Kepala sekolah kembali memanggil Syifa ke ruangannya. Bukan kali pertama gadis itu mendapat panggilan, tetapi sudah beberapa kali, sejak rumor kedekatannya dengan Abrar, wali dari salah seorang muridnya beredar. Ia pun mengikuti kepala sekolah ke ruangannya. “Kamu tahu kenapa saya panggil ke sini?” tanya kepala sekolah setelah duduk di kursinya. Syifa duduk di hadapannya yang terpisah dengan meja kerja wanita bertubuh gemuk itu. Antara iya dan tidak, Syifa ragu untuk menjawab. Ia menduga kepala sekolah memanggilnya karena hal yang sama, yakni menanyakan hubungannya dengan Abrar. Namun, Syifa tak berani mengangguk. Ia hanya diam hingga terdengar helaan napas yang cukup berat dari wanita di hadapannya. “Diam berarti tahu apa yang saya maksud.” Syifa masih betah bergeming. “Apa yang ka