When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Dinding gua bergetar, bukan karena raungan makhluk bayangan, tetapi oleh denyutan energi gelap yang memancar dari tubuh Senja. Seperti jantung yang berdetak dalam kegelapan, kekuatan itu berdenyut liar, menggetarkan udara. Matanya memancarkan kilatan merah pekat, bukan sekadar cahaya jahat, tetapi refleksi jiwa yang terbelah—antara cahaya yang hampir padam dan kegelapan yang semakin menguasai. Di tengah kebingungan itu, bisikan ibunya menggema di pikirannya, terdengar seperti simfoni kematian. Suara itu memanggilnya untuk menerima takdirnya—takdir yang jauh lebih mengerikan daripada yang pernah ia bayangkan. Gua yang remuk dipenuhi debu dan batuan yang melayang seperti kabut kelam. Senja berdiri tegak, dikelilingi aura gelap yang berdenyut dari tubuhnya. Di hadapannya, Bayu terbaring lem