4. Gue Suka

1347 Words
Pulang sekolah tolong temui gue di dekat masjid sekolah. Dari Rama. Kertas notes berwarna pink pemberian Helen berada di tangan Bebby. Baru saja dirinya menerima notes itu, Helen bilang jika Rama memberikan notes tadi saat Helen ke kantin di jam istirahat kedua. “Isinya apaan, Beb?” Helen tampak penasaran, dirinya memang belum melihat apa isi tulisan dalam notes yang dia berikan pada Bebby tadi. Padahal itu notes, sangat mudah bagi Helen mengintip. “Ini baca sendiri.” Bebby memberikan notes berwarna pink tadi pada Helen. “Buat apa Rama meminta lo menemuinya di dekat masjid?” Helen jadi semakin penasaran. “Gue juga enggak tahu, tapi nanti lo mau kan menunggu gue di pos satpam?” “Kan Rama mintanya lo yang ke sana, bukan sama gue.” Jemari Bebby mengetuk mejanya, apa yang dikatakan Helen ada benarnya. Tapi dirinya bingung kenapa Rama harus mengajaknya ketemu di sana. Ada beberapa pertanyaan di benak Bebby sekarang ini yang dia sendiri tidak tahu bagaimana memecahkannya. Seorang lelaki sebagai ketua kelas masuk ke dalam kelas sambil membawa buku tulis dan seperti paket karena ukurannya tebal. Ketua kelas itu pasti dari ruang guru, guru Bahasa Indonesia memang akhir-akhir ini jarang masuk kelas karena baru saja keluarganya mendapat musibah. Anak dan suaminya habis kecelakaan dan kondisinya parah, makanya sudah dua minggu ini hanya diberi tugas mencacat, merangkum atau soal. “Tugas hari ini cuma mencatat yang ada di buku paket ini. Mau ditulis atau didikte?” tawar sang ketua kelas sambil menatap teman seangkatannya. Banyak suara yang memberikan voting antara ditulis di whiteboar atau didikte. Setelah beberapa menit, ketua kelas memutuskan jika lebih baik didikte saja. Itu akan lebih menyingkat waktu dan tidak membuat sekretaris bolak-balik mengisi ulang tinta spidol. “Helen, didikte saja.” titah sang ketua kelas sembari menyodorkan buku paket tadi. Sambil membawa bolpoin dan buku catatannya, Helen maju mendekati ketua kelas yang sedari tadi duduk di kursi guru. Setelah dijelaskan, Helen tahu bagian mana saja yang harus dibacakan. Gadis remaja itu duduk di kursi guru dan mulai mendiktekan apa yang ada di buku paket. *** Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Bebby dan Helen mengemasi barang-barangnya. Sebelumnya Bebby mengantar Helen ke ruang guru dulu untuk mengembalikan buku paket serta memberikan buku catatan ke meja guru. “Len, lo temani gue ya.” pinta Bebby. “Gue enggak Beb, soalnya kan Rama minta yang datang cuma lo.” gadis ini menggigit bibir bawahnya karena merasa tak enak. “Sudah, ayo ikut saja.” tanpa mendengar apa yang dikatakan Helen, Bebby langsung saja menyeret teman baiknya itu menuju area dekat masjid. Di samping masjid itu memang ada taman kecil yang ditumbuhi banyak bunga pisang. Terlihat bunganya menggelantung ke bawah berwarna oranye bercampur kuning. Terlihat cantik memang, menyejukkan mata yang memandang. Dari kejauhan bisa Bebby lihat jika Rama sedang duduk di salah satu kursi taman. Dia semakin merasa aneh karena Rama sendirian dan terlihat seperti orang gelisah. “Ram, gue sudah datang.” Bebby berdiri di samping kursi tempat Rama duduk bersama Helen. Lelaki berwajah chinese itu memandang Bebby, dia juga menangkap ada Helen berdiri di samping Bebby. Rama belum mengatakan sepatah kata pun, dia seperti tidak nyaman karena ada Helen. “Kayaknya gue menunggu di pos satpam saja deh, Beb.” Helen sadar jika Rama tidak menginginkan keberadaannya di sana. “Tapi, Len...” “Benar apa kata Helen, Beb. Lagi pula gue ingin bicara berdua saja sama lo.” sambungnya sebelum Bebby menyelesaikan perkataannya. “Gue tunggu di pos satpam ya.” gadis berkacamata itu langsung pergi setelah melempar senyum sopan pada Rama. Meski sedikit bingung, Bebby mengangguk saja. Dia sekarang sudah duduk di samping Rama dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Rama padanya. “Beb... Gu...” “Enggak pakai pegang-pegang segala kan, sorry gue enggak nyaman.” Bebby menghindar saat Rama berusaha memegang tangannya barusan. “Maaf, gue tidak bermaksud membuat lo tidak nyaman.” Tangannya dia alihkan dari awang-awang dan dia letakkan di atas pahanya lagi. “Apa ada hal penting yang mau lo bicarakan? Maaf, waktu gue enggak banyak. Kasihan Helen menunggu lama.” Bebby langsung terang-terangan pada Rama. Bukan menjawab atau mulai berbicara, Rama malah menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan perlahan pula. Rama mengulanginya sampai beberapa kali sampai rasa groginya sedikit hilang. “Begini Beb, maksud gue meminta lo menemui gue di sini itu karena ada sesuatu hal penting yang mau gue katakan sama lo.” tangan Rama memukul pahanya