Jingga - 6

1289 Words
BAB 6 Setelah membersihkan diri, sekarang Jingga sedang tiduran dibaluti dengan selimut tebal. Tubuhnya menggigil, pusing, dan matanya terasa panas. Jingga sakit, akibat hujan-hujanan tadi sore. Bertepatan juga Soraya dan Hendra yang sedang pergi ke luar Kota, karena ada pekerjaan penting di sana. Semalaman, suhu badan Jingga tinggi sekali. Aga, dialah yang menjaga Jingga semalam penuh. Aga tidak bisa tertidur, karena suhu badan sang adik kecilnya yang tak kunjung turun. Hari ini, Jingga tidak masuk sekolah, awalnya Aga juga memutusan tidak bersekolah. Namun, Jingga menolaknya, karena Jingga tahu Aga sudah kelas duabelas. Gadis itu mengatakan Aga tidak boleh ketinggalan pelajaran cuman gara-gara menjaga dirinya. "Sehari nggak sekolah gak bakal buat gue bodoh, gue mau jagain lo. Entar kalau lo butuh apa-apa gue nggak ada, siapa yang ambilin?" ucapnya kepada Jingga. "Ada Bibi. Kalau nggak, kita sekolah aja," katanya masih dengan nada yang lemah. "Lah, kok gitu? Kan lo masih sakit." "Biar abang sekolah." Aga menghela napasnya kasar. "Iya, iya, gue sekolah. Tapi, lo kalau ada apa-apa hubungin gue ya," final Aga pasrah, dan diangguki oleh Jingga dengan senyum kemenangan. Aga menyelimuti tubuh Jingga hingga perut. Tak lupa dia mengelus puncak kepala Jingga dengan sayang. "Gue pamit. Pinter-pinter di rumah." Jingga kembali mengangguk, Aga pun pergi meninggalkan Jingga. Aga menghampiri Bi Imah yang sedang memasak di dapur. "Bi, tolong jagain Jee, ya. Aku mau ke sekolah dulu." Bi Imah mengangguk. "Baik, Den." Setelah pamit Aga segera ke sekolah, karena sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi. **** Aga berjalan menuju kelas X-1, untuk memberitahukan kepada teman-temannya kalau Jingga sedang sakit. "Ta," panggil Aga seraya melangkah mendekatinya. "Ah. Iya, Kak, ada apa?" tanya Tata. "Ini gue mau ngasih tahu, kalau Adik gue lagi sakit jadi nggak masuk hari ini." "Hah? Emang Jee sakit apa, Kak?" tanya Tata kaget. Bukannya kemaren Jingga sehat-sehat saja? "Demam. Mungkin karena kemarin kata Bi Imah dia kehujanan." Tata mengangguk paham. "Gue duluan. Sebelumnya, makasih, ya," ucap Aga dan kembali diangguki oleh Tata. **** "Kalian udah pada tau kalau Jee hari ini nggak masuk sekolah?" tanya Tata pada Ayaa dan Lintang. "Lah, kok bisa? Bukannya dia kemarin baik-baik aja?" tanya Ayaa bingung. Pantes saja jam segini Jingga belum juga datang. Padahal tadi Ayaa melihat Aga di parkiran. "Kata Kak Aga, dia demam." "Kok bisa demam?" tanya Lintang. "Iya, katanya abis kehujanan kemarin," jelas Tata. Ayaa dan Lintang hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf 'O'. "Hari ini kita jenguk dia gimana?" usul Tata dan mereka mengangguk setuju. Ketika bel istirahat berbunyi Aga langsung menghampiri Rendy dan teman-temannya. "Hai, Bro," sapa Aga. "Wuih, tumben ke sini. Ada apa?" ucap Rendy. Aga duduk di samping Angga. "Gue mau nanya. Kata Mang Ujang lo yang nganterin Jee kemarin kan? Emang habis dari mana? Kok Adik gue sampe basah kuyup?" tanya Aga. Aga sengaja menanyakannya kepada Rendy, karena dia tahu jika Aga menanyakan langsung kepada Jingga pasti tidak akan dijawab. "Gue kemarin ke taman, beliin adik gue balon. Setelah gue perhatiin, ternyata bener dia Adik lo. Gue langsung balik ke mobil buat ambil payung. Pas gue tanya, katanya dia lagi nunggu temennya," jelas Rendy. "Lo tau dia nunggu siapa?" tanya Aga. Rendy menggeleng. "Mungkin nggak, sih, ini ada kaitannya sama Rio?" tanya Aldo dan disetujui oleh Angga. "Lo inget nggak, dulu Jingga pernah kayak gini juga. Dan alasannya karena nungguin Rio kan?" ucap Angga. "b******k!" **** Sepulang sekolah, sesuai kesepakatan tadi pagi, hari ini Tata, Ayaa, dan Lintang ke rumah Jingga untuk manjenguknya. Ayaa membereskan buku-bukunya di loker. Setelah selesai piket kelas, mereka pun langsung tancap gas menuju rumah Jingga. "Assalamu'alaikum ... Jingga ... yuhuuu, ada orang nggak di dalam?" teriak Lintang. "Tutup mulut mercon lo, Lintang! Malu-maluin aja. Lo mau digebukin orang satu kompleks?" kesal Tata. Lintang hanya cengengesan. "Kan biar kedengeran sampai dalam," ucapnya asal. "Kan ada bel b**o!" desis Ayaa geram. Lintang menabok jidatnya pelan. "Ah, iya, gue lupa," katanyanya sambil menyengir kuda. "Mangkaya kalau punya otak itu dipakai," cibir Tata. Setelah beberapa menit, Bi Imah pun membuka