RANDITA
Pagi ini aku dibangunkan oleh usapan lembut di wajahku. Mataku terbuka dan mendapati Revano tersenyum padaku. Tubuhnya wangi dan rambutnya basah. Apa dia habis mandi? Sepertinya begitu.
"Morning, Sayang," sapanya mengecup bibirku sekilas. Aku tersenyum.
"Ini sudah pukul berapa?"
"Sekarang pukul setengah lima."
"Astaga, Revano ini masih sangat pagi. Tapi kamu sudah membangunkanku. Aku mau tidur lagi." Kuangkat selimut tinggi-tinggi. Namun, Revano segera menariknya.
"Bangun yuk."
"Aku masih mengantuk."
"Akan aku buat kamu nggak ngantuk lagi," katanya mengerling. Dari dalam sini aku bisa merasakan tangan Revano merambat ke perutku dan mengusap di sana. Mataku mendelik.
"Gimana? Masih belum mau bangun juga?"
"Revano, ini masih pagi."
Dari perut tangannya turun ke bawah lagi. Sial! Dia menggodaku.
"Oke! Aku bangun! Tapi singkirkan tanganmu dari sana."
"Maaf Sayang, sudah nggak bisa." Revano menyeringai dan tak lama kemudian aku terpekik karena ulah nakalnya.
Pagi ini aku dibuat melayang lagi. Kenapa dia bisa begitu pandai membuatku kehilangan kewarasan? Rasanya benar-benar luar biasa. Pantas saja Garan dan Santi bereaksi sampai seperti itu.
Kami berakhir dengan mandi bersama dan di sana pun Revano kembali mengerjaiku habis-habisan hingga lututku lemas dibuatnya. Astaga! Aku tidak percaya ini. Gairahnya mudah sekali tersulut.
***
Pukul tujuh pagi aku sudah sampai ke kantor. Hari ini masih ada satu lagi event goes to school yang harus aku datangi di sekolah Jakarta. Tim lain sudah sibuk mempersiapkankan segalanya.
Santi hari ini ikut juga. Jadi rombongan kami bertambah satu orang.
"Wajahmu hari ini sepertinya beda sih, Ran?" tanya Santi menatapku dengan sebelah alis yang terangkat.
"Bedanya?"
"Muka lo, kelihatan tambah cerah. Lo abis pake produk perawatan baru ya?"
"Enggak."
"Oh lo dapat endorsan baru?"
"Enggak juga. Sudah nggak usah nebak-nebak gitu. Ayo ah berangkat udah ditunggu anak-anak di lobbi."
Aku keluar dari kubikel diikuti Santi.
"Gue nggak diajak beneran?" Garan muncul dia baru dari pantry.
"Silahkan aja kalau mau ikut," jawabku sekenanya.
"Nggak usah macem-macem deh lo. Deadline lo tuh menanti, semprot Pak Kevin baru tahu rasa," hardik Santi.
Di kantor Santi paling suka mengomel pada Garan seperti biasa. Namun, semua sikap yang mereka tunjukkan sudah nggak pengaruh lagi buatku. Sekarang aku merasa mereka lebih ke sedang memainkan drama. Dan aku nggak peduli itu.
"Randita!"
Aku memutar bola mata, suara Pak Kevin sudah ada di belakangku. Mau apa lagi lelaki itu?
"Apa saya boleh ikut?"
"Boleh banget, Pak." Santi yang menjawab cepat.
"Nggak usah, Pak. Bapak di kantor aja. Mobilnya penuh," timpalku.
"Kalian bisa naik mobil saya. Jadi nggak akan berdesakkan di mobil nanti."
"Nah, bener tuh Ran. Nggak papa kali Ran, kalau Pak Kevin ikut."
Aku menatap sebal Santi. Aku tahu maksud tujuan Pak Kevin ingin ikut. Dia sedang berusaha berdamai denganku. Tapi aku masih kesal padanya.
"Acaranya sampai sore. Pak Kevin kan sibuk. Kalau direktur nyari dia gimana?"
"Aku akan mengikuti sampai setengah acara saja."
Aku menatap Pak Kevin sekilas. Masih berusaha saja dia.
"Terserah saja lah," kataku akhirnya berjalan mendahului mereka.
Diperjalan aku hanya diam. Aku biarkan Santi dan Pak Kevin yang mengobrol. Aku hanya sesekali bicara saat dimintai pendapat, tidak berniat bergabung dengan obrolan mereka yang bagiku nggak penting itu.
"Pak, Randita kalau ada event gini dandanannya habis-habisan banget ya."
Aku masih bergeming walaupun Santi sekarang terang-terangan berkomentar mengenai penampilanku.
"Tapi dia cantik banget. Totalitas. Cocok dengan motto produk kita."
Terima kasih atas pujiannya, tapi aku nggak merasa tersanjung. Revano pasti nggak akan suka mendengar pujian Pak Kevin.
"Cocok juga bersanding dengan Pak Kevin."
Aku mendelik ke Santi lewat kaca spion. Dia terkikik geli.
"Masa begitu? Sayangnya saya bukan tipe Randita." Pak Kevin tertawa sumbang dan itu sangat menyebalkan.
"Bapak mau ikut ngisi acara talk show nggak?"
"Saya? Enggaklah, sudah ada Randita. Saya mengawasi saja dari bawah."
Aku sudah jengah dengan obrolan mereka. Maka ketika sudah sampai sekolah tujuan, aku buru-buru keluar dari mobil Pak Kevin.