DEVON 8 - Rencana

1022 Words
Seperti biasa Devi akan membacakan apa saja semua jadwal Devon dalam satu hari ini. Devi memang sangat profesional dalam menjalankan tugasnya. Bahkan tak sekalipun dia merasa canggung atau apalah yang sekiranya menandakan perasaan bersalah setelah apa yang Devon ketahui tentang hubungan sekretarisnya itu bersama Darco. "Apa ada lagi yang Bapak belum jelas atau mungkin ada yang Bapak ingin tanyakan?" Pertanyaan Devi membuat Devon terkesiap. Sejak Devi masuk ke dalam ruangan nya dan selama Devi membacakan semua agendakanya, tak sekalipun Devon memperhatikan. Yang ada dalam benak Devon adalah rasa marah dan bencinya pada Darco. Terlebih melihat Devi yang seolah tak peduli padanya, semakin membuatnya murka. Karena Devon hanya diam saja, Devi rasa memang tidak ada lagi yang perlu Devon tanyakan. "Baiklah, sepertinya Bapak sudah jelas dan tidak ada lagi yang ingin bapak tanyakan. Jika Seperti itu saya permisi dulu, Pak. Selamat pagi." Devi membalikkan badan nya bersiap meninggalkan ruangan Devon. "Devi....!" Panggilan Devon yang terdengar cukup keras di telinga Devi membuat wanita itu membalikkan badan nya dan menatap Devon penuh tanya. "Iya, Pak." "Duduklah sebentar. Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu." "Hal apa ya, Pak." "Duduk! " perintah Devon lagi yang tak terbantahkan. Devi menurut, duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Devon. Devi paham apa yang akan Devon bicarakan. Apalagi jika bukan seputar hubungan nya dengan Darco. Devi sudah dapat  menebaknya. "Kau sudah bercerita apa saja pada papaku?" tanya Devon langsung dengan pandangan tajam menatap Devi. "Maksud Pak Devon?" "Jelaskan semua padaku. Apa kau memang bercerita pada papa mengenai Denzel." Devi sedikit tersenyum lalu dengan berani menatap Devon. "Om Darco bertanya dan saya hanya menjawab apa yang saya tahu saja, Pak." "Jangan sok tahu kamu, Dev! Terlebih mengenai hubunganku dengan Denzel." "Maafkan saya pak jika pada akhirnya Om Darco berspekulasi lain dari apa yang sudah saya ceritakan." Devon menghela nafas lalu disandarkan pungung nya pada kursi kerjanya. "Dev, kuharap kalau tak semakin membuat rumit masalah dalam keluargaku." "Maksudnya?" Lagi-lagi Devi tak mengerti dengan arah pembicaraan Devon. "Sebenarnya apa yang kau cari dengan kamu menjalin hubungan bersama papaku? Kau tahu bukan, jika papaku masih ada istri, yaitu mamaku?" Devi menunduk. Dia sangat tahu sekali akan hal itu. Tapi selama ini Devi seolah menutup mata dengan kenyataan itu. "Kau tahu Dev, sejak kecil aku tak pernah merasakan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuaku. Papa dan mama memang hidup bersama tapi mereka tak pernah akur. Banyak hal yang telah terjadi dalam rumah tangga papa dan mama." Devon berhenti bercerita lalu menatap Devi tajam. " Dan semua kekisruhan dalam rumah tangga keduanya karena perempuan sepertimu ini, Dev! " " Apa maksud Pak Devon mengatakan hal itu. Perempuan seperti saya bagaimana maksudnya? " " Perempuan penggoda suami orang." Deg Devi terhenyak karena begitu saja Devon mengklaim dirinya sebagai seorang pelakor. Meski sebenarnya memang benar adanya demikian. " Kau tahu Denzel kan? Karena semua ucapanmu tentang nya, Darco sialan jadi punya cara baru untuk mengolokku. Cih." Devon mendesis tajam. Tampak api kemarahan acapkali ia membicarakan mengenai Darco. Devi menelan saliva susah payah. Memang dia ada bercerita pada Darco mengenai Devon dengan teman lelaki nya yang baru Devi tahu bernama Denzel. "Aku tidak pernah merasakan