pintu. Belum dipersilakan masuk, Lintang langsung menyelonong masuk duluan. Tata dan Ayaa hanya memutar bola matanya dengan jengah melihat kelakuan Lintang yang kurang ajar. "Silakan masuk, Neng," ucap Bi Imah sopan. Setelah dipersilakan masuk, barulah Tata dan Ayaa segera menyusul Lintang yang sudah berjalan masuk lebih dulu. "Eh, anak setan. Main nyelonong aja lo. Permisi dulu kek, ini rumah orang bukan rumah lo," sindir Tata yang berjalan di belakang Lintang. "Izin masuk ya, Bi," kata Lintang dan diangguki oleh Bi Imah. "Lo udah masuk sebelum minta izin!" geram Ayaa seraya menonyor kepala Lintang dari belakang. "Aduh sakit, sini lo gue balas," kesal Lintang sambil menarik-narik rambut Ayaa. Tata yang melihatnya hanya menggelengkan kepala--heran. Dari pada pusing sendiri, Tata lebih dahulu menaiki anak tangga, meninggalkan Lintang dan Ayaa yang masih sibuk berdebat di bawah. "Beranteng aja terus. Nggak tahu malu, ini rumah orang woy!" kesal Tata dari lantai atas. **** Perlahan, Tata membuka pintu kamar Jingga. Yang pertama kali gadis itu lihat adalah Jingga yang tengah terbaring lemah di atas tempat tidur. "Udah lama, ya, nggak ke sini," ujar Lintang menghempaskan badannya ke atas sofa yang berada di kamar Jingga. "Etdah, bocah." Ayaa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Lintang. Tata duduk di ujung tempat tidur Jingga, lantas menempelkan punggung tangannya pada jidat sahabatnya itu. Demamnya sudah turun. Merasa ada yang menyentuhnya, Jingga membuka kelopak matanya. "Eh, kalian. Kapan datang?" tanya Jingga yang mencoba mendudukkan diri dan bersandar pada kepala kasur. "Udah, kalo pusing tiduran aja," kata Ayaa yang duduk di sebelah Jingga. "Sosoan sih main hujan-hujanan, sakit kan jadinya. Lain kali gak usah sok kebal!" cibir Ayaa tak tanggung-tanggung. "Kan hujan-hujanan rame, Yaa," sambung Lintang yang berjalan ke arah Jingga. Ayaa melempar bantal tepat mendarat di wajah Lintang. Sang empu wajah mendengus sebal. "Bullying! Gue laporin ke polisi baru tahu rasa lo!" omelnya. "DIAMM!!!" Suara Tata melingking. Dan mampu membuat keduanya menutup telinganya masing-masing. Jingga hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Kapan akurnya?" tanya Jingga dengan nada lemahnya. "Nggak akan akur!" ketus Ayaa. "Ihh, siapa juga yang mau baikan sama lo." "Eh, Jee. Beneran kemarin lo ditolongin Rendy?" tanya Tata tiba-tiba mengganti topik pembicaraan mereka. "Kenapa?" "Tuh kan benar, Rendy kayaknya suka sama lo," ucap Lintang yang masih terlihat berpikir. "Ngasal, ah!" Jingga mengerucutkan bibirnya. Obrolan mereka terhenti ketika pintu kamar terbuka. Mereka sama-sama terpaku ke arah pintu kamar Jingga yang menampilkan beberapa orang laki-laki-- tengah berdiri di sana. Aga, Angga, dan Aldo berjalan masuk ke dalam kamar Jingga. "Lah, kok Rendy nggak ada?" tanya Lintang bingung. "Udah mendingan, De?" tanya Aga yang berjalan mendekati Jingga, dan menempelkan tangannya di jidat Jingga. "Kacang!" Lintang menghentakkan kakinya menuju kamar mandi. "Udah makan sama minum obat?" Aga mengelus pucuk kepala Jingga, dan Jingga menggeleng. "Kok, belum?" "Obatnya nggak enak." "Kalo enak namanya permen, bukan obat," kata Rendy yang tiba-tiba datang membawa nampan berisi semangkok bubur, segelas air putih dan beberapa obat. "Enak, ya, jadi lo udah punya Abang ganteng, gebetan lo juga lumayan di atas rata-rata," celetuk Lintang yang baru saja ke luar dari kamar mandi. Merasa semua pasang mata menatap ke arahnya, gadis itu langsung membekap mulutnya yang asal jeplos. Ayaa dan Tata hanya memutar bola matanya jengah. "Gue juga ganteng," goda Angga dan mendapat pukulan kecil dari Lintang. "Kamu mah selalu ganteng di mata aku," balas Lintang berbisik, kemudian mereka terkekeh bersama. "Gue ganti baju dulu," pamit Aga. Rendy duduk di samping Jingga. "Ayo makan!" Jingga menggeleng. "Gue suapin." Jingga melebarkan matanya. "Enggak usah, enggak usah, Kak. Siniin mangkuknya ... biar aku makan sendiri aja." Rendy bergeming. "Buka mulut lo," katanya sambil menyondorkan sesendok bubur ke depan mulut Jingga. Mau tidak mau Jingga pun membuka mulutnya. "Ih, mau juga disuapin," rengek Tata kepada Ayaa yang sedang bersandar di bahu Aldo. "Sini biar gue yang suapin," balas Aga tiba-tiba dan mampu membuat pipi Tata merona merah. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD