukan urusan gue kan. Gue cuma mau, kalau lo punya beban itu bagi sama gue biar lo enggak memikulnya sendiri. Lagi pula selama ini juga gue selalu berbagi sama lo.” Sentuhan tangan Bebby di kedua pundak Helen terasa begitu hangat. Saat itu juga kepala Helen mengangguk. Dia percaya pada Bebby kalau temannya ini tidak akan membeberkan rahasianya. “Gue suka sama Rama sudah dari awal gue lihat dia waktu MOS. Pas gue kenalan sama lo di dekat gerbang.” Helen mulai bercerita. “Oh... Itu kan pas tidak sengaja kalian tabrakan itu kan?” “Iya benar banget, Beb. Dari sana gue sudah suka sama dia.” “Kenapa lo tidak coba bicara saja sama Rama?” “Mana berani gue, Beb. Selama ini kan dia tidak pernah melirik ke gue, meski kita sering banget kumpul atau main bareng.” Bebby tahu, apa yang dikatakan oleh Helen ada benarnya juga. Rama tidak pernah menganggap Helen lebih selain hanya sebatas teman biasa. Bahkan mereka jarang mengobrol atau saling menyahut saat ada yang berdiskusi. “Gue mohon sama lo, Beb. Jangan bilang ke Rama tentang perasaan gue ini ya. Cuma lo yang tahu, karena gue percaya sama lo.” terlihat jelas ada tatapan memohon di kedua bola mata Helen sekarang. “Gue tidak akan memberi tahu Rama tentang perasaan lo ini. Lo juga tenang ya, gue tidak akan menerima Rama. Bukan karena lo, Len. Tapi karena memang gue tidak ada perasaan lebih kepada Rama.” “Terima kasih, Beb.” Terjadi perlukan di antara mereka. Helen merasa lega karena bisa berbagi dengan Bebby. Setidaknya benar apa yang dikatakan Bebby tadi, dirinya tidak akan menanggung semua ini sendirian. *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD