"Kamu,.kok, ngomong sendiri, Kha? Lagi latihan buat pementasan drama di sekolah, ya?"
Khanza mengerjapkan mata, menatap bergantian Mama dan Sameer. Astaga, benarkah ini Mama tidak dapat melihat Sameer? Mama tidak sedang bercanda, 'kan? Mustahil. Yang lebih mustahil lagi adalah Sameer yang mengambang!
Khanza menutup mulutnya yang terbuka menggunakan kedua tangan melihat kaki Sameer tidak menyentuh lantai kamarnya. Pria itu benar-benar melayang, Sameer terbang!
"Kamu kenapa, Kha?" tanya Mama. Sepasang alisnya berkerut melihat ekspresi putrinya yang tak biasa. "Kok, kayak yang kaget gitu?"
Khanza menggeleng cepat berusaha menyipitkan matanya yang melebar. Dia meringis, sedapat mungkin membuat semuanya terlihat normal. Dia tak ingin Mama curiga.
"Beneran nggak apa-apa?" tanya Claudya lagi. Dia masih khawatir, wajah Khanza terlihat pucat.
Khanza mengangguk berusaha meyakinkan Mama. "Iya, Mama, aku baik-baik aja!" katanya setengah berseru. Sebenarnya tidak sengaja, dia hanya ingin menghentikan Mama yang terlihat ingin memasuki kamarnya.
Tidak, saat ini Mama tidak boleh masuk ke kamarnya. Saat ada seorang jin tengah melayang di dalam kamarnya. Khanza mengibaskan tangan dengan kacau melarang Mama untuk masuk lebih jauh.
"Aku udah mau tidur, Mama, nggak mau makan. Besok aja sarapannya banyak-banyak." Khanza memasang wajah memelas. Dia juga berpura-pura menguap agar Mama percaya dia mengantuk dan ingin tidur sekarang. Lalu, untuk makan malam, dia juga sudah tidak menginginkannya. Rasa laparnya menguap dengan kejutan yang didapatkannya dari botol antik kesukaannya.
Claudya menggeleng pelan beberapa kali, bibirnya mengukir senyum. Sudah menjadi kebiasaan Khanza jika akan tidur tidak mau diganggu. Dia tadi hanya ingin memastikan saja, kalau-kalau terjadi sesuatu pada putrinya karena mendengar suara Khanza yang terdengar sedikit ketakutan. Khanza takut pada kecoa dan tikus yang sering berkeliaran saat malam.
"Nggak ada kecoa, 'kan?" tanya Claudya lagi memastikan sebelum menutup pintu kamar khanza dan meninggalkannya. "Nggak ada tikus?"
"Mamaaaa!" Khanza merajuk. Bibir mungilnya mengerucut.
Claudya tertawa melihat tingkah putri semata wayangnya. "Oke, Sayang. Selamat malam, selamat tidur!"
Mama memberikan ciuman jarak jauh sebelum menutup pintu kamarnya, seperti biasanya. Dia bukan anak kecil lagi yang harus didongengi hanya untuk tidur. Khanza membalasnya sebelum pintu kamarnya benar-benar tertutup.
"Sekarang kau percaya, 'kan?"
Pertanyaan dari suara besar dan dalam itu kembali menarik perhatian Khanza, setelah beberapa saat tadi dia memfokuskan pikiran pada Mama. Khanza menyipitkan mata, menatap pria tampan di depannya yang masih saja melayang. Pria itu tersenyum, kedua tangannya terlipat di depan d**a.
"Jika aku benar-benar seorang jin? Buktinya, ibuku saja tidak bisa melihatku."
Khanza membuang muka, tangannya memencet pangkal hidung. Kenyataan jika di depannya berdiri seorang jin berjenis kelamin laki-laki membuatnya syok. Ayolah, di zaman seperti sekarang ini yang sudah sangat maju, rasanya sangat mustahil masih ada jin dan sejenisnya. Khanza masih berharap dia hanya bermimpi ataupun berkhayal, meskipun kenyataan di depannya merupakan sebuah fakta yang tak bisa dibantah lagi.
Khanza menarik napas panjang, membuangnya dengan pelan melalui mulut. Dia mencoba untuk memercayai apa yang dikatakan pria yang mengaku bernama Sameer. "Oke, kamu emang jin, aku terpaksa percaya."
Sameer tertawa mendengarnya. Ia menggeleng pelan beberapa kali, tetapi tak keluar satu kata pun dari mulutnya. Ia menunggu Khanza selesai berbicara.
"Aku mau nanya satu hal." Khanza menata lurus-lurus pada mata ocean blue yang membuatnya berdebar. Sumpah demi bakso yang merupakan salah satu makanan favoritnya, mata itu adalah yang paling indah yang pernah dilihatnya.
Sameer mengangguk mempersilakan.