pelan secara teratur, terlihat jelas jika Rama gelisah. “Tentang hal apa?” Bebby mencoba bersabar menghadapi Rama kali ini, dia tidak ada pikiran aneh-aneh tentang lelaki yang duduk di sampingnya itu. “Gue mau tanya, apa lo sudah punya pacar?” tidak bisa dipungkiri, badan Rama panas dingin sendiri sekarang ini. Padahal mereka berada di ruang terbuka, tapi Rama merasa gerah. “Memangnya kenapa lo tanya kayak begitu segala?” “Jujur kalau selama ini gue suka sama lo dari awal melihat lo di kostannya Virgo malam itu. Tapi gue tidak ada keberanian untuk mengungkapkan perasaan gue ke lo.” Rama menjeda perkataannya, dia kembali menarik napas dalam-dalam. “Lalu?” Bebby hanya memancing saja, dia bukan tidak peka apa maksud dari Rama sekarang. “Kalau misalkan lo belum punya pacar, lo mau tidak jadi pacar gue?” tanya Rama hati-hati, bahkan suaranya terdengar lirih di akhir. Sekolah sudah sepi, mungkin ada beberapa murid yang sedang latihan ekstrakurikuler. Tapi di sekitar sini memang tidak ada siapa-siapa kecuali mereka berdua. Angin berembus, membuat wajah Bebby tersapu oleh debu. “Kalau lo bingung atau kaget, gue bisa kasih waktu sampai tiga hari buat lo berpikir dan menyiapkan jawaban yang pas.” Rama berlagak seperti para pemain sinetron di televisi jika mereka sedang mengungkapkan perasaannya pada perempuan. Jika tadi helaan napas terus terdengar dari Rama, kini ganti terdengar dari Bebby. Gadis itu melakukan hal yang sama seperti Rama tadi. “Gue tidak menyalahkan lo kalau lo ada perasaan sama gue. Tapi maaf Ram, gue tidak bisa menjadi pacar lo.” Bebby tidak ingin membuang-buang waktu selama tiga hari hanya untuk memikirkan hal yang tidak menguntungkan baginya. Ditambah Bebby tidak setega itu membiarkan Rama menunggu selama tiga hari yang hanya akan mendengar jawaban penolakan darinya. Lebih baik Bebby langsung mengatakannya dari awal. “Tapi kenapa Beb, lo bisa memikirkannya dulu selama tiga hari. Gue siap menunggu lo selama itu untuk sebuah jawaban.” Rama masih memaksa. “Percuma Rama, kamu lo menunggu seminggu atau dua minggu juga jawaban gue akan tetap sama. Selama ini gue hanya menganggap lo itu sebagai teman gue saja, tidak lebih.” Hati Rama terasa tertusuk mendengar jawaban Bebby yang terlalu jujur. Dia tidak menyangka akan mendapat penolakan seperti ini. Ekspektasinya tentang kisah cinta romantis bersama Bebby gagal siang ini juga. “Kasih gue alasan kenapa lo menolak gue, Beb.” “Kedatangan gue ke sini itu untuk belajar, gue belum mau pacaran. Gue tidak mau pikiran gue terpecah karena hubungan anak remaja.” Jujur saja, memang inilah alasan Bebby yang sebenarnya kenapa dirinya menolak Rama. Padahal jika dilihat, sebagai lelaki itu Rama tidak cacat sedikit pun. Rama lelaki berparas tampan, memiliki kulit putih layaknya keturunan china, bertubuh tinggi juga dan otaknya juga lumayan cerdas. Bahkan keluarga Rama bisa dibilang sangat kaya raya. Rama juga bukan pribadi yang sombong, dia lelaki humble dan mudah bergaul. Tapi entah kenapa, tidak ada sedikit pun rasa tertarik di hati Bebby untuk lelaki yang duduk di sebelahnya itu. “Maaf Ram, gue tahu ini menyakitkan buat lo. Tapi gue harap lo mengerti, gue mau jadi teman lo tapi gue tidak mau kalau lo meminta lebih dari pertemanan. Batas lo di hidup gue memang hanya sebatas teman saja.” Bebby memberanikan diri mengusap bahu Rama agar lelaki tampan itu bisa lebih tenang dan tidak terlalu terpukul. “Meski lo bilang begitu Beb, gue akan terus menunggu lo sampai lo bisa jadi milik gue.” tekad Rama tidak mau kalah. “Please, jangan siksa diri dan hati lo sendiri Ram. Gue juga tidak tahu apakah suatu saat nanti gue bisa membalas perasaan lo atau tidak. Lo pantas bahagia.” “Tapi bahagia gue ada di lo, Bebby.” Kepala Bebby menunduk, dia bingung harus bagaimana lagi menjelaskan kepada Rama dan membuat lelaki itu mengerti apa maksudnya. “Bahagia itu ada di hati lo sendiri Ram, lo yang menentukan. Bukan gue atau orang lain.” Rama diam, dia tidak terima akan penolakan Bebby kali ini. Suatu saat, dirinya akan mengungkapkan perasaan ini lagi pada Bebby. “Gue pulang dulu ya, kasihan Helen terlalu lama menunggu gue.” Gadis judes itu berlalu begitu saja meninggalkan Rama sendirian di sana. Bebby sudah tidak peduli lagi apa yang akan dilakukan oleh Rama. Yang terpenting sekarang, dirinya sudah mengatakan apa yang ada di dalam isi hatinya. Kejujuran harus diungkapkan meski nyatanya menyakitkan. Ini prinsip yang Bebby pegang selama ini. Sebisa mungkin Bebby tidak hidup dalam kebohongan yang nantinya akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri di kemudian hari. *** Next...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD