bc

Semayan

book_age18+
3.3K
FOLLOW
15.8K
READ
possessive
family
love after marriage
arrogant
bxg
city
spiritual
colleagues to lovers
surrender
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Tidak ada kata sambutan, tidak ada perjanjian.

Di halte yang terdapat banyak orang, tiba-tiba sebuah mobil keluaran terbaru berhenti. Mengeluarkan anak laki-laki tampan yang mengaku sebagai anaknya, tidak sampai disitu. Seorang pria berpakaian jas lengkap memanggilnya dengan sebutan yang tidak terduga.

“Mama.”

Semua mata menatapnya, dari yang mencemooh sampai menghina karena meninggalkan anak dan suaminya. Sasti dibuat bingung sekaligus kaget, karena selama 20 tahun hidupnya dia tidak pernah pacaran sampai menghasilkan anak seperti ini.

“Sumpah bapak, ibu, mas, mbak yang ada disini. Saya masih perawan ting-ting, saya bahkan masih sekolah!”

chap-preview
Free preview
Kejutan
Beberapa siswa-siswi kunjungan sekolah memekik melihat hamparan laut Bali yang menyejukkan mata. Tidak sedikit dari mereka yang fokus ke arah pria dan wanita yang sedang berjemur di pinggir pantai. “Ck ck ck anak sekarang kok lebay semua.” Sasti menolehkan kepalanya ke arah pria berkulit sawo matang dengan sedikit senyuman. Matanya kembali fokus ke arah anak study tour yang menginap di ressort miliknya. Terlihat pancaran bahagia dari mata mereka masing-masing. “Mas Joko pertama kali kesini juga lebay kok, sampai nggak mau tidur gegara belum lihat acara tari kecak.” Terdengar kekehan pelan dari samping. “Ish jangan di ingetin lagi Sasti, malu-maluin!” Akhirnya mereka berdua berjalan menuju dalam. Sasti yang masih muda harus melanjutkan bisnis keluarga mereka yang berada di Bali dengan bantuan sang kakak sepupu, Joko. Kedua orang tuanya sudah meninggal karena memang penyakit bawaan yang ada, oleh karena itu Sasti senantiasa menjaga kebugaran tubuhnya. Sasti merupakan perempuan Jawa tulen. Semenjak orangtuanya meninggal dan dimakamkan di tanah Bali, dia memutuskan untuk menetap disana. Bukan apa-apa, dia hanya tidak ingin kedua orangtuanya merasa kesepian, dan sebisa mungkin setiap hari Kamis dia akan berziarah. “Besok ziarah?” Sasti mengangguk. “Udah beli bunganya?” Sasti menggeleng. “Yaudah mas aja yang beli. Sekalian beli apel, siapa tahu dapet jodoh disana.” Sasti mengangguk dan melambaikan tangan ke arah kakak sepupunya itu, dia beruntung masih ada seseorang yang mampu menghiburnya. Sejak kecil mereka selalu bersama hingga beranjak dewasa sekarang. Joko yang berumur 23 tahun dan dirinya yang berumur 20 tahun, dia memaksakan kehendak untuk meneruskan usaha ayahnya. Disertai dengan kuliah, setidaknya bisnis sang ayah tidak bangkrut dan bahkan bertambah cabang karena inovasinya. Dia memboyong paman dan bibinya yang memang hanya mereka keluarga yang tersisa. Sasti sangat beruntung mempunyai paman dan bibi yang pengertian. Dia sangat bersyukur atas hal itu. Sasti tidak berbohong tentang kerinduannya di tanah Jawa. Tempatnya lahir dan tumbuh disana, beberapa saat dia akan mengenang sahabatnya, tempat kesukaannya, dan warung sederhana yang selalu ia kunjungi semasa kecil hingga remaja. *** Kakinya melangkah ke arah gundukan tanah bertuliskan nama kedua orang tuanya. Sudah terhitung 3 tahun sejak mereka meninggalkannya. Angin sepoi menambah keheningan area pemakaman, hanya dirinya dan penjaga makam yang berada di sini. Daun-daun jatuh menambah suasana betapa sunyinya rumah masa depan semua orang di muka bumi ini. Tidak sedikit dari mereka merasa takut untuk datang kesini, Sasti sempat berpikir terhadap orang-orang itu. Bagaimana bisa mereka takut terhadap tempat peristirahatan terakhir mereka? Setelah mendoakan kedua orang yang telah membesarkan mereka, Sasti berjalan menjauh meninggalkan area pemakaman. Matanya terpejam menikmati suasana sore Bali yang tenang. Tidak terpikirkan olehnya akan pindah ke tempat terkenal seperti Bali ini. Bali tidak jauh berbeda dengan tempat tinggalnya dulu, perbedaanya adalah di suhu udaranya. Desanya dulu berada di kaki pegunungan Gunung Lawu yang mengakibatkan suasana sejuk dan segar. Memang Bali juga segar, tetapi suasananya sangat berbeda. Angin pegunungan dengan angin pantai jelas beda bukan? Kakinya berhenti melangkah, matanya berkedip 2 kali untuk memastikan apa yang dilihatnya ini benar. Disana, lebih tepatnya di bawah pohon beringin terdapat anak kecil berambut pirang dengan warna kulit putih pucat. Apakah dia hantu? Sasti menepis anggapan itu dengan cepat, kepala menggeleng beberapa kali menghilangkan pikiran negatif. Lagipula, mana ada hantu di saat sore hari? “Excuse me, what are you doing in here boy?” Setelah memantapkan hati, Sasti berjalan mendekati anak itu dan mengajak bicara. Dari tampilannya saja sudah dipastikan ini anak bule. Ah, mendengar kata bule membuatnya agak risih. “Nunggu pak sopir.” Jawaban dari anak tadi membuat Sasti membuka sedikit mulutnya, ternyata bisa bahasa Indonesia. Pelafalannya juga sangat bagus. “Bisa bahasa Indonesia?” Anak itu hanya mengangguk. Sasti menggaruk dagunya yang tidak gatal. Dia tidak ingin ikut campur urusan orang, tetapi melihat anak kecil sepertinya, dia jadi tidak tega. Bisa saja dia menculiknya dan menjualnya dengan harga tinggi, tetapi Sasti kembali mengingat tentang dosa dan penebusannya di dalam jeruji besi. “Emh, kakak juga nunggu seseorang. Mau bareng, duduk disana?” Sasti menunjuk bangku kosong di dekat jalan masuk pemakaman, memang hanya itu bangku yang tersedia di sini. Mendapat gelengan dari sang anak tadi membuatnya menganggukkan kepala paham, dia menepuk pelan puncak kepala anak itu dan mengucapkan penawaran sekali lagi. “Kalau capek tunggu di sana aja sama kakak, tenang kakak nggak gigit kok,” ucap Sasti dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya. Sasti berjalan meninggalkan anak yang tidak diketahui siapa namanya itu. Dia tidak perduli, toh dia sudah menawari. Tangannya dengan cepat mengotak-atik ponsel menghubungi Joko agar menjemputnya. Tapi tunggu, bagaimana dengan anak tadi? Bukankah dia sendiri tadi? Kepala menoleh dengan cepat ke belakang memastikan anak kecil tadi baik-baik saja. Seketika matanya membola, dimana anak tadi? Jangan-jangan dia memang hantu. Sasti menggelengkan kepala, memang dia adalah orang yang suka berpikiran yang tidak-tidak. Selalu menilai sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda. “Yuhu my little sister, ayo muleh.” Sasti terlonjak kaget hingga punggungnya menyentuh sandaran bangku. Matanya menatap jengkel Joko yang duduk di atas motor. “Apa?” tanya Joko. “Ada hantu mas,” ucap Sasti lirih. “Hah?” “Ada hantu!” Joko melepaskan tawanya dengan keras mendengar ucapan Sasti, mana ada hantu di era modern seperti sekarang? "Hahaha, ngaco ya?” Sasti menggeleng mantap membuat Joko menghentikan tawanya. “Sumpah tadi ada disana Mas! Itu, dibawah pohon beringin itu!” Melihat wajah pucat Sasti semakin membuat nyali Joko menciut. Dia tahu bahwa sepupunya ini sangat jarang berbohong, dan sepertinya ini tidak berbohong. “Haha, kamu mungkin kena sawan. Jadi berhalusinasi kayak gini, udah ah ayo pulang.” Sepanjang perjalanan pulang tidak henti-hentinya Sasti menyakinkan Joko bahwa apa yang di lihatnya di pemakaman tadi memang nyata. Bagaimana mungkin ditinggal belum ada 1 menit seseorang sudah lenyap bagai ditelan bumi? Lagipula jalan pemakaman itu hanya satu jalur, dimana hilangnya anak itu? *** “Ada yang menyapa Tuan Muda, Tuan.” Seseorang yang dipanggil dengan sebutan ‘Tuan’ itu bangkit dari kursi kebesarannya. Alisnya terangkat satu dengan wajah mengintimidasi. “Cari tahu identitasnya, pastikan dia aman.” Sang ajudan mengangguk patuh. “Baik Tuan.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suami untuk Dokter Mama

read
19.9K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
55.0K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
265.4K
bc

Love Match

read
176.2K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
15.0K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
60.0K
bc

Pengganti

read
302.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook