Arumi mencondongkan badan melihat ke bawah sana. Kemana dia? Apa dia sudah pergi? Sepertinya iya. Tak ada tanda-tanda keberadaan pria itu masih di rumah ini.
Hhhh, Arumi bernafas lega pilihannya untuk di kamar selama beberapa menit yang ia gunakan untuk mandi dan bersiap-siap sepertinya… good job.
"Tidak buruk juga."
Bergumam sendiri mengambil langkah ringan menuruni tangga. Sesekali tersenyum membalas pesan adik-adiknya yang sibuk meledek Adelio karena di tinggal nikah sama pujaan hati.
#Logan Family
Me : Jadi gimana, Lio nyerah?
Si Nakal L : Ya gimana dong, masa iya L harus kesana terus bawa dia kabur
Si Nakal L : Gak mungkin itu terjadi dong ya,
Superman : Sebelum itu terjadi, daddy sunat langsung habis sekalian.
Si Manja : Auhhh, ngilu BAHAHAHAHA
Si Nakal L : Daddy kok gitu, emang mau nggak punya cucu dari orang tampan?
Si Nakal L : Jahara deh, masa mau enak sendiri anaknya dilarang ngerasain belah duren (╥﹏╥)
Superman : Tenang aja, tinggal operasi jadi cewiwiw ngehehe
Si Nakal L : Ya gusti nu agung, adinda sudah tidak sanggup menjadi anak beliau. Apa yang harus adinda lakukan gusti?
Superman : Minggat. Simple kan, simpel dong masa gak sih
Si Nakal L : Daddy, mommy nggak ngasih jatah ya? Kok nyebelin?
Superman : Ohoh sudah pasti di… KASIH DONG, ENAK GITU KOK DITOLAK.
Superman : You know son, it's so good (* •͈ᴗ•͈) daddy gak butuh makan asal ada mommy NYEHEHEH
Si Manja : Wahhh… primitif
Si Manja : Bang, kayak nya ucul deh kalo dirimu nggak punya… sensor… NGAHAHAHA
Si Manja : Anyway dad, bang… sepertinya kalian terancam punah deh.
Tidak lama voice note dari Adelia baru saja masuk. Sepertinya ketiga adiknya sudah bertukar posisi. Adelio yang biasanya nakal kini manja sekali Sebaliknya Oscar si manja malah nakal banget.
Si Cerewet : "MOMMY… LIO SAMA DADDY NGOMONG JOROK MENCEMARKAN NAMA BAIK GROUP FAMILY LOGAN"
Arumi tertawa mendengar teriakan aduan dari adik nya. Sikap cerewet ceplas-ceplos nya Adelia sekarang jadi tukang aduan.
Sibuk dengan handphone, sampai tidak sengaja menabrak benda keras tapi juga lembut.
"Aduh. Astaga, hp… ku!"
Matanya berkedip-kedip melihat refleknya seorang Kookie masih bisa menangkap handphone yang hampir tergeletak tak berdaya.
Kookie menegakkan badannya tersenyum kecil menatap wajah kaget Arumi.
Dengan kacamata bulat, rambut kecoklatan di gerai panjang sedikit poni, penampilan Arumi malah terlihat menggemaskan.
"Lain kali, jangan main hp kalo jalan apalagi turun dari tangga, bahaya."
Nasehat Kookie malah mendapat tatapan lekat dari Arumi. Dia lagi-lagi ketawa geli liat mimik muka Arumi. Ada dengan gadis ini? Kenapa begitu mempesona?
"Kenapa?"
"Oh!? Bu-bukan apa-apa."
Arumi cepat-cepat memutuskan tatapan meraih handphone miliknya di tangan Kookie.
Kookie mengulas senyum menarik diri menjauh dari Arumi. Takut semakin terjerat dalam pesona gadis itu.
"Ayo duduk, makanannya sudah dipanaskan. Tadinya baru mau manggil, tau-tau udah rapi. Mau jalan-jalan kah?"
Arumi sontak melihat ke arah Kookie, pria itu juga tak sengaja memandang sehingga keduanya terdiam saling bertatapan.
Indah.
Lukanya begitu jelas disana.
Berselang beberapa menit, keduanya tersadar dari tatapan berdehem kecil membuang pandangan ke arah lain mencoba menghilangkan kecanggungan satu sama lain.
Harusnya Arumi bisa bersikap biasa-biasa saja, toh tak ada apa-apa di antara mereka selain teman lama.
Benar kan, jadi ayo Arumi netral saja anggap ini seperti bertemu pasien.
"Habis ini kamu mau keluar?"
Daripada diem-dieman kayak orang bodoh cuma bisa melirik, mending mulai ngobrol. Syukur-syukur bisa menjadi teman seperti dulu. Dan Arumi tau niat baik pria matang di depannya ini mengangguk pelan.
"Nunggu Ruby pulang sekolah dulu baru jalan. Uncle gimana? Mau balik ke hotel atau disini?"
Good job Arumi, sudah melakukannya dengan baik. Mengangkat kepala secara perlahan diimbangi dengan senyuman. Tak heran jika saat ini Kookie langsung terdiam terpesona melihat senyum Arumi.
Dia yang tidak tahu apa yang terjadi pada Kookie tampak biasa-biasa saja, menyelipkan rambut di belakang telinga dirasa mengganggu acara sarapan ahah.. lebih tepatnya makan siang.
Sudut bibir yang naik ke atas ketika tersenyum tak urung membuat Kookie melupakan masalahnya. Dia ikut tersenyum simpul mengangguk pelan.
Kookie seolah enggan untuk mengalihkan pandangannya dari Arumi. Dia tau perasaan tanpa disengaja ini tidak seharusnya hadir disaat luka dari orang lain torehkan masih sangat basah. Namun bagaimana lagi, ketika bibir tebal berwarna merah mudah berbentuk hati tersenyum begitu manis, lukanya seakan-akan perlahan kering.
Tiba-tiba saja, Kookie teringat bagaimana cara dia mengecup bibir seksi Arumi. Sshh… jangan lagi, hawa panas membuatnya berkeringat dingin tanpa sebab.
"Pedes banget ya uncle? Perasaan disini cuma ada Gulaschsuppe terus Falscher Hase, juga ada sosis bakar sama yang terakhir black forest doang. Jadi, apanya yang pedas sampe keringetan gitu?"
Bisa Arumi lihat, Kookie jadi gelagapan meraih tisu lalu menyeka keringatnya.
"Oh, hahaha bu-bukan apa-apa kok. Mungkin gara-gara semalam minum banyak, jadinya rada mual gimana gitu."
"Eh, serius?"
Naluri kedokteran Arumi timbul, dia berdiri dan mencondongkan badannya ke depan agar lebih dekat ke Kookie lalu menyentuh kening pria itu. Arumi diam memeriksa suhu tubuh Kookie menyamakan dengan suhunya lalu mengangguk.
"Suhu uncle emang hangat, tapi gapapa selama istirahat."
Arumi kembali menarik diri dan duduk melanjutkan makannya.
Lain halnya dengan Kookie. Pria itu akhirnya membuang nafas perlahan setelah menahannya cukup lama.
Seumpama ini fantasi, sudah pasti Arumi akan melihat listrik menjalar di sekujur tubuh Kookie karenanya. Sentuhan lembut berpengaruh besar dalam dunia seorang Kookie.
Kalau boleh jujur, Kookie ingin memeluknya sekedar menenangkan hatinya yang semakin tidak karuan ini.
Mengabaikan bagaimana cara Kookie meliriknya, Arumi beranjak dari tempat duduk berjalan ke wastafel pencuci piring guna menyimpan piring bekasnya tak lupa dibersihkan.
Terlihat Kookie juga sudah selesai dan beranjak menghampirinya ingin ikut membersihkan bekasnya. Arumi menegang tatkala ia dan Kookie berjarak begitu dekat dengan pria itu berdiri di sampingnya.
"Biar saya aja, uncle bisa istirahat di ruang tamu."
"Biar saya bantu, saya termasuk laki-laki yang pintar dalam urusan dapur lho jangan salah. Apalagi soal cuci piring, menurut saya hal kecil."
Kali ini dia benar-benar tidak tahu apa yang telah terjadi padanya. Kenapa setiap pria itu, melirik, memandang, ataupun hanya berdiri seperti ini dadanya selalu saja berdegup kencang bahkan kedua pipinya terasa panas.
Terlebih-lebih lagi, dia merasa sakit melihat luka di mata pria itu. Ada apa sebenarnya? Kamu kenapa Arumi? Tidak biasanya seperti orang bodoh.
Ini tidak benar.
Kalau begitu, Arumi segera melepas sarung pencuci piring dan berputar melihat Kookie.
"Kenapa?"
"Jago soal ini, 'kan?"
"Why? Anda meremehkan saya nona? Begitukah?"
"Yes saja."
Kookie berkacak pinggang meniup poni nya tidak terima diremehkan.
"Bisa tidak jangan terlalu dingin sama orang lain? Kamu dokter lho, kok bisa-bisanya ngeremehin orang lain. Merasa paling hebat kah?"
"Of course. Saya Arumi Brynlee Logan, ah bukan tapi Arumi Bramantyo Logan anak pertama tuan Elvano__"
"Hei."
Arumi mengangkat bahu tersenyum miring, "Oke." Ucapnya menarik tangan Kookie, menaruh barang yang sedari tadi tak lepas dari pegangannya.
"Ini__"
Arumi dengan cepat memotong, "Merasa diremehkan bukan? Kalau begitu silahkan tuan paling jago, kamu bisa mengambil alih cuci piringnya. Ah satu lagi," Arumi berjalan ke meja lalu menunjuk meja tersebut.
"Tolong di bersihkan sekalian jangan sampai ada yang kotor soalnya kasian anty capek-capek dari ngajar mesti harus bersih-bersih lagi. Saya… permisi undur diri tuan paling jago."
Arumi tersenyum lebar membungkuk hormat layaknya seorang putri kerajaan memberi salam kemudian mundur beberapa langkah lalu berbalik melenggang pergi kembali ke kamar.
"Waaahhh,"
Kookie berpegangan pada pinggiran wastafel menertawakan dirinya sendiri mengingat bagaimana dia hanya terbengong-bengong melihat tingkah Arumi.
"Menarik. Sangat-sangat menarik sampai rasanya pengen ku ketok kepalanya. Bikin gondok ya sis," Menghela nafas panjang, "Niatnya pengen deket malah disuruh bersihin sendiri."
Dia kini mengerti, niat jahat akan selalu apes sendiri seperti saat ini. "Hahhh," sejenak melihat beberapa piring di wastafel dan meja, membuatnya tertawa hingga detik berikutnya muka nya jadi datar.
***
Jayden keluar dari ruang meeting room, dengan handphone berada di telinga ia berjalan menuju ruangannya.
Darek selaku sekretaris membuka pintu untuknya lalu ikut masuk dan berdiri di depan meja sang CO-CEO.
"Bagaimana, sudah dapat?" Tanyanya sambil duduk memeriksa email dari Jakarta.
"Sudah pak, silahkan dilihat."
Jayden mengangguk menerima map coklat bertali dari Darek. senyumnya mengembang melihat hasil kerja Darek sang sekretaris. Membuka laci meja meraih map folder.
"Periksa ini setelah itu pindahkan di backup flashdisk kantor."
"Baik pak. Ada lagi pak,"
"Ah, kirim seseorang ke Novotel katakan saja atas nama tuan Jeon Kookie. Orangnya ada di rumah, sementara barang-barangnya masih di sana."
"Baik pak, permisi."
Setelah Darek undur diri, Jayden berdiri meraih kembali handphone miliknya yang bergetar.
"Halo bang, belum tidur? Ah nggak usah dijawab, ngerti saya."
Ikut tertawa kala mendengar suara tawa di seberang sana.
"Dimana?"
Jayden duduk di pinggir meja memandang keluar menatap puncak gedung di luar sana.
"Di kantor biasa. Oyah, saya udah kirim file hasil riset anak-anak disini. Tim R&D sih berharap riset mereka didengar biar lebih menyesuaikan keinginan dan kebutuhan konsumen."
"Baiklah, hubungi Selvi biar dia yang atur nanti. Terus apa lagi,"
"Emm, beberapa salon kecantikan terus dari hair stylist Artist mengirim proposal untuk kerjasama. Belum kami respon sih, warna mereka benar-benar berbeda dari produk kita. Jadi, untuk sementara saya tangguh kan dulu."
"Kerja bagus. Bagaimanapun juga jangan biarkan mereka mundur, ini peluang mu jika produk kita masuk dalam daya tarik mereka."
"Oke."
"Ah Jay,"
Tok.tok.tok.
"Iya bang, kenapa?"
Jayden menoleh mendengar ketukan pintu, tak lama Lintang terlihat menyembulkan kepala tersenyum lebar.
Jayden jadi ikut senyum berjalan ke arah istrinya dan menyambutnya dengan pelukan.
Dia berbisik, "Tunggu bentar ya, bang Vano nelpon soalnya." Mendengar itu Lintang mengangguk mengikuti Jayden duduk. Wanita itu duduk di pangkuan sang suami.
"Jadi gini, lusa ada pertemuan di turki habis itu ke Saudi Arabia. Dan saya mau kamu nyusul kesana. Bawa Lintang juga gapapa, Abi juga ikut soalnya. Jangan lupa kepala tim perencana, dia dibutuhkan di sana."
"Oke. Ruby gimana?"
"Kirim ke Jakarta aja sama Arumi, urusan sekolah minta izin aja nggak lama paling seminggu an lah paling cepat."
"Oke, nanti saya bilangin Lintang sama Uby bang."
"Oke itu aja…. Arumi gimana? Dia baik-baik saja kan? Di grup keluarga sih dia keliatan oke, siapa tau kan dia rada… ya gimana lah."