kenyamanan serta kebahagiaan jika berada di tengah keluargaku. Dan hanya bersama Denzel aku merasa hidupku lebih berguna. Aku nyaman jika bersama Denzel dan aku bisa merasakan kebahagiaan yang sempurna jika bersamanya." "Maafkan saya, Pak. Saya sungguh tak bermaksud apapun menceritakan tentang Bapak dan juga teman lelaki Bapak kepada Om Darco." "Sebenarnya apa yang kau cari dari Darco selain uang, huh ?" Devi menggelengkan kepalanya. "Hubunganku dengan Darco tak pernah baik. Dan karena kamulah Darco semakin menginjak-injak harga diriku. Dan kau Devi ... Kau harus bertanggung jawab atas semua yang telah kau lakukan." "Maksudnya, Pak?" wajah Devi bertanya-tanya sejak tadi ia selalu saja tak mengerti dengan arah pembicaraan Devon yang terkesan berbelit - belit. "Darco mengejekku karena aku lebih nyaman berhubungan dengan lelaki daripada berhubungan dengan wanita. Dan sepertinya dia merasa menang karena aku kalah darinya. Aku tak bisa terima akan hal itu. Akan kutunjukkan padanya jika aku pun bisa menjalin hubungan dengan wanita. Dan wanita itu adalah kamu, Devi! " ucap Devon dengan nada tajam. Sampai-sampai Devi tersentak kaget mendengar namanya yang Devon sebut. " Kenapa Bapak harus bawa - bawa nama saya. " " Karena kau harus bertanggung jawab. Nama saya menjadi buruk di mata Darco karena kamu kan? Jika saja kau bisa mengunci mulutmu rapat - rapat dan tidak membocorkan semua pada pria tua sialan itu, mungkin saja dia tak akan meremehkanku." Devi mengatupkan mulutnya rapat- rapat. "Menikahlah denganku dan tinggalkan pria tua sialan Darco." Bahkan Devon sendiri tak yakin jika dia mengatakan hal itu. Helo....? Ajakan menikah? Yang benar saja. Ide konyol itu baru saja terlintas di benak nya begitu saja. Dan menurut Devon, dengan dia menikahi Devi, maka ada dua keuntungan sekaligus yang akan ia dapatkan. Pertama, Devi tak akan lagi mengganggu rumah tangga kedua orang tuanya dan dengan begitu maka mama nya tak lagi bersedih hati karena ulah gila Darco dengan Devi. Yang kedua, dia bisa membuktikan pada Darco sialan itu jika dirinya pun bisa menikah dan menjalin hubungan dengan wanita. Dengan begitu tak akan ada lagi alat bagi Darco untuk menghina dan mengolok tentang perilaku menyimpang nya. Devi, wanita itu menegang di tempatnya. Apa dia tak salah dengar? Ingin ia berkata tapi mulutnya terkunci rapat tak sanggup mengeluarkan kata - kata. Melihat kebungkaman Dvi, Devon kembali berucap. "Dengan menikah denganku maka kita berdua sama- sama mendapat keuntungan. Kau bisa mendapatkan apa yang pernah kau dapatkan dari Darco. Aku yang akan memberikan kepadamu. Kau mau uang kan? Tak perlu khawatir. Aku tak kalah kaya dari Darco. Jadi... apapun yang kau inginkan, akan kuberikan. " " Bapak yakin dengan semua yang Bapak katakan? Itu hanya akan menguntungkan saya loh Pak Devon! " " Tidak, Devi. Jika kita menikah maka akupun akan mendapatkan keuntungan darimu. Asalkan kau harus benar - benar menurut padaku. Tinggalkan Darco agar mamaku bisa menemukan kebahagian nya. Tanpa lagi mengeluh rasa sakit hati karena adanya seorang pelakor sepertimu. Lagpula, dengan kita menikah aku akan tunjukkan pada Darco jika aku tak seburuk yang ada dalam pikiran nya. " Devi paham sekarang. Sebenarnya dia merasa bersalah juga pada mamanya Devon. Berkali- kali Devon menyebut dirinya seorang pelakor. Tapi tunggu dulu .... Bukankah Devon seorang Gay? Lantas bagaimana mungkin Devon mengajak nya menikah. Apa dia yakin sekali dengan keputusan nya itu? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD