Semua orang sedang sangat memperhatikan Kiara. Apalagi saat melihat ada luka di wajah cantiknya tersebut. Mereka mereka kasihan dan prihatin.
"Sayang, makan lebih banyak. Setelah itu minum obat dan istirahat!"
"Mama gak liat kakak makan lebih banyak dari biasanya!" Asyla tertawa meledek.
Papa dan mamanya tertawa setelah mereka menyadari hal tersebut. Kiara mungkin kelaparan dan nafsu makannya sedang baik.
Saat semua orang kembali tenang, mereka menyadari kalau Kiara tidak hanyut tertawa bersama mereka. Asyla yang paling cepat menyadarinya. Biasanya kakaknya akan menepuk kepalanya saat dia meledeknya. Kenapa reaksi kakaknya berbeda dan sepertinya tidak tertarik dengan candaannya?
Asyla tidak terlalu berpikir keras, karena dia hanya berpikir kakaknya mungkin sedang serius. Karena mamanya bilang, alasan kakaknya buru-buru ingin dipulangkan dari rumah sakit, adalah karena pekerjaan.
"Kakak, sore ini Asyla mau nonton konser. Kakak ingatkan? sebulan lalu kakak yang pesenin tiketnya. Kiara mau pakai baju kakak yang putih, yang beli sama Asyla waktu itu!"
Asyla sudah mulai sibuk mempersiapkan pakaian untuk pergi ke konser sejak dua hari lalu. Dan dia merasa tidak ada yang bisa dicocokkan dengan rok barunya. Kemudian dia ingat baju kakaknya.
Mamanya menegurnya dengan menepuk keningnya. "Kamu punya baju cukup banyak, alasan aja kamu mah pengen pakai baju kakakmu!"
Asyla hanya nyengir dengan teguran mamanya. Dia paling menyukai kakaknya, dan merasa apapun yang dipakai kakaknya sangat bagus.
"Kakak, diem aja! Nanti Asyla ambil sendiri ya!" Asyla masih agak bingung, kenapa sikap kakaknya sangat serius sejak pulang dari rumah sakit. Bahkan terkesan jauh.
Kiara hanya melirik Asyla sebentar, sebelum kesedihan kembali menguasainya, dia memalingkan wajahnya. Yah, biasanya dia tidak akan menolak permintaan kecil Asyla. Adiknya selalu manja terhadapnya. Menurutnya itu menggemaskan. Akan tetapi, sekarang dia merasa tertekan.
Dia selalu mengabulkan permintaan kecil Asyla. Dia menyayanginya, tapi kenapa Asyla tega menyakitinya?
"Ayah, aku akan kembali ke kamar!" Kiara pergi meninggalkan meja makan dalam keheningan.
Seno melihat punggung putrinya yang mulai menjauh. Ada kedinginan yang tidak pernah dia lihat dari sosok sang putri. Ini pertama kalinya, dia melihat Kiara bersikap seperti itu di keluarga.
"Biarkan kakakmu sendiri. Mungkin moodnya sedang buruk, kakakmu juga ada pertemuan penting siang nanti, jangan ganggu dia dulu!" Seno mengingatkan Asyla, karena tidak ingin Asyla berpikir terlalu banyak tentang sikap Kiara barusan.
Seno kembali mengingat pembicaraan kecilnya di rumah sakit, mungkin masalah terkait Jordi yang membuat Kiara bingung dan kesal.
Dia juga menghela napas, menyayangkan perbuatan Jordi. Anak itu sangat baik dan masuk dalam kriteria mantu idamannya. Dia pikir, Jordi akan membahagiakan Kiara dan tidak akan menyakitinya.
"Ayah, Asyla berangkat ngampus dulu ya!" Asyla juga mengerti maksud baik ayahnya, dia juga tidak terlalu mengambil hati sikap kakaknya barusan.
_
Di kamarnya, Kiara hanya duduk diam di atas tempat tidurnya. Memandangi foto dirinya dan Jordi yang diletakkan di samping komputernya.
Dia marah pada Jordi, begitupun dengan Asyla. Kekecewaannya terlalu besar terhadap mereka. Dia bisa putus dengan Jordi dan memintanya untuk tidak lagi menemuinya, tapi dia tidak sanggup jika nantinya Jordi masih berhubungan dengan Asyla. Dia merasa sangat terhina dan mengenaskan.
Ada keegoisan dalam hatinya, dimana dia ingin Jordi dan Asyla untuk menghilang dari kehidupannya. Tapi bagaimana dengan Ayahnya dan mamanya? Mereka tidak seharusnya ikut terluka bersamanya.
Tertawa, tawa yang sangat sumbang. Kenapa dia, Kiara Gunadi begitu bodoh dan lemah. Hanya karena pengkhianat, apa dia merasa rendah dan takut?
Mengambil bingkai foto itu dan langsung membuangnya ke tempat sampah. Juga matanya langsung mencari barang-barang yang berhubungan dengan Jordi. Baik itu sandal pemberiannya, sepatu hadiah ulangtahunnya, dan hal-hal lainnya tanpa terkecuali.
Kotak sampah itu sepertinya tidak kuat menampung banyaknya barang yang dengan paksa Kiara masukkan ke dalamnya.
Dia menahan agar barang di tempat sampah tidak terjatuh saat membawanya keluar kamar. Kiara tahu konsekuensi dari tindakannya, semua akan tahu kalau hubungannya dengan Jordi sedang tidak baik-baik saja. Tidak masalah, Kiara memang berniat untuk mengakhiri hubungannya dengan Jordi. Sebelumnya dia hanya butuh waktu, karena perasaannya. Kini, setelah melihat Asyla barusan, dia semakin yakin untuk tidak bisa lagi bersama Jordi.
Mamanya melihat dia kesulitan membawa barang, dan terlihat bingung. Sehingga memanggilnya dan menanyakan apa yang sedang terjadi. Kenapa barang-barang itu dibuang. Tapi Kiara hanya berlalu membawa barang itu keluar dari rumah ke arah depan.
Di luar, Kiara melihat Jordi dan Asyla berdiri di dekat mobil. Sepertinya Asyla akan pergi ngampus, dan kenapa ada Jordi bersamanya, Kiara tidak peduli.
Tanpa menghiraukan panggilan Jordi, dia membawa barang itu ke tempat sampah di luar pagar. Biasanya mbak yang bekerja di rumahnya akan memanggil orang untuk membuang sampah dari rumah mereka ke tempat pembuangan sampah. Dia melemparkan barang beserta tempat sampah itu dengan perasaan berat. Bukan karena sayang dengan barang tersebut, tapi karena dia memiliki banyak kenangan yang juga sulit untuk dilupakan. Sakit, dia merasakan sakit yang membuat air matanya keluar.
"Ara, kenapa? Kamu membuang barang-barang itu tidak masalah. Tapi katakan padaku, ada apa?" Jordi sangat khawatir dan bingung, dia mengenali semua barang itu dengan sangat jelas.
Kiara mengabaikannya dan langsung akan masuk kembali ke rumah, tapi Jordi menahannya.
Saat kembali memandang wajah Jordi, Kiara tidak bisa lagi menahan isakannya. Kenapa Jordi tega mengkhianatinya? Apa salahnya?
Jordi berusaha menenangkan Kiara, dia memeluk wanitanya erat, meskipun Kiara melakukan penolakan dengan mendorongnya. Dia tidak tahu kenapa Kiara menangis, tapi dia merasa sakit dan sedih juga.
"Sayang, ada apa?" Jordi telah mengenal Kiara dengan baik, dan dia tahu Kiara tidak akan menangis karena alasan kecil. Pasti ada hal besar terjadi. Hatinya tidak tenang.
Kiara mendorong Jordi, dia benci mendengar laki-laki itu memangilnya dengan sebutan sayang, namun nyatanya telah bermain-main di belakangnya bersama Asyla.
Kiara melihat Asyla juga berjalan mendekat, terlihat bingung dan khawatir. Hati Kiara yang kesakitan tiba-tiba menjadi mati rasa. Dia seperti mendapatkan kekuatan dan langsung menampar wajah Jordi dengan keras.
"Ada apa? Kamu masih bisa bertanya ada apa?" Kiara kemudian menarik tangan Asyla dan mendorongnya pada Jordi.
Jordi kaget dan reflek memegang Asyla agar tidak terjatuh. Tapi langsung melepaskannya dan kembali fokus pada Kiara.
"Ara, pasti ada kesalahpahaman!"
Kiara memandang wajah Jordi, kemudian Asyla yang terkejut dan hampir menangis. "Kamu tahu, itu kesalahpahaman atau bukan. Jordi kita putus!"
Kiara masuk ke dalam rumah dengan mata merah. Dia berlari menuju kamarnya. Setelah menutup pintunya, barulah dia bisa kembali bernapas dengan baik. Tadi rasanya sangat menyesakkan, hingga rasanya hampir mati.
Mengambil keputusan besar, Kiara tahu kalau dirinya butuh waktu lebih banyak untuk merasa baik. Ternyata Jordi memang telah menjadi orang yang paling mempengaruhinya.
Mengambil laptopnya, dia mulai mengumpulkan dokumen-dokumen penting dan mengirimkannya pada asistennya. Di saat itu, ada suara pertengkaran di luar kamarnya.
Kiara sedikit gemetar, karena sepertinya Jordi menolak untuk menerima keputusannya. Untungnya, hari ini ayahnya tidak pergi ke perusahaan, sehingga bisa mencegah Jordi untuk terus mengganggunya.
Dalam hatinya, Kiara berharap Jordi dan Asyla mau mengakui kesalahan mereka. Jika tidak, maka keduanya dapat tetap merahasiakannya. Sampai kapan mereka mau menutupi kesalahan mereka tanpa mengakuinya? Kiara ingin melihatnya.
Setelah menyelesaikan transfer dokumen, Kiara mengambil koper dan mulai mengambil baju dan sepatu, memasukkannya ke dalam beserta barang-barang lain seperti perlengkapan skincare dan hal pribadi lainnya.
Sudah satu jam berlalu, Kiara yakin Jordi sudah pergi dari rumahnya. Menyeret kopernya keluar kamar, Kiara bermaksud pamit pada ayahnya.
Ayahnya sedang minum kopi di teras samping. Ada juga mamanya, mereka sepertinya sedang mengobrol.
"Ayah, Kiara mau bicara!"
Mamanya melihatnya dengan bingung dan penasaran. Kiara merasa bersalah, karena mamanya tidak tahu apa-apa, tapi akan terseret dalam masalah ini.
"Kiara mau ambil cuti, dan pergi liburan sendiri!" Saat Kiara mengatakan hal tersebut, mamanya belum pergi jauh. Dia sengaja melakukannya, agar mamanya tidak terlalu khawatir.
"Ayo bicara di ruang kerja!" Seno melangkah pergi diikuti oleh Kiara.
Kiara tahu, ayahnya pasti tidak setuju dengan keputusan yang diambilnya dengan tiba-tiba. Dan mungkin ayahnya berpikir dia terlalu impulsif.
Seperti dugaan Kiara, ayahnya tidak setuju dia pergi. Ada kemarahan yang jelas di wajahnya yang sudah memiliki jejak penuaan.
"Ayah akan mendukung keputusanmu, kamu tahu, ayah selalu mempercayaimu. Tapi tidak dengan melarikan diri seperti ini, nak! Apakah kamu tidak mampu menghadapi masalahmu? Jika memang Jordi memberikan luka yang amat menyakitkan, maka balas rasa sakitnya dengan menunjukkan kalau hidupmu baik-baik saja tanpanya. Bukan pergi seperti ini!" Seno bicara sangat banyak, tapi sebenarnya dia hanya khawatir. Dia tidak ingin Kiara terluka sendirian, jauh darinya.
Kiara melihat kekhawatiran dalam tatapan ayahnya dan merasa sedikit bersalah. Ayahnya selalu ingin mendukungnya.
"Kiara tidak bisa melihat orang yang menyakitiku berada dekat. Takut jika Kiara tidak lagi bisa menahan dan semakin jauh membencinya!" Kiara mengepalkan erat handphone di tangannya.
Seno mengangkat tangannya, mengusap kepala Kiara. Putrinya yang pemberani akhirnya menunjukkan sedikit ketakutan. Hal itu juga membuatnya sedih.
"Ayah sudah mengusir Jordi. Dia tidak akan berani datang lagi ke sini. Jangan takut, ayah tidak akan membiarkan kamu bersedih!"
Kiara tersenyum, dia juga sudah menebak hal tersebut. "Kiara butuh waktu. Juga sebenarnya Kiara sudah meminta untuk cuti. Siang ini adalah pekerjaan terakhir yang akan Kiara lakukan untuk perusahaan, sebelum Kiara pergi. Bos Kiara sudah setuju!"
Seno menghela napas, tapi masih tidak bisa membiarkannya pergi. Menariknya dalam pelukan, menepuk punggung putrinya yang biasanya selalu terlihat kuat dan tegar.
"Sayang, apakah benar-benar harus pergi. Apakah kamu mau ayah ikut denganmu?"
Kiara menggelengkan kepalanya. Melepaskan pelukan ayahnya dan membuka HP-nya. Dia menunjukkan foto yang diambilnya kemarin sore. Foto yang mungkin akan membuat ayahnya mengerti.
Respon Seno adalah tetap diam sambil menatap wajah putrinya. Ada sedikit kejutan dalam ekspresinya, tapi terlihat tetap tenang.
"Ayah mungkin berpikir ada kesalahpahaman setelah melihat foto ini, tapi apapun alasannya, hati Kiara sakit. Bukan penjelasan yang aku inginkan dari mereka, tapi pengakuan. Jika mereka memilih untuk tidak merasa salah, maka biarlah. Tapi Kiara mungkin akan mengingat hal ini selamanya. Biarkan Kiara pergi sebentar, Yah. Hingga Kiara cukup mampu untuk kembali bahagia dengan hidup Kiara!"
Seno tidak berbicara, juga tidak lagi menahan keinginan putrinya. Karena dia sekarang mengerti, hati putrinya hancur.
"Ayah, Kiara pergi!" Dia melangkah pergi setelah memeluk ayahnya sebentar.
Hubungannya dengan Jordi memang sudah berakhir, tapi tidak mudah mengakhirinya dengan Asyla. Keputusan Kiara untuk pergi menjauh adalah demi hubungan tersebut. Setelah hatinya sembuh, maka dia bisa mengambil sikap pada Asyla.
Dia juga tidak bermaksud menutupinya dari ayahnya. Karena ayahnya harus tahu, dia mungkin tidak akan bisa lagi menjadi kakak bagi Asyla. Sehingga ayahnya tidak akan bingung di masa depan.
Asyla sudah seperti adiknya sendiri, begitupun dengan ayahnya. Ayahnya telah menganggap Asyla seperti putri kandungnya. Bukan hanya hatinya yang sakit, mungkin ayahnya juga merasa kecewa dan terluka bersamanya. Akan tetapi ayahnya selalu bijaksana. Memberitahu ayahnya tidak akan membuat ayahnya membenci Asyla bersamanya. Tapi mungkin akan memberikan perbedaan tentang kasih sayangnya. Kiara sudah puas dengan hal tersebut. Dia tidak akan meminta Asyla pergi dari rumahnya, karena mama.