"Kamu berasal dari mana? Kenapa bisa ngomong dan ngerti bahasa aku?" tanya Khanza dengan sepasang alis berkerut. Dilihat dari pakaian dan parasnya, Sameer tak terlihat seperti orang Indonesia, tetapi pandai dan mengerti bahasanya. Bukankah itu aneh? Wajar jika dia bertanya, 'kan?
Gara-gara bingung dan penasaran, Khanza sampai lupa jika pria tampan yang masih saja melayang di depannya bukanlah manusia. Setelah menyadarinya, dan Sameer kembali menapakkan kakinya ke lantai ubin kamar yang tertutup karpet tebal, Khanza beringsut. Dia memeluk salah satu boneka beruangnya dengan erat.
Pria itu menghampiri Khanza, duduk di sisi tempat tidurnya yang kosong. "Aku menguasai setiap bahasa di mana pun aku terdampar."
Khanza mengerutkan alisnya. Kata terdampar terdengar sedikit aneh di telinganya, seolah saja ini bukan pertama kalinya jin pria itu berada di tempat lain selain tempat asalnya.
"Aku menyerap pengetahuanmu tentang di mana aku sekarang, setiap saat kau menatap dan mengusap botolku." Sameer menatap botol kesayangan Khanza yang masih berada dalam genggamannya.
Mata bulat khanza melebar. "Apa maksud kamu dengan menyerap?" tanyanya kalap. "Apakah itu artinya aku jadi bodoh?"
Sameer tertawa. Ia meletakkan telunjuk di depan bibir Khanza. "Kayaknya, kamu harus memelankan suaramu, atau mamamu akan datang ke sini lagi," katanya.
Khanza segera menutup mulutnya dengan kedua tangan setelah Sameer menjauhkan telunjuknya. Dia baru mengingatnya, tadi berpura-pura ingin tidur agar Mama tidak khawatir. Dia juga tidak ingin Mama melihat Sameer. Ataukah mamanya memang tidak bisa melihat jin laki-laki ini? Sebab tadi Mama bersikap seolah Sameer tak tampak di matanya.
"Kamu belum jawab pertanyaan aku." Khanza berusaha untuk mengubur rasa takutnya. Dia meyakinkan dirinya jika Sameer bukanlah jin yang jahat. Lagipula, dia sudah menolongnya dengan mengeluarkannya dari dalam botol itu. Meskipun berasal dari bangsa jin –jika memang benar, Khanza yakin Sameer masih memiliki hati. "Apa aku jadi bodoh kalo pengetahuanku kami serap?"
Sameer lagi-lagi tertawa. Anak manusia yang ditemuinya sangat lucu menurutnya. Ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan bangsa selain bangsanya. Apakah memang manusia yang merupakan makhluk paling sempurna ciptaan yang kuasa memang selucu ini?
"Aku hanya menyerap, Khanza, bukan mencuri!" kata Sameer setelah tawanya reda. "Kamu nggak bakalan jadi bodoh, atau pengetahuan kamu yang aku serap jadi hilang. Definisi dari menyerap dan mencuri itu beda."
Khanza mengerucutkan bibirnya. Dia sudah tahu jika dua kata itu memiliki arti yang berbeda. Sameer tidak perlu menjelaskannya padanya.
"Udah tahu!" sahut Khanza ketus. "Kamu nggak perlu ngasih tau lagi!"
Sameer tersenyum lebar. "Kan, kamu masih pintar," katanya dengan tangan mengacak puncak kepala Khanza. "Kamu nggak bakalan jadi bodoh, Khanza, aku nggak sejahat itu buat bikin kamu jadi bodoh. Kamu, 'kan, orang yang udah menyelamatkan aku, masa aku tega bikin kamu kayak gitu. Yang ada nanti aku masuk lagi ke dalam botol."
"Maksud kamu?" tanya Khanza. Sepasang alisnya berkerut. Apakah sama seperti.di dalam film-film bertema fantasi tentang jin yang pernah ditontonnya? Jin yang diselamatkan oleh manusia akan mengabdi pada manusia itu. Benarkah seperti itu?
"Maksud aku, sebab kamu adalah orang yang udah bikin aku bisa keluar dari dalam botol itu, jadi kamu adalah tuanku."
Khanza tersedak mendengarnya. Ternyata benar seperti dalam film. Khanza mengerjapkan kata beberapa kali. Dalam benaknya terbayang Sameer yang selalu mengikutinya ke mana pun dia pergi. Astaga! Sangat tidak menyenangkan.
"Apa kamu bakalan ngikutin aku terus ke mana pun aku mau pergi?" tanya Khanza polos. Katanya mengerjap beberapa kali menatap Sameer yang masih belum berpindah posisi. Duduk di depannya dengan jarak hanya satu kaki
Dari jarak sedekat ini, Khanza dapat melihat wajahnya dengan lebih jelas, dan Sameer ternyata benar-benar tampan.