"Aman bang tenang aja. Dia juga lagi di rumah, kebetulan ada… "
Sepertinya mengatakan Kookie bersama Arumi di rumah bukan hal yang bagus, takut Elvano mengamuk membiarkan anak gadisnya bersama seorang pria biarpun itu sahabat Lintang.
"Ada siapa?"
"Oh itu, ada kucing di rumah jadi dia nggak kesepian amat lah."
Katanya dengan kening mengernyit melihat Lintang beranjak. Matanya mengikuti kemana istrinya bergerak, dan ternyata Lintang mengunci pintu mengubah warna jendela tak lupa menghidupkan peredam suara.
Pipinya bersemu kemerahan melihat Lintang menggodanya di meja sofa.
"Ckh, kira apa. Ya sudah, saya matikan."
"Hehehe, salam sama kakak ipar dan anak-anak."
"Oke."
Jayden tersentak mengerang mendongak memejamkan mata menikmati permainan lidah Lintang memainkan kejantanannya di bawah sana.
"Sa-sayang…"
"Kenpha mhau bherehnti?" (kenapa mau berenti?)
"Jangan. Teruskan Lin, teruskan… ahhh Lin… s**t!"
Plong. Lintang tersenyum melihat Jayden blingsatan begitu dia melepas emutan nya sampai terdengar suara seperti tadi.
"Hahh, aku nggak kuat sayang.. kamu makin pinter tau mainnya sampe kalah aku."
Lintang semakin melebarkan senyumnya membiarkan Jayden menanggalkan seluruh pakaiannya. Dia pun tak tinggal diam melakukan hal yang sama pada suaminya hingga sama-sama polos.
Entahlah hari ini Lintang begitu nakal meremas-remas payudaranya dan melebarkan kedua pahanya, Jayden sampai meneguk salivanya mengendus-endus harum dari milik Lintang.
"Papa maung mau diam aja atau mama maung mesti pulang… eegghhh!"
"Jangan harap bisa pulang dalam keadaan baik-baik aja sayang."
"Siapa takut?"
"I love it sayang."
"Aaahhhh… lidah kamu ughh!"
Oke stop stop stop. Lebih baik kembali ke rumah mereka dimana seorang gadis tengah menghubungi dokter spesialis jantung untuk consul soal apa yang sudah terjadi padanya.
"Halo dokter David, kamu senggang atau tidak?"
"Ayolah Umi, jangan buatku kesal. Cukup sepupumu itu."
"Senggang apa nggak?"
"Hehehe senggang kok, ada apa? Kamu mau dijemput atau gimana?"
"Detak jantungku di atas normal, kenapa begitu?"
"Hah? Maksudnya?"
"Ck, intinya akhir-akhir detak nya di atas normal di waktu tertentu. Saya udah ngelakuin teknik relaksasi untuk mengurangi stres, minum air putih yang cukup untuk mengurangi dehidrasi juga sudah. Tapi, debarannya malah makin jadi. Apa saya perlu ke dokter? Kamu tau kan, respons fisik dan psikis saya seperti apa."
"Hemmm, sepertinya ini sedikit gawat sih. Bagaimana sama rasa cemas, kurang tidur atau kelelahan, apa normal?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu… kurangi alkohol mu."
"Sialann."
"Hahahaha. Khem, soal ini aku beneran lho Arumi, pulang nanti temui aku kita lakukan pemeriksaan."
"Baiklah."
"Kamu__"
Arumi lebih dulu memutuskan panggilan sebelum mendengar omongan David. Arumi menjatuhkan tubuhnya di kasur merenungkan perkataan David yang memintanya mengurangi kadar Alkohol.
Ahh… dulu waktu kecil dia tidak suka melihat kamar sang daddy penuh dengan alcohol, sekarang malah dia pun jadi salah satu penggemar minuman keras itu.
Saat lemari penyimpanan daddy telah kosong dari berbagai alcohol, kini kulkas kecil dipenuhi oleh minuman ada di kamarnya.
Itu pun hanya Elvano dan Abi yang tau kalau dia menggantikan daddynya sebagai pengoleksi minuman jahat.
Kalau memang soal itu, sepertinya kali ini dia memang harus mendengarkan David untuk mengurangi konsumsinya terhadap alkohol.
"Hahh, kirain aku kenapa sampai kayak gitu, ternyata hahaha. Oke, kalau gitu sekarang lima botol dikurangi dua… eh satu aja deh."
Drrtt.
David : Bukan 2 ataupun 1 sayang. Tapi… 4 botol. Oke cantik(◕દ◕)
"DAVID SIALAAN!!"